Senin, 29 September 2025

Mengingat Kata Fadli Zon Menyangkal Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Berujung Digugat ke PTUN

Fadli Zon digugat ke PTUN imbas pernyataannya yang sempat menyangkal terjadinya pemerkosaan dalam tragedi Mei 1998.

tribunnews.com
DIGUGAT KE PTUN - Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Dirinya digugat ke PTUN oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas pada Kamis (11/9/2025). Gugatan itu terkait pernyataan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal saat Tragedi Mei 1998. Dia dianggap telah melampaui kewenangan sebagan Menbud terkait komentarnya soal pemerkosaan massal Mei 1998. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, yang dianggap menyangkal terjadinya pemerkosaan massal saat Tragedi Mei 1998 berujung gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Adapun penyangkalan Fadli Zon ini disampaikannya saat diwawancarai dalam siniar atau podcast IDN Times pada 8 Juni 2025 lalu.

Fadli Zon mengatakan dalam wawancara tersebut bahwa tidak ada data yang menunjukkan terjadinya pemerkosaan massal saat Mei 1998.

Dia pun meminta data pemerkosaan massal tersebut apabila memang ada.

Sementara, konteks pernyataan Fadli Zon ini adalah seusai ditanya terkait penulisan ulang sejarah Indonesia yang dinilai minim membahas sejarah perempuan.

"Kalau itu menjadi domain kepada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita gak pernah tahu, ada nggak fakta keras kalau itu kita bisa berdebat."

"Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Gak pernah ada," katanya dikutip dari YouTube IDN Times.

Baca juga: Koalisi Sipil Gugat Fadli Zon ke PTUN, Pernyataan Soal Pemerkosaan Massal 1998 Dinilai Langgar HAM

Fadli Zon Digugat ke PTUN, Dianggap Lampaui Kewenangan

Babak baru imbas pernyataan Fadli Zon pun terjadi di mana dirinya dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas ke PTUN.

"Hari ini kami telah melayangkan gugatan kepada Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dengan nomor register perkara yang telah terdaftar melalui nomor perkara 303/G/2025/PTUN-JKT yang telah kami daftarkan di PTUN Jakarta hari ini secara langsung," kata salah satu anggota tim kuasa hukum penggugat, Jane Rosalina pada Kamis (11/9/2025), dikutip dari YouTube KontraS.

Meski bukan dalam konteks wawancara dengan IDN Times, Jane menuturkan gugatan tersebut masih berkaitan dengan pernyataan Fadli Zon yang dianggap menyangkal terjadinya pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998.

Adapun pernyataan Fadli Zon itu dirilis oleh Kementerian Kebudayaan pada 16 Juni 2025.

Politikus Gerindra itu menyebut bahwa laporan TGPF terkait pemerkosaan massal hanya berisi angkat tanpa ada dukungan bukti yang kuat. Selain itu, dia juga mengingatkan agar tidak mempermalukan bangsa sendiri dalam membicarakan peristiwa Mei 1998.

Koalisi Masyarakat Sipil, kata Jane, menganggap Fadli Zon telah melampaui kewenangannya sebagai Menteri Kebudayaan lewat komentarnya tersebut.

Tak cuma itu, penggugat juga menganggap Fadli Zon telah melanggar sejumlah aturan seperti UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Kementerian Kebudayaan sendiri tidak ada kaitannya dengan upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat," ujar Jane.

Dalam gugatannya, koalisi juga meminta agar pemeriksaan gugatan dilakukan oleh hakim dengan jenis kelami perempuan dan memiliki perspektif gender.

Pasalnya, hal tersebut diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 serta UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Penunjukkan majelis hakim yang berperspektif gender bukanlah pilihan subjektif kami para penggugat atau pengacara hukum," kata Jane.

Jane mengatakan penggugat menganggap gugatan ini penting karena Fadli Zon dinilai telah menyampaikan informasi menyesatkan dan membuat munculnya potensi menghalangi proses hukum atas kasu pelanggaran HAM berat pada Tragedi Mei 1998.

Selain itu, dia juga mengungkapkan gugatan ini menjadi pengingat bagi pejabat publik seperti Fadli Zon untuk tidak seenaknya dalam menyampaikan pernyataan ke publik, khususnya ketika mengomentari kasus sensitif seperti pelanggaran HAM berat.

“Gugatan ini penting untuk dilakukan sebagai bentuk kecaman agar pejabat pemerintah sebagai badan publik tidak semena-mena untuk menyatakan suatu pernyataan di muka umum, apalagi ini berkaitan dengan konteks penanganan kasus pelanggaran HAM berat," kata dia.

Fadli Bantah Temuan TPGF

Baca juga: Dikecam Politisi PDIP Soal Pemerkosaan Massal 98, Fadli Zon Bela Diri: Bukan Maksud Saya Mereduksi

Fadli mengaku telah membantah terkait temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk di era Presiden BJ Habibie soal pemerkosaan massal saat Mei 1998.

Dia justru menegaskan perlunya adanya fakta sejarah yang bisa mempersatukan bangsa.

"Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," katanya.

Pasca pernyataannya tersebut, Fadli Zon pun sempat didesak meminta maaf kepada publik oleh sejarawan terkait perempuan, Ita Fatia Nadia.

Ita mengungkapkan pernyataan Fadli tersebut menjadi wujud pejabat yang telah melakukan kebohongan publik.

Padahal, fakta adanya pemerkosaan terhadap perempuan saat Mei 1998 tertulis dalam buku sejarah dan temuan dari tim gabungan pencari fakta (TGPF) era Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.

"Apa yang dikatakan Fadli Zon adalah dusta. Fakta perkosaan massal tertulis jelas di Buku Sejarah Nasional Jilid 6 halaman 699, termasuk temuan TGPF yang diserahkan ke Presiden Habibie," ujarnya dalam pertemuan daring di YouTube Koalisi Perempuan Indonesia pada 13 Juni 2025 lalu.

Bahkan, temuan TGPF tersebut merupakan tonggak awal mula berdirinya lembaga independen seperti Komnas Perempuan.

Ita mengungkapkan pernyataan Fadli tersebut juga wujud pembangkangan terhadap negara.

Pasalnya, sambung Ita, tragedi Mei 1998 termasuk dengan segala peristiwa di dalamnya seperti pemerkosaan massal sudah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat.

"Presiden Jokowi pun ada 2023 menetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Mei 1998, melalui rekomendasi PP HAM. Fadli sebagai menteri justru mengingkari keputusan negara," jelasnya.

Ita juga mengungkapkan kematian aktivis perempuan sekaligus korban pemerkosaan Mei 1998 yang bernama Ita Martadinata menjadi bukti adanya tindakan amoral tersebut.

Bahkan, dia juga mengaku ada sejumlah korban menghubunginya untuk bertanya apakah perlu untuk bertestimoni terkait peristiwa pemerkosaan yang dialaminya.

Menurutnya, beragam fakta tersebut menjadi bukti bahwa peristiwa pemerkosaan saat tragedi Mei 1998 benar-benar terjadi.

Sehingga, dia mendesak agar Fadli meminta maaf terkait pernyataannya yang menyebut tidak adanya pemerkosaan pada Mei 1998.

"Fadli bahkan membantah temuan TGPF yang diakui negara. Ini bentuk pengkhianatan terhadap korban," ujarnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan