Kamis, 2 Oktober 2025

Piala Dunia 2022

Pelatih Korea Selatan Langsung Mundur Setelah Kalah 1-4 dari Brasil, Begini Kata Paulo Bento

Pelatih Korea Selatan, Paulo Bento mundur setelah tim asuhannya dipukul Brasil 4-1 pada babak 16 besar Piala Dunia 2022, kemarin.

Penulis: Deny Budiman
Editor: Muhammad Barir
AFP/PABLO PORCIUNCULA
Ekspresi pelatih Timnas Korea Selatan asal Portugal, Paulo Bento di pinggir lapangan dalam laga sepak bola babak 16 besar Piala Dunia 2022 Qatar antara Brasil melawan Korea Selatan di Stadion 974, di Doha, Qatar, Senin (5/12/2022) waktu setempat. AFP/NELSON ALMEIDA 

"Jogo bonito" kurang lebih artinya "permainan yang indah". Konon dipopulerkan sang legenda, Pele merujuk permainan menghibur Brasil menghabisi lawan-lawannya di Piala Dunia terdahulu.

Belakangan, filosofi permainan indah milik tim Selecao dinilai telah bergeser menjadi lebih mengutamakan hasil akhir atau pragmatis.

Anggapan tersebut muncul melihat penampilan dua timnas Brasil pemenang Piala Dunia setelah era Pele, yakni pada 1994, dan 2002.

Era 1994 dianggap berasal dari dominasi permainan lini tengah yang dikawal oleh kapten timnas Brasil saat itu, Dunga.
Sementara era 2002, disebut lebih mirip dengan skuat asal benua Eropa.

Terlebih, dengan mengandalkan tiga orang pemain bintang yang kiprahnya terbilang menonjol di kompetisi negara Eropa yaitu Ronaldo Nazario, Rivaldo, dan Ronaldinho.

"Brasil telah kehilangan esensinya, permainan yang indah (jogo bonito)," kata bek legendaris Roberto Carlos dikutip dari Football Espana beberapa waktu lalu.

Tapi kemarin, ketika gol demi gol indah dari tim Samba meluncur selama 45 menit babak pertama, orang-orang pun ramai memekik," Jogo bonito telah kembali!".

Dan pelatih Brasil, Tite mengaku sulit menahan godaan untuk ikut berpesta menari ala bebek bersama skuatnya setelah gol ketiga Brasil tercipta saat laga baru berlangsung 29 menit.

Gol Richarlison itu memang terlahir dengan proses istimewa, dan skuat Samba bergegas ke dekat bench untuk dansa ala goyang bebek. Tite pun ikut bergabung.

Belakangan, pelatih berusia 61 tahun ini menyebut, tarian bersama itu ekspresi kegembiraan murni atas penampilan menyerang yang berani dari timnya, dan akan membantunya menjalin ikatan dengan tim mudanya.

“Kami berusaha menyesuaikan dengan karakteristik para pemain,” kata Tite ketika ditanya soal tarian tersebut dalam konferensi pers.

“Mereka masih sangat muda dan saya mencoba sedikit beradaptasi dengan bahasa mereka, dan bagian dari bahasa mereka adalah menari.”

Dia mengatakan, para pemainnya mengatakan kepadanya sebelum pertandingan bahwa mereka akan membuatnya berdansa dengan mereka jika mereka mencetak gol.

Kendati demikian, tidak semua orang terkesan. Ada saja orang yang menilai selebrasi tarian itu dalam perspektif berbeda.
Mantan kapten Manchester United Roy Keane mengecamnya karena menilai tarian itu tak menghormati lawan.

“Orang-orang mengatakan itu adalah budaya mereka. Tapi saya pikir itu benar-benar tidak menghormati lawan,” katanya sengit.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved