Pilpres 2019
Andi Widjajanto Beberkan Soal 'Propaganda ala Rusia' Seperti yang Diungkapkan Jokowi
Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengenai propaganda ala Rusia merujuk pada fakta sejarah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengenai propaganda ala Rusia merujuk pada fakta sejarah.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Cakra 19, Andi Widjajanto.
Menurutnya, Propaganda Rusia yang disinggung Jokowi merujuk pada modus operandi yang dikenal sebagai Operasi Semburan Fitnah (Firehouse of Falsehood).
Operasi ini digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah.
Baca: Bukan Jokowi atau Romahurmuziy, Putri Gus Dur Tanya Fadli Zon Soal Puisi Doa karena Sosok Ini
“Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki," ujar Andi saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/2/2019).
Gerakan itu, ucap Andi, dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus menerus memunculkan isu-isu negatif.
Hingga muncul ketidakpercayaan masif dari rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin saat Revolusi Oktober 1917.
Baca: Korban Pencabulan Ayah Kandung di Kupang, Kini Tinggal Bersama Ibundanya
Modus operandi ini muncul di beberapa pemilihan umum seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Brexit.
Ia menyontohkan, di Pilpres Amerika Serikat strategi semburan fitnah mencapai puncaknya.
Disebutnya, ada konsultan politik Roger Stone yang jago dalam menebar kampanye negatif yang sangat ofensif melalui 3 taktik: serang, serang, serang.
Andi menjelaskan, ada terabasan data pribadi melalui algoritma Cambridge Analytica.
Termasuk indikasi gelar pasukan siber dengan kode topi hitam atau bintang emas yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menggelar bots yang mampu memainkan operasi tagar secara masif.
“Operasi Semburan Fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran,” tambahnya.
Baca: Polisi Panggil Ketua PA 212 Slamet Maarif terkait Dugaan Pelanggaran Kampanye saat Tabligh Akbar
Operasi tersebut ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media.