Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Pro-Kontra Siswa Mulai Belajar Tatap Muka, Bagaimana Mitigasi Jika Ada yang Terinfeksi Covid-19?

Pemerintah sudah menerbitkan SKB 4 menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021.

Penulis: Choirul Arifin
TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Kepala Sekolah SMP IT PAPB Semarang, H. Ramelan sedang melakukan pengecekan kesiapan sekolah jika nantinya pembelajaran tatap muka dilaksanakan, Kamis (22/10/20). Selain mempersiapkan ruang kelas berkonsep tematik sesuai protokorel kesehatan pihak sekolah juga menyiapkan fasilitas yang lain seperti dapur sekolah, kantin dan ruang terbuka hijau yang bersih dan aman. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Melalui SKB tersebut, Pemerintah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan pembelajaran tatap muka di sekolah pada Januari mendatang.

Tapi seberapa jauh sekolah-sekolah saat ini siap menjalankan pembelajaran tatap muka? Bagaimana mitigasi risikonya jika ada siswa terkena Covid-19?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menyampaikan, pembelajaran tatap muka berlaku mulai Januari 2021.

Dalam pernyataan resminya, Nadiem Makarim menyatakan kebijakan ini sesuai hasil evaluasi yang dilakukan bersama kementerian terkait serta masukan dari para kepala daerah.

Mendikbud Nadiem Makarim saat luncurkan empat kebijakan merdeka belajar dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).(Kemendikbud)
Mendikbud Nadiem Makarim.  (Kemendikbud)

Nadiem menegaskan, keputusan pemerintah pusat ini adalah berdasarkan permintaan daerah.

Pemerintah daerah diberi wewenang untuk memberi izin pembelajaran tatap muka.

“Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengizinkan pembelajaran tatap muka merupakan permintaan daerah," ujarnya, dikutip dari Kemdikbud.go.id, Jumat (20/11/2020).

Pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara serentak dalam satu wilayah kabupaten/kota atau bertahap per wilayah kecamatan dan/atau desa/kelurahan.

Menurutnya, terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik.

Kendala tumbuh kembang anak serta tekanan psikososial dan kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga turut menjadi pertimbangan.

“Pengambilan kebijakan pada sektor pendidikan harus melalui pertimbangan yang holistik dan selaras dengan pengambilan kebijakan pada sektor lain di daerah,” jelas Nadiem Makarim.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim (Istimewa)

Ia mengingatkan, agar pemerintah daerah menimbang situasi pandemi dengan matang sebelum memberikan izin pembelajaran tatap muka.

Siswa menggunakan fasilitas WiFi gratis saat mengikuti kegiatan pembelajaran jarak jauh di Balai Warga Kelurahan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020). Kelurahan Kuningan Barat menyediakan fasilitas jaringan internet atau WiFi gratis yang dapat digunakan pelajar guna meringankan beban orang tua murid terkait kebutuhan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi Covid-19. Tribunnews/Jeprima
Siswa menggunakan fasilitas WiFi gratis saat mengikuti kegiatan pembelajaran jarak jauh di Balai Warga Kelurahan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020). Kelurahan Kuningan Barat menyediakan fasilitas jaringan internet atau WiFi gratis yang dapat digunakan pelajar guna meringankan beban orang tua murid terkait kebutuhan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi Covid-19. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

"Kendati kewenangan ini diberikan, perlu saya tegaskan bahwa pandemi belum usai."

"Pemerintah daerah tetap harus menekan laju penyebaran virus Corona dan memperhatikan protokol kesehatan,” jelas Mendikbud.

Nadiem menyatakan, prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 tidak berubah.

Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat tetap merupakan prioritas utama.

Sehingga, meski pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh, kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang.

Mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/kanwil/ kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.

“Orang tua memiliki hak penuh untuk menentukan."

"Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh,” ujarnya.

Ia berharap, seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah dalam mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka.

Pemerintah pusat melalui berbagai kementerian atau lembaga menetapkan kebijakan yang berfokus pada daerah.

