
Ia pun lalu bergabung dengan tim sepakbola lokal pada usia 12 tahun sebagai striker.
Hingga pelatih menemukan talentanya sebagai kiper yang andal dan gesit.
Ayahnya tak mendukung Alireza saat ia mengatakan ingin mengejar impian sebagai pemain sepakbola.
Ayahnya berpikir bahwa pemain sepakbola bukan suatu pekerjaan yang serius.
Tentu saja ia sempat bersedih dengan keadaan tersebut.
Namun kecintaannya terhadap sepak bola membuatnya nekat kabur ke Teheran dengan modal sedikit uang pinjaman teman.
Tak memiliki banyak uang ataupun saudara untuk menginap, ia tidur di depan pintu klub sepak bola tempatnya berlatih.
Pada pagi hari, ia kaget menyadari orang-orang melemparkan koin padanya, mereka berpikir Alireza adalah seorang pengemis.
Meski kaget dan bingung, dalam hatinya, ia bersyukur bisa sarapan enak setelah sekian lama.
Tak ingin terus tidur di depan pintu, ia kemudian bekerja di sebuah restoran dan menggunakan uangnya menyewa tempat tinggal sederhana.
Kerja kerasnya membuahkan hasil. Ia direkrut menjadi kiper dalam tim Naft Tehran pada tahun 2011.
Pada 2014 ia diajak bergabung untuk ikut dalam kamp pelatihan tim nasional Iran.
Di sana ia melatih kekuatan tangan dan reflek yang kemudian diakui pelatih.
Ia pun tak lantas puas. Alireza terus melatih otot lengan agar lebih kuat dan reflek yang cepat.
Pada sebuah pertandingan melawan tim Iran Tractor Sazi, Alireza menendang bola hingga 230 kaki jauhnya ke gawang lawan hingga mencetak gol yang tak disangka.