Kasus Suap di Inhutani
Duduk Perkara Kasus Suap yang Seret Dirut Inhutani V: Berawal dari Kerja Sama, Minta Jeep Rubicon
Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, jadi tersangka dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan, ini duduk perkaranya.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan.
PT Eksploitasi dan Industri Hutan V atau disingkat Inhutani V, adalah anak usaha Perhutani yang bergerak di bidang kehutanan.
Dicky Yuana Rady menjabat sebagai Direktur Utama PT Inhutani V sejak 26 Maret 2021.
KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) sebagai pihak pemberi suap; dan Aditya (ADT), staf perizinan dari SB Grup yang turut serta dalam penyuapan.
Penetapan ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK pada Rabu (13/8/2025).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan kasus ini merupakan bukti kerentanan sektor sumber daya alam, khususnya kehutanan, terhadap praktik korupsi.
KPK pun menyoroti bagaimana suap dalam perizinan dapat merugikan negara dan mengabaikan tata kelola lingkungan yang baik.
"Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan menemukan sedikitnya dua alat bukti yang cukup, kami menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tiga orang tersangka," katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Duduk Perkara
Kasus ini berawal dari kerja sama pengelolaan kawasan hutan seluas lebih dari 55.000 hektare di Lampung antara PT Inhutani V dan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML).
PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) adalah perusahaan yang bergerak di bidang hutan tanaman industri (HTI).
Baca juga: Sosok Dirut PT Inhutani V Dicky Yuana Rady yang Jadi Tersangka KPK, Diduga Terima Suap Rp 2,4 Miliar
Meskipun PT PML memiliki tunggakan kewajiban sejak 2018 dan bahkan kalah dalam sengketa hukum di Mahkamah Agung yang mengharuskannya membayar ganti rugi Rp3,4 miliar, perusahaan tersebut tetap berupaya melanjutkan kerja sama.
Untuk memuluskan rencana tersebut, serangkaian lobi dan pemberian uang dilakukan.
Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, diduga menerima Rp100 juta pada Agustus 2024 lalu untuk keperluan pribadi.
Suap ini diberikan agar Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) dan menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang mengakomodir kepentingan PT PML.
Suap ini juga bertujuan untuk "memoles" laporan keuangan PT Inhutani V.
Dengan rekayasa bukti setor dari PT PML, laporan keuangan perusahaan BUMN tersebut berubah dari "merah" menjadi "hijau", sehingga mengamankan posisi Dicky sebagai direktur utama.
Dirut PT Inhutani V Minta Jeep Rubicon
Salah satu pemicu utama dalam rangkaian suap ini adalah permintaan satu unit mobil Rubicon oleh Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, kepada Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), Djunaidi (DJN).
Permintaan itu disampaikan saat keduanya bertemu di sebuah lapangan golf di Jakarta.
Rubicon adalah varian dari mobil Jeep Wrangler, yang dikenal sebagai mobil SUV tangguh dengan kemampuan off-road yang mumpuni.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pertemuan di lapangan golf pada Juli 2025 itu menjadi momen krusial.
"Dalam pertemuan tersebut, DIC meminta mobil baru kepada DJN. Kemudian DJN menyanggupi keinginan DIC untuk membeli satu unit mobil baru tersebut," kata Asep, Kamis.
"Permintaan mobilnya itu Rubicon," jelas dia.
Janji tersebut kemudian direalisasikan pada Agustus 2025.
Ketika itu, Djunaidi, melalui stafnya yakni Aditya (ADT), mengonfirmasi kepada Dicky bahwa mobil Jeep Rubicon seharga Rp2,3 miliar sedang dalam proses pembelian.
Pada saat yang bersamaan, Aditya mengantarkan uang tunai sejumlah 189.000 dolar Singapura (sekira Rp2,4 miliar) dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani.
Baca juga: OTT KPK di Inhutani V Terkait Suap Pengurusan Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan

OTT KPK
Operasi tangkap tangan (OTT) dilancarkan setelah tim KPK mendeteksi adanya penyerahan uang yang diduga sebagai bagian dari suap untuk memuluskan kepentingan bisnis PT PML.
Operasi senyap KPK ini menjaring total sembilan orang di empat lokasi berbeda, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Dari rangkaian penangkapan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti signifikan, antara lain:
1. Uang tunai sebesar 189.000 dolar Singapura (setara Rp2,4 miliar);
2. Uang tunai senilai Rp8,5 juta;
3. Satu unit mobil Rubicon yang ditemukan di kediaman Dicky;
4. Satu unit mobil Pajero milik Dicky yang berada di rumah Aditya.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni:
Pihak Pemberi:
1. Djunaidi (DJN), Direktur PT PML
2. Aditya (ADT), Staf Perizinan SB Grup
Pihak Penerima:
1. Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur Utama PT Inhutani V
Baca juga: Direksi Kena OTT KPK, Mengintip Suasana Kantor Inhutani V di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan
Djunaidi dan Aditya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Dicky dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 undang-undang yang sama.
Ketiga tersangka ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama.
KPK Usut Aliran Dana ke Perhutani
KPK membuka kemungkinan untuk mengusut aliran uang hingga ke induk perusahaan PT Inhutani V, yaitu Perum Perhutani.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan pihaknya tidak akan berhenti pada level anak perusahaan.
Mengingat PT Inhutani I hingga V merupakan anak usaha Perum Perhutani, KPK akan menelusuri lebih dalam potensi aliran dana tersebut.
"Tentu kita akan lihat juga apakah pengurusan lahan ini, kerja sama lahan ini apakah sampai anak perusahaannya saja atau juga mengalir uangnya ke induk perusahaannya dalam hal ini Perhutani," terang Asep Guntur, Kamis.
Selain menelusuri jejak uang ke Perhutani, Asep menjelaskan penyelidikan juga akan menyasar pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses perizinan, termasuk kementerian terkait dan pemerintah daerah.
"Kita juga sedang menelusuri karena perizinannya tidak hanya dari Perhutani, untuk perizinannya juga lewat kementerian juga pemerintah daerah. Kita akan susuri ke sana," paparnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Ilham Rian Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.