Kemudian, Satgas Penanganan Covid-19 di daerah memastikan risiko penyebaran Covid-19 terkendali, dan masyarakat sipil dapat bersama-sama mendukung pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.

Kepala Sekolah SMP IT PAPB Semarang, H. Ramelan sedang melakukan pengecekan kesiapan sekolah jika nantinya pembelajaran tatap muka dilaksanakan, Kamis (22/10/20). Selain mempersiapkan ruang kelas berkonsep tematik sesuai protokorel kesehatan pihak sekolah juga menyiapkan fasilitas yang lain seperti dapur sekolah, kantin dan ruang terbuka hijau yang bersih dan aman. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)
Kepala Sekolah SMP IT PAPB Semarang, H. Ramelan sedang melakukan pengecekan kesiapan sekolah jika nantinya pembelajaran tatap muka dilaksanakan, Kamis (22/10/20). Selain mempersiapkan ruang kelas berkonsep tematik sesuai protokorel kesehatan pihak sekolah juga menyiapkan fasilitas yang lain seperti dapur sekolah, kantin dan ruang terbuka hijau yang bersih dan aman. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan pembelajaran sesuai kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerah, kemudian mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka.

Dinas Pendidikan dapat memastikan pemenuhan daftar periksa dan protokol Kesehatan di satuan pendidikan.

Dinas Kesehatan dapat memastikan kesiapan fasilitas pelayanan Kesehatan daerah.

Dinas Perhubungan dapat memastikan ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan.

Baca juga: Belajar Tatap Muka Dimulai Januari 2021, Nadiem Makarim: Kewenangan Diberikan pada Pemerintah Daerah

Sementara itu, satuan pendidikan mempersiapkan kebutuhan protokol Kesehatan dan memfasilitasi pembelajaran.

Guru dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif, serta orang tua atau wali diharapkan aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar.

Baca juga: Dukung Belajar Tatap Muka, Mendagri Minta Perbanyak Testing di Sekolah dan Siapkan Tempat Karantina

“Mari kita bekerja sama untuk memastikan anak dapat terus belajar dengan sehat dan selamat,” kata Nadiem Makarim.

Dampak Negatif ke Anak

Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani mengungkapkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) berkepanjangan dapat berdampak buruk bagi anak-anak.

Evy membeberkan efek negatif terhadap siswa yang terlalu lama tidak mengikuti pembelajaran tatap muka.

"Terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik," ujar Evy dalam webinar Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi, Minggu (22/11/2020).

"Kendala tumbuh kembang anak, serta tekanan siklus sosial, dan kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga menjadi pertimbangan," tambah Evy.

Menurut Evy, meski pemerintah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menggelar pembelajaran tatap muka, namun keselamatan seluruh warga pendidikan tetap menjadi prioritas.

"Prinsip pembelajaran di masa pandemi, prinsip pendidikan di masa pandemi tidak berubah bahwa prioritas utama adalah kesehatan dan keselamatan anak-anak kita, seluruh warga satuan pendidikan, orang tua dan masyarakat secara lebih luas," kata Evy.

Tunggu Vaksinnya Ada Dulu

Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyarankan agar sekolah dibuka setelah vaksin Covid-19 ditemukan dan diproduksi secara massal.

Menurut Satriwan, hal ini dilakukan untuk melindungi warga pendidikan dari penularan virus corona.

"P2G pada intinya meminta kepada para Kepala Daerah, agar sekolah jangan dulu dibuka secara nasional, sampai vaksin Covid-19 sudah diproduksi, melalui semua tahapan uji coba, dan terbukti aman dan halal. Setelah prasyarat ini tercukupi, barulah sekolah bisa dibuka secara nasional bertahap," ujar Satriwan melalui keterangan tertulis, Minggu (22/11/2020).

Satriwan menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebaiknya diteruskan sampai akhir tahun ajaran baru 2020/2021, yakni sampai Juli 2021. PJJ diteruskan dengan sejumlah perbaikan.

Jika sekolah tatap muka kembali, Satriwan mengatakan pembelajaran berpotensi tak akan berjalan efektif dan optimal.

"Hal ini terjadi karena pembelajaran dibagi dua shift, tidak boleh ada kegiatan ekstrakurikuler, tidak boleh ada kegiatan olahraga, kantin ditutup, interaksi siswa antar kelas sangat terbatas, waktu belajar pun terbatas," tutur Satriwan.

"Melihat ketatnya aturan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, interaksi sosial siswa di sekolah juga sangat terbatas dan tak akan optimal, sama halnya dengan di rumah selama PJJ," tambah Satriwan.

Selain itu, Satriwan menilai guru tidak akan bisa optimal mengawasi aktivitas siswa setelah keluar dari gerbang sekolah.

Satriwan kemudian mengingatkan, bulan Desember akan dilaksanakan Pilkada serentak dan adanya liburan akhir semester, Natal, dan Tahun Baru.

"Artinya mobilitas masyarakat makin tinggi dan berpotensi menjadi sebaran baru Covid-19. Bayangkan Januari kemudian sekolah tatap muka dilakukan. Jadi kekhawatiran sekolah akan menjadi kluster terbaru covid-19 sangat beralasan," ujar Satriwan.

Belum Punya Ruang Isolasi Mandiri

Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat mayoritas sekolah di 8 provinsi belum memiliki ruang isolasi darurat sementara Covid-19.

Hal ini berdasarkan data yang didapat komisioner KPAI Retno Listyarti setelah mengunjungi 48 sekolah di 21 kabupaten/kota di 8 provinsi.

Mayoritas sekolah yang dikunjungi Listyarti tidak memiliki ruang isolasi darurat sementara.

"Kecuali di 3 sekolah dari 48 yang saya datangi. Artinya sekolah itu harus ada MoU dengan dinas kesehatan, sehingga didampingi bahwa harus ada ruang isolasi itu," kata Listyarti dalam diskusi bertajuk Ngopi Seksi, Minggu (22/11/2020).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Bidang Pendidikan, Retno Listyarti ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Bidang Pendidikan, Retno Listyarti (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

Pengadaan ruang isolasi darurat sangat diperlukan untuk kondisi ketika seorang siswa datang ternyata suhu tubuhnya di atas 37,3. Maka siswa harus berada di ruang isolasi sementara.

Ruang isolasi darurat sementara idealnya berada di dekat pintu gerbang, sehingga setiap siswa yang suhu tubuhnya di atas 37,3 tidak bisa masuk ke dalam lingkungan sekolah.

"Semisal ada siswa ternyata terinfeksi Covid-19, artinya dia tidak akan menyebarkan ke lingkungan sekolah," kata Listyarti.

Siswa yang suhu tubuhnya di atas 37,3 harus duduk dulu di ruang isolasi darurat selama 30 menit, untuk mengetahui apakah karena di jalan suhunya tinggi atau sebaliknya.

"Nanti diukur lagi, kalau tidak turun akan dihubungi orang tuanya untuk dijemput. Atau, kalau tidak maka akan diurusi tenaga kesehatan yang ada. Itulah mengapa ada jarak meteran antara sekolah dengan fasilitas kesehatan terdekat," ucap Listyarti.

Hal kedua yang tidak ada yakni standar operasional (SOP) kedatangan siswa yang naik kendaraan umum.

SOP itu misalnya adalah ketika berangkat sekolah sebaiknya tidak siswa yang naik kendaraan umum tidak langsung menggunakan seragam.

Seragam disimpan dulu di tas, siswa berangkat pakai baju bebas dan kemudian pakai masker. Menurut Listyarti, hal itu diperlukan untuk memastikan seragam siswa steril dari virus Covid-19.

"Sampai di sekolah dia harus diukur suhu tubuhnya, cuci tangan, dan sekolah seharusnya memiliki disinfektan sehingga dia bisa disemprotkan disinfektan dulu," kata Listyarti.

"Setelah itu dia masuk ruang ganti, berarti harus disiapkan ruang ganti," kata Listyarti lagi.

Dalam hal ini, diharapkan sekolah juga harus melakukan pemetaan untuk anak-anak yang datang ke sekolah dengan kendaraan umum.

Ketika terjadi pemetaan maka akan diketahui siapa saja dan berapa ruang ganti yang dibutuhkan.

Ketika ruang ganti itu digunakan, barulah anak-anak yang naik kendaraan umum itu ganti seragam. Jadi seragam yang masuk ke dalam kelas sudah steril.

"Kita sadar bahwa di luar bisa saja anak terkena, tetapi bagaimana kemudian protokol kesehatan itu membantu," ucap Listyarti.

Yang Pilkada Jangan Buka Dulu

Terkait pembukaan kembali belajar di sekolah metode tatap muka ini, KPAI memberikan empat rekomendasi.

Pertama, KPAI merekomendasikan agar 270 kabupaten/kota yang menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak membuka sekolah pada Januari 2021.

Diyakini akan terjadi lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19 pasca-Pilakda serentak berlangsung.

"Karena ini pasti terjadi lonjakan kasus. Kalau kita ingin melindungi anak-anak dan guru kita, maka jangan buka sekolah dulu pada Januari khusus untuk 270 kabupaten kota yang melakukan Pilkada," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti secara virtual, Minggu (22/11/2020).

Kedua, KPAI merekomendasikan supaya penyiapan pembukaan sekolah melibatkan sinergi dinas kesehatan dan dinas pendidikan terkait dengan pembukaan sekolah.

Berdasarkan temuan KPAI, hanya di tiga daerah yang telah terjadi sinergi antara dinas pendidikan dan dinas kesehatan terkait pembukaan sekolah.

Ketiga, KPAI merekomendasikan pemenuhan protokol kesehatan di sekolah bisa dilakukan secara rinci.

Artinya, pemenuhan protokol kesehatan mulai dari layanan BK, layanan perpustakaan dan lain-lain.

"Dari seluruh sekolah yang kami datangi, hanya satu sekolah yang SOP lengkap dari 48 sekolah. Itu sebenarnya mulai dari 15 protokol kesehatan," kata Listyarti.

"Kami berharap semua itu dipenuhi oleh sekolah, dan kami sudah mensosialisasikan kepada teman-teman dinas pendidikan," sambung dia.

Keempat KPAI merekomendasikan agar materi pembelajaran diperhatikan dengan seksama.

Tidak semua bisa menerapkan pembelajaran tatap muka, maka harus blended Pendidikan jarak jauh (PJJ) dan PTM.

Khusus PTM KPAI berharap dinas pendidikan dan sekolah untuk segera menyisir materi mana yang masuk kategori sulit dan sangat sulit, dengan materi sedang dan mudah.

Materi sedang dan mudah berikan saat PJJ, sementara materi yang sulit dan sangat sulit diberikan pada saat PTM.

"Kalau memang PJJ dan PTM ini, kita jangan sampai saat PTM ngasih tugas gurunya. Jadi PTM itu fokus kepada materi saja, dialog, dialogis, interaksi antara guru dan murid sehingga menurunkan stress yang dialami anak-anak," tegas Listyarti.

KPAI turut meminta ada uji coba sebelum PTM benar-benar dilakukan.

Uji coba baiknya dimulai dari jumlah seperempat siswa.

"Karena yang pertama kita adalah mendidik dan mendisiplinkan, itu sulit banget untuk patuh. Guru-guru juga harus siap, guru nurunin masker ketika menerangkan, anak-anak itu menurunkan juga itu," katanya.

"Jadi pakai masker sambil menerangkan pun harus guru-guru itu berlatih," ujarnya.

Laporan reporter Tribunnews: Fahdi Faflevi/Lusius Genik/Nuryanti

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved