Soal Laporan TNI terhadap Ferry Irwandi, UU ITE Mengatur Tak Berlaku Bagi Institusi
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengatakan rencana tersebut terbentur pada aturan hukum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Satuan Siber (Satsiber) TNI melaporkan CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, terkait dugaan tindak pidana ke Polda Metro Jaya menuai sorotan.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengatakan rencana tersebut terbentur pada aturan hukum.
Fian menegaskan dugaan pencemaran nama baik tidak bisa dilaporkan oleh institusi.
Hal itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa laporan pencemaran nama baik harus diajukan secara pribadi.
Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau yang disingkat Satsiber TNI adalah unit khusus di bawah naungan Markas Besar (Mabes) TNI yang bertanggung jawab langsung kepada Panglima TNI.
“Harus pribadi kalau pencemaran nama baik,” ujar Fian saat ditemui di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Selasa (9/9/2025).
Bagaimana aturannya?
Aturan perihal menyerang kehormatan atau nama baik tertuang dalam Pasal 27A UU ITE yang mulanya berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik."
Selain itu, pengaturan lanjutan tertuang dalam Pasal 45 Ayat (4) UU ITE yang semula berbunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp4O0.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."
Namun demikian, Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 mengubah norma Pasal dalam UU ITE tersebut yang pada intinya menyatakan, Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak berlaku bagi sejumlah pihak.
Diantaranya lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
Sidang pembacaan putusan a quo digelar di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta, pada Selasa (29/4/2025).
Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dan juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan”.
Selain itu, Mahkamah juga menyatakan frasa "suatu hal" dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang".
"Menyatakan frasa "mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu" dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "hanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang secara substantif memuat tindakan/penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum yang menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan".
Dalam pertimbangan hukum putusan 105/PUU-XXII/2024, Mahkamah memandang penting adanya penegasan konstitusionalitas frasa "orang lain" dalam norma Pasal 27A UU ITE.
Hal itu agar memberikan kejelasan pemenuhan kewajiban negara dalam melindungi, memajukan, menegakkan serta memenuhi hak asasi manusia.
Hakim Arief Hidayat mengatakan dalam negara demokrasi, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan atau tindakan orang lain.
Ia melanjutkan pada dasarnya kritik dalam kaitan dengan Pasal 27A UU ITE merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
"In casu terhadap kebijakan pemerintah untuk kepentingan masyarakat, merupakan hal yang sangat penting sebagai sarana penyeimbang atau salah satu sarana kontrol publik yang justru harus dijamin dalam negara hukum yang demokratis," ucap Arief.
Ia menuturkan, terbelenggunya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, justru akan mengikis fungsi kontrol atau pengawasan yang merupakan keniscayaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
TNI Soal Dugaan Tindak Pidana Ferry Irwandi
Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring menyambangi Gedung Promoter Polda Metro Jaya di Jakarta Selatan, Senin (8/9/2025) sore.
Pihaknya datang bersama Danpuspom TNI, Kababinkum TNI dan Kapuspen TNI.
Kepada wartawan, Brigjen Juinta menyebutnmaksud kedatangannya untuk konsultasi dengan Polda Metro Jaya.
"Kehadiran kami di Polda Metro Jaya selain bersilauturahmi dengan sahabat-sahabat kami, teman-teman kami yang ada di sini, kami juga tadi telah melakukan konsultasi dengan saudara-saudara kami di Polda Metro Jaya," ucapnya.
Brigjen Juanta menuturkan dari hasil patri Siber TNI menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry Irwandi.
Ferry Irwandi sendiri dikenal sebagai CEO Malaka Project dan Youtuber.
Belakang Ferry Irwandi kerap tampil menyuarakan 17+8 Tuntutan Rakyat.
"Saya ulangi, kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi," imbuhnya.
Brigjen Juanta menambahkan atas dugaan tindak pidana tersebut TNI akan melakukan langkah-langkah hukum.
UU Tapera Dibatalkan, tapi ASN Serta TNI dan Polri Masih Wajib Bayar Iuran |
![]() |
---|
Haykal Kamil Tekankan Kasus Pemukulan Staf Zaskia Adya Mecca Murni Ulah Oknum, Bukan Institusi |
![]() |
---|
Haykal Kamil Pastikan Kasus Pemukulan Staf Zaskia Adya Mecca Ditangani Serius oleh POM |
![]() |
---|
Anak Zaskia Adya Mecca Trauma Lihat Penganiayaan, Sempat Takut Pergi Sekolah |
![]() |
---|
Zaskia Mecca, Hanung Bramantyo, dan Faisal Ogah Berdamai dengan Oknum TNI Pelaku Kekerasan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.