Senin, 6 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2020

Wapres Ma'ruf Amin: Pilkada Serentak Jangan Jadi Gelombang Baru Penyebaran Covid-19

Ma'ruf memahami bahwa pencoblosan di TPS bisa menimbulkan kerumunan dan potensi menciptakan klaster baru.

Editor: Dewi Agustina
Wartakota
Ilustrasi- Pilkada Serentak 2020 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap pelaksanaan Pilkada 2020 9 Desember nanti tidak menimbulkan masalah baru terkait Covid-19.

"Kita harapkan tidak ada gelombang kedua," kata Ma'ruf dalam wawancara bersama Tribun-Network di Rumah Dinas Wapres, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/7/2020).

Ma'ruf memahami bahwa pencoblosan di TPS bisa menimbulkan kerumunan dan potensi menciptakan klaster baru.

"Karena itu, kita harus bersiap diri untuk mengantisipasi jangan sampai Pilkada itu menjadi gelombang baru, akibat adanya kumpul-kumpul," lanjutnya.

Indonesia sebagai negara dengan pengalaman banyak dalam hal Pemilu, Ma'ruf meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa mengatur lebih ketat lagi soal pelaksanaan Pilkada tahun ini.

"Karena itu yang harus dibuat kalau langsung berarti harus aman covid atau bisa juga mungkin kalau sudah siap, misalkan coblos melalui online. Kan kita sudah punya pengalaman banyak, mungkin kita bisa mengatur lebih ketat lagi saat Pilkada," ujarnya.

Baca: Mendagri Tito Karnavian Pesan Ini untuk Pilkada Maluku, Gubernur Murad Singgung Keamanan

Baca: Gerindra Akan Sikapi Putusan PDIP Usung Keponakan Prabowo di Pilkada Tangsel

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memastikan Pilkada yang jatuh pada Desember 2020 bakal menggunakan mekanisme pencoblosan langsung, tidak secara daring.

KPU sendiri sudah memikirkan opsi pencoblosan secara daring, mengingat masih berlangsungnya pandemi Covid-19.

"Ada banyak masukan supaya pakai online, tetapi KPU berdasarkan pengalaman lihat Pemilu di banyak negara, kita jangan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (6/7/2020).

Meskipun demikian, Arief mengatakan opsi daring bisa dilakukan saat pelaksanaan rekapitulasi, dengan menggunakan teknologi informasi.

Tribun Network melakukan wawancara khusus dengan Wapres KH Maruf Amin
Tribun Network melakukan wawancara khusus dengan Wapres KH Maruf Amin (TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISMAWAN)

Adapun penggunaan teknologi informasi dalam rekap dilakukan saat rekapitulasi per TPS saja. Sementara di kecamatan hingga pusat menggunakan e-rekap.

"Sebetulnya itu sudah kita terapkan dengan mempublikasikan Situng kemarin, tetapi kultur kita sudah siap belum menyatakan bahwa e-rekap itu hasil resmi?" tambah Arief.

KPU, dikatakan Arief, akan mendorong hal ini agar terwujud dalam RUU Pemilu.

Tak hanya dalam Pilkada, impelementasi e-rekap sebagai hasil final diharapkan bisa terwujud dalam Pemilu 2024.

"KPPS yang biasa bikin salinan untuk diberikan kepada saksi, tidak perlu ada lagi. Partai politik juga tak perlu mengirim saksi lagi," kata Arief.

Baca: KPU: Gelar Kampanye Pilkada di Tempat Terbuka Harus Seizin Gugus Tugas

Baca: Bawaslu Terbitkan Rekomendasi Jika Temukan Tahapan Pilkada Tanpa Protokol Covid-19

"Dan kalau e-rekap itu diatur eksplisit dalam Undang-Undang, Pemilu kita menjadi ramah lingkungan. Tidak perlu kertas-kertas yang banyak itu, aman Covid-19," lanjutnya.

Di Jayapura, Mendagri Tito Karnavian meminta protokol kesehatan diterapkan secara ketat dalam proses tahapan Pilkada Serentak 2020.

Acara kampanye juga diminta dibatasi hanya untuk 50 orang.

"Saat kampanye nggak boleh ada kampanye akbar, kampanyenya kalau di ruangan saya sudah sampaikan ke ketua KPU maksimal 50 dan tidak boleh ada konvoi di luar, tidak boleh ada konvoi rame-rame di luar," kata Tito saat melakukan rapat koordinasi kesiapan Pilkada dengan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, KPU Papua, Bawaslu Papua, dan Forkopimda Provinsi Papua di Jayapura.

Tito menjelaskan 50 orang yang terlibat kampanye itu harus tetap menjaga jarak. Selain itu, Tito mengingatkan para paslon dan pendukungnya tak melakukan konvoi.

"Ini penting karena masa kampanye merupakan masa rawan juga, Bawaslu dengan adanya tulisan aturan itu, dia tinggal ngelihatin saja, 50 orang nggak nih, lewat 50 orang semprit, pelanggaran," katanya.

"Ada konvoi oleh pasangan calon ramai-ramai naik motor, naik truk gini-gini panggil kontestannya pelanggaran, periksa, sehingga nggak akan terjadi pengumpulan kerumunan masyarakat di setiap tahapan yang tidak bisa jaga jarak," ujar dia.

Menurut Tito, kampanye virtual ini bisa jadi lebih efektif daripada kampanye di lapangan. Dia lantas bicara soal pengalamannya menjadi pembicara dan disaksikan belasan ribu orang.

"Kadang-kadang virtual ini lebih efektif, nah, Pak, di tempat kami nggak ada sinyal, gimana? Tantangan untuk EO. Saya pernah menjadi pembicara pada waktu ultah Pemuda Muhammadiyah itu melalui Zoom 600 lebih tapi dia live streaming ke YouTube, Instagram, Twitter, social media ternyata yang mendengar saya bicara itu lebih dari 12 ribu orang," imbuh Tito.(tribun network/den/denis)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved