Selasa, 7 Oktober 2025

Di Swiss, 70 Persen Lulusan SMA Pilih Melanjutkan ke Pendidikan Vokasi

Muliaman D Hadad berharap kualitas dan produktivitas sumber daya manusia tidak menjadi missing link dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Narasumber seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia: Implementasi Pembelajaran Dual System, di Kampus Universitas Prasetiya Mulya Jakarta, Rabu (17/7/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar RI untuk Swiss, Muliaman D Hadad mengatakan, untuk menjalankan program vokasi, Indonesia bisa belajar dari Swiss.

Untuk kesuksesannya, peran swasta sangat dominan juga  persepsi orangtua.

Di swiss 70 persen lulusan SMA tidak ke universitas tapi ke pendidikan vokasi.

"Ini  berbeda dengan kita yang bayak ke pendiidkan ke universitas," kata Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman D Hadad saat seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia: Implementasi Pembelajaran Dual System, di Kampus Universitas Prasetiya Mulya Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Orangtua jangan berpikir yang ke pendidikan vokasi dia jadi inferior karena banyak CEO dan pengusaha-pengusaha besar di Swiss merupakan lulusan pendidikan vokasi.

"Untuk itu, penting untuk kita cek lagi dengan infrastruktur yang ada apa yang bisa dimanfaatkan  dan terbangun ekosismem yang lebih komplit dan kuat seperti yang terjadi di Swiss dengan koordinasi kemeterian yang baik," katanya.

Baca: Polisi Periksa Kadis Pendidikan Tangsel Terkait Laporan Dugaan Pungli di Sekolah

Ia menyebut, sekolah vokasi itu 3 hari sekoah di pabrik,  satu setengah hari di sekolahan dalam pelajaran itu sehingga lebih banyak kerja operasional itulah sekolah vokasi termasuk juga kesepakatan dosen dan guru.

Muliaman D Hadad berharap kualitas dan produktivitas sumber daya manusia tidak menjadi missing link dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia.

Menurutnya, pendidikan vokasi yang dapat menjadi solusi, masih menghadapi beberapa tantangan, seperti masih kuatnya anggapan para orangtua bahwa jalur pendidikan ini hanyalah pilihan kesekian bagi anak-anaknya.

"Kemudian, keengganan sektor privat mempekerjakan para lulusan vokasi. Dengan kata lain, ekosistemnya belum terbangun sempurna," katanya.

Langkah China yang tengah mereformasi pendidikan vokasi, diantaranya dengan memfungsikan National Vocational Education Steering Committee, dinilai Muliaman dapat menjadi referensi bagi Indonesia.

Swiss menjadi mitra penting merevitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia disebabkan penerapan dual vocational education and training yang mereka terapkan mampu menghasilkan pekerja usia muda yang produktif sekaligus kompetitif.

Baca: Viral Susunan Menteri-menteri Jokowi-Maruf Berlogo Garuda, Ketua TKN Pastikan Hoaks & Tak Ada Rapat

Tercermin dari angka pengangguran pekerja muda yang kecil dan peringkat tertinggi yang mampu dicapai negara ini dalam Global Competitiveness Index lansiran World Economic Forum. 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir yang hadir sebagai pembicara kunci menyampaikan, revitalisasi akan terfokus pada lembaga pendidikan vokasi yang telah ada berikut pembenahan kurikulum, fasilitas dan infrastruktur, berikut kualitas tenaga pendidik,

“Sehingga para lulusan pendidikan tinggi vokasi tidak saja memegang ijazah, namun memiliki pula sertifikat kompetensi. Jangan sampai para lulusan memiliki ijazah, tapi tidak kompeten," katanya.

Dengan begitu, nantinya sebelum bekerja, mereka tidak lagi ditanya berasal dari perguruan tinggi mana, tapi cukup ditanya apa sertifikat kompetensi yang dimiliki,” ujar Menristekdikti.

Baca: Wali Kota Tangerang Tanggapi Sindiran Menkumham Soal Izin Lahan Gedung Kampus

Senada dengan Menristekdikti tentang sertifikat kompentensi, Sulistiyanto mengatakan pihaknya menyambut baik kebijakan pemerintah memberlakukan super tax deductible atau insentif fiskal dalam bentuk keringanan pajak bagi industri yang berinvestasi pada pendidikan vokasi, serta aktivitas penelitian dan pengembangan.

“Harapannya, seluruh inisatif perusahaan dalam pendidikan vokasi yang menghasilkan lulusan tersertifikasi, berkesempatan mendapatkan insentif tadi.”

Dalam praktiknya, dual system melibatkan sektor industri dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang memadukan pembelajaran teori sebanyak 30 persen dan 70 persen berupa praktik di lingkungan kerja, sesuai kebutuhan industri terkait.

Chairman of Swiss Federal Institute for Vocational Education &Training (SFIVET), Gnaegi Philippe yang hadir sebagai pembicara mengatakan, hadirnya negara bersama sektor privat akan menghasilkan sistem pendidikan vokasi yang efektif, sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved