Senin, 29 September 2025

Ternyata 99,5 Persen Investor Kripto Tak Bayar Pajak pada 2022

Diperkirakan hanya 0,53 persen investor kripto secara global yang membayar pajak atas aset mereka pada 2022.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Bloomberg
Perusahaan pajak kripto Swedia Divly merilis laporan baru yang memperkirakan hanya 0,53 persen investor kripto secara global yang membayar pajak atas aset mereka pada 2022. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, STOCKHOLM - Perusahaan pajak kripto Swedia Divly merilis laporan baru yang memperkirakan hanya 0,53 persen investor kripto secara global yang membayar pajak atas aset mereka pada 2022.

Dikutip dari Cointelegraph, laporan yang diterbitkan pada tanggal 5 April, menghasilkan estimasi tersebut setelah menganalisis hubungan antara jumlah orang yang mendeklarasikan mata uang kripto dalam pengembalian pajak mereka dan volume pencarian kata kunci terkait pajak kripto di berbagai negara.

Laporan ini juga menggunakan data jumlah pemegang kripto di setiap negara menurut Statista's Global Cryptocurrency Report dalam perhitungannya.

Dalam laporannya, Divly memperkirakan Finlandia memiliki proporsi investor kripto tertinggi yang membayar pajak yang diwajibkan untuk kripto pada 2022 sebesar 4,09 persen, kemudian diikuti Australia dengan 3,65 persen.

Amerika Serikat berada di peringkat ke-10 dalam daftar tersebut, dengan perkiraan 1,62 persen pemegang kripto yang membayar pajak, sementara India, Indonesia, dan Filipina memiliki tingkat investor kripto yang membayar pajak terendah, masing-masing hanya 0,07 persen, 0,04 persen, dan 0,03 persen.

Namun, metodologi yang digunakan Divly untuk mendapatkan estimasi tersebut dipertanyakan pakar pajak.

Laporan itu sendiri mengkualifikasikan hasilnya dengan mencatat bahwa data volume pencarian di internet mungkin tidak secara akurat mencerminkan jumlah pembayar pajak kripto yang sebenarnya, karena tidak semua orang yang membayar pajak mencari informasi terkait pajak kripto secara online.

Asumsi lain dalam metodologi ini adalah jumlah pencarian yang terkait dengan pelaporan pajak kripto tidak berbeda di berbagai negara.

Baca juga: Dampak Keruntuhan SVB, Investor Kripto Beralih ke Bursa Terdesentralisasi

Selain itu, penelitian ini juga memperingatkan bahwa ada potensi bias terhadap negara-negara dengan aksesibilitas internet yang lebih besar dan data volume pencarian yang lebih akurat.

Kepala pajak global di perangkat lunak pajak kripto Koinly, Danny Talwar, juga meragukan hasil laporan tersebut

"Kemungkinan 99,5 persen tidak mencerminkan negara-negara yang memiliki panduan pajak kripto khusus dan persyaratan kepatuhan yang ketat seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan India," katanya.

Baca juga: Imbas Bear Market Jumlah Investor Kripto Global Anjlok 95 Persen di Sepanjang 2022

Akuntan Chartered Greg Valles, anggota dewan Blockchain Australia, mengaku dia tidak dapat "mengatakan secara meyakinkan bahwa metodologi tersebut 100 persen akurat".

Kedua pakar pajak tersebut mencatat, adanya upaya pencocokan dan pengawasan data pemerintah berarti semakin sulit untuk menghindari pajak kripto.

Valles mengatakan, seiring dengan semakin canggihnya teknologi pemerintah, akan semakin mudah untuk mendeteksi siapa pun yang tidak patuh dan dia memperingatkan kepada mereka yang gagal melaporkan keuntungan kripto mereka sekarang, berisiko dikejar-kejar untuk melakukan pembayaran pajak.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan