Kamis, 2 Oktober 2025

Kendaraan Listrik

Usai Anies Baswedan, Kini Anggota DPR Ramai-ramai Kritik Subsidi Kendaraan Listrik

Belanja pemerintah sepatutnya ditingkatkan untuk membangun pemerataan ekonomi masyarakat.

TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
Besaran insentif motor listrik Rp 7 juta per unit, mobil listrik masih dihitung pemerintah. Berlaku mulai 20 Maret 2023 hingga Desember 2023. Satu NIK hanya bisa satu kali pembelian kendaraan listrik dengan insentif dari pemerintah. TRIBUNNEWS 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah memberikan insentif atau subsidi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB) mendapat kritikan dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hal tersebut diutarakan para anggota DPR yang mewakili fraksinya saat Rapat Paripurna DPR RI Ke-24, Selasa (23/5/2023).

Diketahui, pemerintah memberikan subsidi senilai Rp 7 juta bagi pembelian motor listrik.

Baca juga: Kemenko Marves Ungkap Alasan Pemberian Insentif Kendaraan Listrik

Sedangkan untuk pembelian mobil listrik hanya dikenakan tarif PPN sebesar 1 persen.

Anggota DPR Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo mengatakan, pemberian insentif kendaraan listrik itu dinilai tidak tepat sasaran.

Menurutnya, subsidi kendaraan listrik itu lebih baik diterapkan pada transportasi umum yang dampaknya terasa langsung kepada masyarakat.

"Subsidi listrik, lebih baik diarahkan pemerintah untuk memberikan subsidi pada transportasi umum yang digunakan masyarakat kelas bawah," kata Eko.

Hal serupa disampaikan Anggota DPR Fraksi Nasdem, Fauzi Amro menambahkan, belanja pemerintah sepatutnya ditingkatkan untuk membangun pemerataan ekonomi masyarakat.

"Menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan dan pangan pada umumnya. Dibanding melontarkan subsidi untuk kepentingan kendaraan listrik ataupun subsidi tambang," jelasnya.

Sementara itu, Anggota DPR sekaligus juru bicara Fraksi Demokrat Rizki Aulia mengatakan, anggaran pemerintah terhadap subsidi kendaraan listrik justru kontraproduktif.

"Kami memandang pemberian subsidi untuk kendaraan listrik pribadi justru kontraproduktif. Karena seolah-olah subsidi ini diberikan kepada pengusaha, dan masyarakat yang mampu. Bukan kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah," jelasnya.

Kemudian, Fraksi PKS yang dibacakan oleh Andi Akmal Pasluddin menyampaikan, pemberian insentif untuk mobil listrik sebagai pemborosan.

"Besarnya insentif perpajakan dan subsidi yang diberikan kepada kendaraan mobil listrik hanya akan dinikmati oleh segelintir pelaku dan konsumen kelas atas. Tujuan insentif ini juga tidak sentuh tujuan afirmatif belanja perpajakan," kata Andi.

Sejalan dengan fraksi lainnya, PKS pun berharap pemerintah bisa mengalihkan subsidi untuk kendaraan listrik tersebut untuk memperbanyak bantuan kepada masyarakat kecil.

"Fraksi PKS mendorong agar insentif perpajakan diarahkan dorong afirmasi ke masyarakat kecil seperti honor relawan, kader posyandu, relawan jumantik, relawan keluarga berencana, dan relawan sosial lainnya yang dibiayai APBN dan APBD tidak dipotong pajak atau pungutan lainnya," paparnya.

Selanjutnya, Anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu yang menilai, seharusnya subsidi bisa dialihkan untuk memajukan sektor industri lain yang lebih krusial bagi tanah air.

Menurutnya, di samping industri kendaraan listrik ada lebih dari 65 persen lapangan usaha yang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB), di antaranya sektor pertanian, perikanan, pertambangan, industri konstruksi, perdagangan, hingga transportasi.

"Oleh karena itu pertumbuhan pada sektor ekonomi negara tersebut butuh intervensi pemerintah, intervensi jangan hanya mobil listrik saja, tapi pada sektor-sektor kerakyatan," kata Masinton.

Salah Langkah

Sebelumnya bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan mengkritik kebijakan subsidi mobil listrik, di mana pemerintah telah salah langkah mengatasi persoalana polusi udara.

Anies menyebut, solusi untuk menghadapi tantangan lingkungan bukan dengan cara memberi subsidi mobil listrik.

Hal itu dikatakan Anies dalam pidato politik bertema 'Meluruskan Jalan, Menghadirkan Keadilan' di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).

Baca juga: Insentif Konversi Motor Listrik Rp 7 Juta, Kementerian ESDM: Target 50 Ribu Unit di 2023

"Soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," kata Anies.

Lagi pula, kata Anies, penggunaan kendaraan listrik akan lebih baik jika berfokus pada kendaraan umum berbasis listrik.

"Kalau kita hitung apalagi ini contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik perkapita perkilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," ucapnya.

"Emisi perkilometer perkapita untuk mobil listrik dibandingkan dengan bus berbasis BBM. Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit," imbuhnya.

Selain itu dengan pengalaman Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, kendaraan pribadi listrik justru menambah kemacetan lantaran tidak menggantikan mobil berbasis bahan bakar fosil.

"Kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," pungkasnya.

Kontribusi Sebagai Komunitas Global

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, kebijakan kendaraan elektrifikasi merupakan bagian dari kontribusi Indonesia sebagai komunitas global.

"Ya kita EV (Electric Vehicle) ini kan pada dasarnya untuk mengurangi emisi, sebagai komunitas global kita punya komitmen zero emisi pada 2060. Nah ini bagian yang tidak terlepaskan dari upaya kita untuk itu," tutur Agus, Selasa (9/5/2023).

Baca juga: Insentif Mobil Listrik Diketok, Wuling Siap Tambah Produksi

Agus menerangkan, pengembangan industri EV dalam negeri juga membuka peluang besar dalam menciptakan tenaga kerja.

Subsidi yang diberikan otomatis akan mendongkrak permintaan terhadap EV, sehingga kesempatan kerja akan semakin lebar bagi masyarakat.

"Kita tidak boleh lupa bahwa pengembangan industri EV di Indonesia juga akan menciptakan tenaga kerja yang cukup tinggi di Indonesia dan bisa memanfaatkan program hilirisasi yaitu nikel yang sekarang sedang dijalankan oleh pemerintah," ungkap Menperin.

Agus menambahkan, masalah pengembangan industri elektrifikasi di Tanah Air hingga turunannya tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi, sehingga banyak sudut pandang yang bisa digunakan.

"Jadi kalau kita melihat pengembangan industri EV itu jangan dilihat dari satu faktor saja, tapi faktor secara utuh harus kita lihat karena ekosistem itu juga kita bentuk dan manfaat, serta tujuan yang saya sampaikan tadi tidak bisa dilihat dari satu faktor saja," ucap Menperin.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved