Senin, 6 Oktober 2025

Pendidikan Profesi Guru

5 Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD Sebanyak 500 Kata

Inilah contoh 5 studi kasus PPG 2025 kelas 6 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi. Studi kasus meliputi 4 pertanyaan pemantik.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
Kolase Tribunnews.com/Canva
STUDI KASUS PPG - Grafis tentang contoh studi kasus PPG 2025 untuk kelas 6 SD sebanyak 500 kata yang dibuat di aplikasi Canva Premium, Jumat (27/6/2025). Inilah 5 studi kasus untuk kelas 6 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi dalam pelaksanaan PPG bagi Guru Tertentu Tahun 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Simak 5 studi kasus PPG 2025 untuk kelas 6 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi.

Contoh studi kasus PPG 2025 untuk kelas 6 SD diperuntukkan bagi bapak/ibu guru yang akan mengikuti Uji Kompetensi Peserta Pendidikan Profesi Guru (UKPPPG).

Saat UKPPG, guru diminta membuat studi kasus PPG 2025 untuk kelas 6 SD maksimal 500 kata berdasarkan pengalaman nyata dengan bantuan 4 pertanyaan pemantik.

Ketentuan 500 kata dalam studi kasus PPG untuk menjawab keseluruhan pertanyaan.

Bagi bapak/ibu guru yang kesulitan dapat menggunakan contoh studi kasus PPG 2025 untuk SD kelas 6 di bawah ini sebagai referensi.

Berikut contoh 5 studi kasus PPG 2025 untuk kelas 6 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi, dirangkum dari berbagai sumber:

"Anda sebagai seorang guru pasti pernah mengalami permasalahan dalam pembelajaran. Tuliskan pengalaman riil (nyata) Anda maksimal 500 kata, terkait:

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?"

1. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Hasil Belajar Matematika Rendah

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Permasalahan yang pernah saya hadapi adalah hasil belajar pada mata pelajaran Matematika rendah. Matematika selalu menekan pada pelajaran yang lebih fokus pada angka, seringkali guru hanya menerangkan rumus dan memberi contoh melalui ceramah saja dengan cara yang monoton. 

Sehingga banyak siswa yang masih sulit menerima penjelasan guru, tidak dapat memahami apa yang dijelaskan guru yang menyebabkan hasil belajar siswa menurun.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Upaya yang saya lakukan dalam menyelesaikan masalah ini adalah untuk memperbaiki proses hasil belajar siswa melalui model pembelajaran yang inovatif. Termasuk menjadikan peserta didik aktif dalam pembelajaran Matematika dan memberikan pengalaman bermakna pada siswa.

Dalam proses pembelajarannya, guru menggunakan media kartu bilangan dengan diterapkan dalam bentuk permainan yang menyenangkan. Bentuk kartu bilangan yang menarik membuat siswa merasa senang bermain dan secara tidak langsung sudah mempelajari matematika. 

Penggunaan media kartu bilangan, memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari operasi hitung bilangan pecahan. Siswa dan guru dapat memanfaatkan media pembelajaran agar lebih inovatif dan kreatif.

Baca juga: 5 Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 5 SD Sebanyak 500 Kata

  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Hasil dari upaya tersebut adalah dalam proses pembelajaran menggunakan media kartu bilangan, hasil belajar siswa meningkat, siswa menjadi lebih aktif dalam pebelajaran ini. 

Secara tidak langsung, siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran matematika meskipun mereka tidak suka dengan mata pelajaran ini. Sebab dikemas dalam permainan media kartu bilangan, pembelajaran matematika semakin menarik perhatian siswa.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman berharga yang bisa saya petik adalah dalam membuat media kartu bilangan, saya harus berusaha untuk membuat kartu bilangan melalui aplikasi Canva agar dapat menarik perhatian siswa sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dalam mendesainnya.

Namun itu merupakan pengalaman yang paling berharga. Saya juga menjadi lebih aktif dan ahli dalam mendesain kartu bilangan melalui Canva. Selain itu juga pembelajaran yang saya lakukan semakin menarik perhatian siswa, sehingga siswa menjadi lebih termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Kesulitan Siswa Memahami Materi Luas dan Volume Bangun Ruang

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Sebagian besar siswa kelas 6 kesulitan memahami konsep luas dan volume bangun ruang, khususnya kubus dan balok. Mereka hanya menghafal rumus tanpa mampu menerapkannya dalam konteks soal cerita. Nilai latihan harian banyak yang belum tuntas, hanya 45 persen siswa yang mencapai KKM.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Saya menerapkan Understanding by Design (UbD) untuk merancang ulang pembelajaran. Saya menetapkan tujuan akhir pembelajaran: siswa mampu menghitung dan menjelaskan luas dan volume bangun ruang secara kontekstual.

Langkah selanjutnya, saya menggunakan benda konkret seperti kotak kemasan dan kardus kecil untuk menunjukkan bentuk nyata kubus dan balok. Saya juga memberi tugas membuat model bangun ruang dari karton, diikuti penjelasan praktis tentang perhitungan luas dan volume.

  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Pemahaman siswa meningkat signifikan. Dalam evaluasi akhir, 85 persen siswa mencapai KKM. Mereka tidak hanya mampu menghitung, tapi juga menjelaskan secara lisan hubungan antara rumus dan bentuk nyata. Antusiasme siswa juga meningkat karena pembelajaran terasa nyata.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa pembelajaran bermakna lahir dari tujuan yang jelas dan aktivitas yang konkret. UbD membantu saya menyusun alur pembelajaran yang terarah dan berfokus pada pemahaman mendalam.

3. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Siswa Kurang Fokus karena Ketimpangan Latar Belakang Sosial

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Saya menemukan beberapa siswa yang tidak fokus belajar, sering menyendiri, dan tidak terlibat dalam diskusi kelompok. Setelah saya telusuri, mereka berasal dari latar belakang keluarga ekonomi rendah dan merasa tidak percaya diri di kelas.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Saya menerapkan Pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT). Saya memperkuat budaya saling menghargai di kelas melalui diskusi nilai, cerita inspiratif dari berbagai latar belakang, dan aktivitas reflektif. Saya juga memperhatikan gaya komunikasi siswa dan menyesuaikan metode mengajar agar inklusif.

Selain itu, saya sering berdialog secara personal untuk membangun kedekatan dan mengangkat rasa percaya diri mereka.

  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Siswa menjadi lebih aktif dan mulai terlibat dalam kegiatan kelas. Mereka merasa diterima dan mulai menunjukkan kemajuan akademik. Sikap saling menghargai antar siswa juga meningkat.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa pengakuan dan penghargaan terhadap identitas dan latar belakang siswa sangat penting dalam menciptakan kelas yang adil dan ramah.

4. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Mengatasi Rendahnya Keterampilan Berpikir Kritis untuk Transisi ke SMP

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Di kelas 6, saya melihat banyak siswa kesulitan menganalisis dan memecahkan soal cerita HOTS (Higher Order Thinking Skills). Mereka terbiasa dengan soal rutin dan hanya fokus pada rumus. Akibatnya, mereka tampak bingung dan menyerah saat menghadapi masalah yang membutuhkan penalaran, padahal keterampilan ini sangat penting untuk jenjang SMP.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  1. Saya Menerapkan Prinsip Understanding by Design (UbD) dan Pembelajaran Berdiferensiasi.
  • Menentukan Tujuan Akhir (UbD): Saya memulai dengan menetapkan tujuan yang jelas: "Siswa mampu menganalisis dan memecahkan masalah non-rutin."
  • Menentukan Bukti Pembelajaran: Saya membuat rubrik penilaian yang menilai proses berpikir siswa, bukan hanya jawaban akhir. Rubrik ini mencakup langkah-langkah: mengidentifikasi masalah, merencanakan solusi, dan mengevaluasi hasil.

2. Merancang Aktivitas Berdiferensiasi:

  • Untuk semua siswa: Saya menggunakan metode "Think-Pair-Share" untuk setiap soal cerita, memaksa mereka berpikir mandiri, berdiskusi, lalu berbagi.
  • Kelompok Mahir: Saya berikan soal tantangan yang membutuhkan kreativitas.
  • Kelompok Dasar: Saya berikan latihan yang fokus pada pemahaman konteks soal sebelum berhitung.
  • Proyek Mini: Saya tugaskan proyek nyata, seperti "merancang denah kantin yang paling efisien," yang memaksa mereka menerapkan konsep matematika dan berpikir kreatif.

Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat signifikan. Mereka tidak lagi pasif dan berani mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan soal. Diskusi di kelas menjadi lebih hidup dan mereka mampu menjelaskan langkah-langkah pemecahan masalah dengan lebih baik.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

UbD membantu saya merancang pembelajaran yang fokus pada pemahaman mendalam, bukan hafalan. Pembelajaran berdiferensiasi efektif untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa. Saya belajar bahwa guru perlu menjadi fasilitator yang mengajukan pertanyaan pemicu, bukan pemberi jawaban instan.

4. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Mengatasi Kesenjangan Kemampuan Pra-Literasi untuk Teks Akademik

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA, saya menemukan beberapa siswa masih kesulitan membaca teks yang panjang dan kompleks. Kemampuan mereka dalam mengidentifikasi ide pokok, menyimpulkan, dan membedakan fakta dengan opini masih lemah. Kondisi ini membuat mereka tertinggal dalam memahami materi yang lebih abstrak.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  1. Saya Menerapkan Pendekatan Teaching at The Right Level (TaRL).
  • Asesmen Diagnostik Awal: Saya melakukan asesmen untuk memetakan level literasi setiap siswa.
  • Pembagian Kelompok Fleksibel: Saya membagi siswa ke dalam 3 kelompok: (1) Kelompok Lanjut, (2) Kelompok Sedang, dan (3) Kelompok Dasar.

2. Diferensiasi Konten:

  • Kelompok Lanjut: Saya berikan teks asli dari buku pelajaran dan artikel tambahan.
  • Kelompok Sedang: Saya berikan teks yang sedikit disederhanakan dengan penekanan pada kata kunci.
  • Kelompok Dasar: Saya berikan teks yang sangat sederhana dengan banyak gambar dan diagram, lalu dilanjutkan dengan diskusi intensif bersama saya.
  • Sesi "Baca & Pikir": Saya membuat kegiatan "Baca & Pikir" di mana siswa harus membuat peta pikiran, mind map, atau mencatat 3 ide pokok setelah membaca setiap paragraf.

Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Siswa di kelompok dasar menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman teks. Mereka tidak lagi takut membaca teks panjang karena tahu ada panduan visual. 

Sementara itu, siswa di kelompok lanjut tetap tertantang dengan materi yang lebih kompleks. Kesenjangan literasi mulai menyempit.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

TaRL sangat efektif untuk mengatasi kesenjangan literasi yang lebar. Guru perlu memahami level setiap siswa untuk memberikan intervensi yang tepat. Materi yang didiferensiasi dan strategi membaca aktif sangat krusial dalam membangun keterampilan pra-literasi.

5. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 6 SD: Mengatasi Isu Perundungan Siber dan Penggunaan Media Sosial

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Di kelas 6, saya mulai menyadari adanya kasus perundungan siber melalui media sosial. Siswa menyebarkan gosip atau membuat grup untuk mengejek teman. Hal ini menciptakan ketegangan, membuat korban menarik diri, dan mengganggu iklim kelas.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  1. Saya Menerapkan UbD dalam membentuk karakter.
  • Menentukan Tujuan Akhir (UbD): Tujuan saya adalah "Siswa mampu menggunakan media digital secara bijak, etis, dan bertanggung jawab."
  • Menentukan Bukti Pembelajaran: Siswa harus mampu menyusun "kode etik digital" kelas dan membuat komitmen tertulis untuk tidak melakukan perundungan siber.

2. Merancang Aktivitas Belajar:

  • Diskusi dan Studi Kasus: Kami membahas studi kasus tentang perundungan siber yang relevan dengan usia mereka.
  • Membuat "Kode Etik Digital": Bersama-sama, kami menyusun aturan penggunaan gawai dan media sosial yang aman.
  • Kampanye Anti-Perundungan Siber: Siswa membuat poster atau video pendek untuk mengampanyekan pentingnya bersikap baik di dunia maya.
  • Kolaborasi dengan Orang Tua: Saya mengadakan sesi daring dengan orang tua untuk berdiskusi tentang pengawasan gawai dan penggunaan media sosial di rumah.

Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Perilaku perundungan siber berkurang drastis. Siswa menjadi lebih sadar dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial. Mereka juga lebih berani melaporkan jika melihat kasus perundungan. Iklim kelas menjadi lebih aman dan saling menghargai.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pendidikan karakter di era digital sangat krusial. Guru perlu menjadi pembimbing etika digital dan bukan sekadar melarang. UbD efektif untuk merancang program pembentukan karakter yang memiliki tujuan dan bukti nyata. Kolaborasi dengan orang tua adalah kunci untuk keberhasilan.

*) Disclaimer: Contoh studi kasus PPG 2025 sebanyak 500 kata untuk kelas 6 SD dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru yang mengikuti bagi Guru Tertentu dalam UKPPPG 2025.

Beberapa studi kasus PPG 2025 merupakan hasil olah AI, sehingga bapak/ibu guru perlu melakukan modifikasi.

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved