Sekjen PSI Sebut Soeharto Menjadi Simbol Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Raja Juli Antoni melontarkan peryataan monohok yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai simbol korupsi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni melontarkan peryataan monohok yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai simbol korupsi.
Antoni mengatakan, pada tahun 1998, mahasiswa turun ke jalan untuk melengserkan Soeharto dari jabatan kepala negara karena korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Ia mengklaim peristiwa tersebut sebagai fakta politik soal posisi Soeharto yang lengser karena terlibat KKN.
Baca: KPK: Seorang Tersangka Kasus Suap Kepala Pajak Ambon Segera Disidang
Hal tersebut dilontarkan Antoni meresposns peryataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut kasus korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kanker stadium empat.
"Itu fakta politik coba tanya semua orang yang aksi 1998 kenapa turunkan Pak Harto, ada tiga alasnnya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)," kata Antoni di kantor DPP PSI, Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (30/11/2018).
Antoni mengaku tak khawatir jika nantinya ia dilaporkan ke pihak kepolisian.
Hal itu lantaran dirinya saat menjadi mahasiswa ikut turun ke jalan meminta Soeharto lengser karena praktik KKN dan bukan karena alasan lainnya.
Baca: Penjelasan Mahkamah Agung Setelah Menerima Perwakilan Calon Jemaah Umrah First Travel
"Mahasiswa 98 termasuk saya di Kampus UIN Ciputat dulu menurunkan Pak Harto karena tiga hal yang melekat di Pak Harto yakni KKN, dia menjadi simbol korupsi kolusi dan nepotisme," kata Antoni.
"Secara politik bener dia turun. Itu fakta politik baca saja koran-koran zaman itu aksi mahasiswa. Video-videonya saat aksi 98. Termasuk Pak Amien Rais (ikut meminta Soeharto turun)," katanya.
Meski secara hukum, Soeharto tidak terbukti telah melakukan korupsi.
Baca: Rebut Pasar Fintech, Bank Mandiri Akan Luncurkan Pinjaman Online Awal 2019
Namun, Antoni menyebut tinggal dibuka lagi kasus-kasus tersebut.
Buktikan lagi, Soeharto melakukan penyimpangan hukum atau tidak secara hukum.
"Secara legal formal silahkan saja diteruskan. Secara legal formal ya memang kita tuntut terus termasuk yayasan Supersemar kan terbukti itu dikembalikan," jelas Antoni.