
Memang, dari sebelas gol Inggris di Piala Dunia ini, hanya tiga yang lahir dari open play. Sisanya dari eksekusi bola mati, yakni lima set pieces, dan tiga penalti.
Tim Tiga Singa ini juga paling unggul dalam hal duel udara, dengan 58,9 persen sukses, jauh melebihi tim lainnya.
Di pihak lain, kubu Inggris mewaspadai aksi sang playmaker Kroasia, Luka Modric. Bersama Ivan Rakitic, keduanya menjadi pemain kunci tim berjuluk The Vatreni ini untuk bisa melenggang sampai ke semifinal.
Dalam kolomnya di BBC, mantan pemain timnas Inggris, Jermaine Jenas menyebut syarat Inggris untuk bisa menaklukkan Kroasia tak lain adalah dengan mematikan para gelandangnya, terutama Modric.
"Modric jadi ancaman utama nanti, bukan hanya karena ia punya visi, bisa menendang dengan dua kaki, dan sangat kreatif. Tapi juga karena ia punya karakter juara sejati. Ia bisa menularkan semangat kemenangan untuk rekan-rekannya. Saya pernah merasakan itu," tulis Jenas yang pernah bermain bersama Modric di Tottenham Hotspur.
Modric adalah pengatur serangan, pengatur irama permainan, sekaligus juga eksekutor bola yang baik.
Masalahnya, Inggris tak punya individu dengan kualitas teknik di atas rata-rata untuk bisa meredam Matic mulai dari lini tengah.
Kemampuan gelandang Jordan Henderson masih terlalu "biasa-biasa" dibanding Matic. Namun, Henderson punya daya kepemimpinan untuk mengatur timnya secara bersama-sama mematikan Modric.
Kolektivitas ala Inggris ini pula yang dikhawatirkan oleh Modric.
"Mereka kini tampak lebih kuat sebagai tim. Saya tak tahu apakah mereka kini sudah punya karakter yang berbeda, tapi tampaknya kini jadi lebih solid. Kebersamaan seperti itulah yang sangat penting bagi sebuah tim untuk sukses," kata Modric mengapresiasi hasil kerja pelatih Inggris, Gareth Southgate. (Tribunnews/deny Budiman)