Aturan Soal Kendaraan Listrik, Rifat Sungkar Sindir Pemprov DKI Kurang Studi
Rifat Sungkar melihat Pemprov DKI kurang paham terhadap langkah yang diambil untuk mendukung percepatan kendaraan listrik di Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Peraturan Gubernur (Pergub) No 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan sudah mulai berlaku sejak 15 Januari 2020.
Sayangnya, Pergub ini hanya berlaku untuk kendaraan listrik saja. Kendaraan plug-in hybrid tak akan mendapat keringanan.
Berkaca dari Pergub ini, Brand Ambassador Mitsubishi Motors di Indonesia, Rifat Sungkar melihat Pemprov DKI kurang paham terhadap langkah yang diambil untuk mendukung percepatan kendaraan listrik di Indonesia.
Baca: Rifat Sungkar Beberkan Alasan Mitsubishi Outlander PHEV Gendong Mesin 2.400 cc
"Ini perlu disosialisasikan oleh semuanya karena ini seperti ada kekurangpahaman bahwa di sini seakan-akan mobil PHEV adalah mobil yang punya knalpot jadi berkontribusi untuk polusi," tutur Rifat saat bincang santai di Eat and Meet, Banyuwangi, Senin (3/2/2020).
Rifat mengungkap meski memiliki knalpot, mobil PHEV tetap tak banyak menyumbang polusi.
"Padahal setelah pembicaraan panjang lebar mereka itu ngga pernah sadar bahwa mesin yang ada di dalam mobil PHEV rpm-nya ngga pernah naik. Jadi kalau kita ngegasnya tinggi pun rpm-nya segitu aja. Jadi ada satu mobil berpolusi dan satu mobil tidak berpolusi. Mereka ngga peduli gitu di tengah-tengah," sambungnya.
PHEV dinilai menjadi kendaraan yang cocok untuk Indonesia dalam masa transisi ke kendaraan listrik.
Terlebih saat ini, infrastruktur khusus kendaraan listrik masih terbatas.
Oleh karenanya, Rifat menilai seharusnya Pergub juga memberikan insentif terhadap kendaraan-kendaraan PHEV.
"PHEV betul-betul menjadi satu energi yang perlu dikembangkan. Kita ngga bakal tunggu kapan insfrastruktur ini bisa ada dan mobilnya ada juga," jelasnya.
Brand Ambassador Mitsubishi Motor Indonesia ini juga mengatakan bahwa dirinya mendukung 100 persen Pergub yang berlaku.
"Dengan percepatan Pergub ini, saya 100 persen mendukung. Tapi perlu mohon diperhatikan juga bahwa ngga selamanya hanya ada si A dan si B, karena teknologi itu kan ada transisinya ditengahnya. Nah transisi yang memberikan solusi malah tidak diperhatikan," terang Rifat.
Rifat menegaskan bahwa mobil PHEV memiliki pembakaran yang sangat efisien sehingga mobil menjadi irit bahan bakar.
"Dengan PHEV konsumsi bahan bakar akan sanga berkurang karena irit. Jadi kan polusi udaranya bisa dikurangi. Polusi udara akan tinggi jika rpm-nya tinggi," ungkapnya.
Pembalap mobil ini berharap solusi seperti mobil PHEV sebagai kendaraan transisi lebih diperhatikan.
"Solusi seperti ini mudah-mudahan bisa lebih didengarkan lagi. Kalau ada insentif, kan kita bisa berkontribusi juga untuk kebaikan udara di Indonesia," jelasnya.