Minggu, 5 Oktober 2025

Pilpres 2019

Ketika Deddy Mizwar Bacakan Puisi Sutan Takdir Alisjahbana 'Selalu Hidup'

"Saya akan membacakan puisi tahun 1937. Saya kira belum ada yang lahir kita disini," kata Deddy Mizwar.

Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Deddy Mizwar saat membacakan puisi karya Sutan Takdir Alisjahbana di auditorium Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/10/2018) malam. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara Deddy Mizwar terdengar lantang saat dirinya mulai membacakan puisi karya Sutan Takdir Alisjahbana di auditorium Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/10/2018) malam.

Deddy yang tampak mengenakan kemeja putih lengkap dengan setelah jas hitam berdiri di atas panggung auditorium Pusat Perfilman H Usmar Ismail.

Tangan kirinya terlihat menggenggam selembar kertas putih.

Baca: KPK Sebut Suap Meikarta Terkait Pengurusan IMB

Tangan lainnya merapihkan posisi microphone.

Tanpa terlihat tegang, ia mengucapkan pengantar sebelum membacakan puisi milik Sutan Takdir Alisjahbana yang dibuat tahun 1937.

"Saya akan membacakan puisi tahun 1937. Saya kira belum ada yang lahir kita disini," kata Deddy Mizwar.

Ia lalu menyebut, meski pencipta puisi ini sudah meninggal pada tahun 1994, tapi karyanya selalu menumbuhkan semangat.

Baca: Bastian Steel Kerja Sama dengan Produsernya Wiz Khalifa

"Dia sudah meninggal, tapi karyanya ini diberi judul selalu hidup. Kita butuh energi untuk bangkit. Sultan Thakdir Alisabana 'Selalu Hidup'," katanya.

Deddy kemudian membacakan puisi Sultan Thakdir Alisabana berjudul 'Selalu Hidup' dengan penuh semangat.

Nada suaranya tampak seperi pembaca puisi handal. Ia menyerapi semua kata-kata yang tertuang di dalam puisi itu.

"Sutan Takdir Alisjahbana, 'Selalu Hidup'"

Dan ketika aku melihat dari kebunku kebawah
ke sawah tunggul jerami di tanah yang rekah,
dan dari sana memandang ke bukit kering merana,
terus ke hutan hijau dibaliknya,
sampai ke gunung yang permai bersandar di langit biru,
maka masuklah bisikan kedalam hatiku:
Hidup ialah maju bergerak,
selalu, selalu maju bergerak,
gembira berjuang dari tingkat yang satu ke tingkat yang lain.

Topan, datanglah engkau menyerang!
Malang, datanglah engkau menghalang!
Kecewa, engkaupun boleh datang mendera!
Badanku boleh terhempas ke bumi!
Hatiku boleh hancur terbentur!
Wahai, teman, besi baja yang keras
hanya dapat ditempa dalam api yang panas.
Dan Tuhan,
berikan aku api senyala-nyalanya!

Tiap-tiap beta keluar dari nyalamu,
terlebur dalam bakaran apimu,
nampak kepada beta:
Dunia bertambah jelita!
Diriku bertambah terkurnia!
Dan engkau, Tuhan, bertambah mulia!

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved