Minggu, 5 Oktober 2025

Royalti Musik

10 Lagu Nasional yang Bisa Kena Biaya Royalti karena Bukan Domain Publik, Indonesia Raya Ada?

Berikut lagu nasional yang statusnya bisa dikenai royalti karena belum masuk domain publik yang dilindungi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

|
Penulis: Bobby W
TRIBUNNEWS/Muhammad Nursisa
ROYALTI INDONESIA RAYA - Para pemain Timnas Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika lawan Filipina di Piala AFF 2024, Sabtu (21/12/2024) malam WIB. Lagu kebangsaan Indonesia Raya tengah ramai dibicarakan oleh publik terkait status royaltinya yang menimbulkan polemik menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-80 pada tahun ini. 

TRIBUNNEWS.COM - Lagu kebangsaan Indonesia Raya tengah ramai dibicarakan oleh publik terkait status royaltinya yang menimbulkan polemik menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-80 pada tahun ini.

Kontroversi tersebut muncul setelah adanya pernyataan terkait kewajiban untuk membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) apabila lagu tersebut diputar atau dibawakan dengan tujuan komersial.

Pernyataan tersebut menuai pro dan kontra dari masyarakat mengingat Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan Republik Indonesia.

Panasnya pembahasan biaya royalti untuk pemutaran lagu Indonesia Raya juga ikut disinggung oleh Hakim Konstitusi, Arief Hidayat dalam sidang gugatan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Kamis lalu (31/7/2025).

“Kalau kita mengikuti pasal ini secara leterlijk (harfiah), orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman. Apalagi menjelang 17 Agustus, semuanya di Indonesia nyanyi Indonesia Raya,” ungkap Arief seperti yang dikutip dari Antaranews.

Pernyataan terkait biaya royalti untuk lagu Indonesia Raya juga menuai kritik dari Guru besar kekayaan intelektual Universitas Padjajaran, Ahmad M Ramli.

Ia menegaskan bahwa lagu kebangsaan Indonesia Raya seharusnya bebas dari pembayaran royalti karena sifatnya yang kini sudah menjadi domain publik.

Hal itu disampaikan Ramli saat menjadi ahli yang dihadirkan pemerintah dalam uji materi dari gugatan yang kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). tersebut.

Ramli menyebut, lagu kebangsaan Indonesia Raya juga bisa dikategorikan sebagai domain publik karena sudah berusia lebih dari 70 tahun.

"Tapi UU (Hak Cipta) ini dari awal mengatakan, meskipun belum memasuki tahap itu, penggunaannya adalah fair use, atau penggunaan wajar yang dianggap tidak melanggar," kata Ramli.

Di Indonesia sendiri, suatu karya yang berhak cipta dapat masuk ke domain publik apabila penciptanya telah meninggal dunia selama minimal 70 tahun seperti yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 

Baca juga: Semua Audio yang Diputar di Restoran dan Kafe Kena Royalti, Termasuk Suara Kicauan Burung 

Dikutip dari situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan (JDIH BPK) berikut adalah deskripsi singkat isi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:

Pelindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.

Karena W.R. Supratman telah wafat pada 17 Agustus 1938, maka secara hukum, Indonesia Raya telah masuk domain publik sejak tahun 2009.

Melalui fakta tersebut, kini muncul pertanyaan baru.

Kira-kira apa saja lagu nasional yang statusnya belum menjadi domain publik karena penciptanya belum meninggal melampaui 70 tahun?

Berikut adalah 10 lagu nasional yang statusnya masih bisa dikenai biaya royalti karena belum masuk domain publik:

1. Syukur
Pencipta: H. Mutahar
Tahun Cipta: 1955
Tahun Meninggal: 2004
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2074
Keterangan: Lagu wajib nasional yang sering dinyanyikan dalam upacara resmi. Hak cipta dikelola oleh keluarga dan Yayasan H. Mutahar.

2. Garuda Pancasila
Pencipta: Sudharnoto
Tahun Cipta: 1961
Tahun Meninggal: 2000
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2070
Keterangan: Lagu resmi yang menggambarkan lambang negara Indonesia. Masih dilindungi hak cipta hingga 2054.

3. Satu Nusa Satu Bangsa
Pencipta: L. Manik
Tahun Cipta: 1967
Tahun Meninggal: 1993
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2063
Keterangan: Lagu persatuan yang menjadi simbol kebhinekaan Indonesia. Hak cipta dikelola oleh keluarga L. Manik.

4. Dari Sabang Sampai Merauke
Pencipta: R. Soerarjo
Tahun Cipta: 1967
Tahun Meninggal: 1993
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2063
Keterangan: Lagu yang menegaskan kesatuan wilayah Indonesia. Masih dalam masa perlindungan hak cipta.

5. Tanah Airku
Pencipta: Ibu Sud (Soedarno Sastrowardoyo)
Tahun Cipta: 1956
Tahun Meninggal: 1993
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2063
Keterangan: Lagu wajib nasional yang menggambarkan kecintaan pada keindahan alam Indonesia.

6. Bagimu Negeri
Pencipta: Koesbini
Tahun Cipta: 1942
Tahun Meninggal: 1991
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2061
Keterangan: Meski diciptakan pada 1942, hak cipta masih berlaku karena pencipta meninggal pada 1991

7. Rayuan Pulau Kelapa
Pencipta: Ismail Marzuki
Tahun Cipta: 1940
Tahun Meninggal: 1958
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2028
Keterangan: Meski diciptakan sebelum kemerdekaan, lagu ini termasuk dalam daftar lagu wajib nasional. Hak cipta berakhir pada akhir 2028, sehingga masih dilindungi hingga 2025.

8. Indonesia Pusaka
Pencipta: Ismail Marzuki
Tahun Cipta: 1945
Tahun Meninggal: 1958
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 2028
Keterangan: Lagu karya Ismail Marzuki masih dalam masa perlindungan hak cipta dan bebas dari domain publik hingga 2028.

9. Bendera
Pencipta: Erros Candra
Tahun Cipta: 2002
Tahun Meninggal: Masih hidup (per 2025)
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 70 tahun setelah tahun kematian pencipta
Keterangan: Lagu patriotik modern yang dipopulerkan oleh band Cokelat. Lagu ini sering digunakan dalam acara kebangsaan kontemporer oleh kalangan generasi muda

10. Garuda di Dadaku
Pencipta: Bagus Dhanar Dhana, Eno Gitara Ryanto, Christopher "Coki" Bollemeyer (NTRL)
Tahun Cipta: 2009
Tahun Meninggal: Masih hidup (per 2025)
Status Hak Cipta: Berlaku hingga 70 tahun setelah tahun kematian pencipta
Keterangan: Lagu nasional modern yang kerap menjadi soundtrack pertandingan sepakbola Timnas Indonesia. Hak cipta dikelola oleh NTRL dan label rekamannya.

Aturan Domain Publik di Indonesia

Domain publik adalah status hukum karya cipta yang tidak lagi dilindungi hak cipta, sehingga dapat digunakan secara bebas oleh siapa pun tanpa izin atau pembayaran royalti.

Di Indonesia, aturan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC 2014), yang mengadopsi prinsip Konvensi Berne untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni.

Menurut Pasal 30 UU HC 2014, masa perlindungan hak cipta untuk karya seni (termasuk lagu) adalah:

  1. Selama hidup pencipta + 70 tahun setelah tahun kematian pencipta.
  2. 70 tahun sejak pertama kali dipublikasi jika:
    - Pencipta tidak diketahui (karya anonim).
    - Karya diciptakan oleh badan hukum (perusahaan/organisasi).
  3. 50 tahun sejak rekaman dipublikasi untuk hak terkait (rekaman suara/sound recording), terlepas dari status hak cipta lagu aslinya.

Adapun aturan Domain Publik ini juga sudah dijelaskan melalui materi pokok pasal 28 UU HC 2014.

Salah satu pilar utama Pasal 28 UU HC 2014 adalah perpanjangan masa perlindungan hak cipta menjadi selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah meninggal dunia.

Ketentuan ini sejalan dengan standar internasional seperti Konvensi Berne dan aturan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), yang diadopsi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Perpanjangan masa perlindungan ini bertujuan memastikan kelangsungan hidup ekonomi keluarga pencipta sekaligus mendorong inovasi kreatif di Indonesia.

Tidak hanya memperpanjang masa perlindungan, Pasal 28 juga memperkuat hak ekonomi pencipta melalui larangan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk "jual putus" (sold flat).

Artinya, pencipta tidak boleh melepaskan seluruh hak ekonominya secara permanen tanpa kompensasi berkelanjutan.

Penggunaan karya harus disertai pembagian royalti yang adil, terutama untuk karya yang dimanfaatkan secara komersial

Dalam konteks karya yang dibuat dalam hubungan dinas seperti lagu untuk kampanye pemerintah atau konten edukasi pencipta tetap berhak mendapat imbalan royalti jika karya tersebut digunakan untuk tujuan komersial.

Ketentuan ini mencegah eksploitasi berlebihan terhadap pencipta, terutama kalangan kreatif yang kurang berdaya dalam negosiasi hukum, sekaligus memastikan distribusi nilai ekonomi yang lebih adil.

Dalam konteks penegakan hukum, Pasal 28 juga memberikan kewajiban hukum kepada pengelola tempat perdagangan—seperti mall, pasar tradisional, atau platform digital—untuk memastikan tidak adanya pelanggaran hak cipta di area yang mereka kelola.

Pengelola wajib menghentikan penjualan produk bajakan setelah menerima peringatan dari pemegang hak.

Jika lalai, mereka bisa dituntut secara perdata maupun pidana, dengan denda hingga Rp500 juta sesuai Pasal 113 UU HC 2014.

Ketentuan ini mendorong kolaborasi antara pemegang hak, pengelola tempat usaha, dan aparat penegak hukum dalam memerangi praktik pembajakan yang merugikan industri kreatif.

Peran LMKN juga diperkuat melalui Pasal 28. di mana pencipta dan pemilik hak terkait didorong untuk bergabung dengan LMKN guna menghimpun dan mengelola hak ekonomi secara kolektif, terutama dalam menarik royalti dari penggunaan karya di radio, platform streaming, atau acara publik.

Untuk memastikan transparansi, LMKN wajib memiliki izin operasional dari Menteri dan harus membagikan royalti secara adil kepada anggotanya.

Contohnya, Yayasan Anugerah Musik Indonesia (YAMI) mengelola royalti untuk lagu-lagu nasional seperti "Syukur" dan "Garuda Pancasila", sehingga pencipta dan keluarga mereka tetap menerima imbalan ekonomi selama masa perlindungan hak cipta.

Kesimpulannya, Pasal 28 UU HC 2014 hadir sebagai fondasi ekosistem kreatif berkelanjutan yang menyeimbangkan perlindungan hukum, keadilan ekonomi, dan adaptasi teknologi.

Dengan perpanjangan masa perlindungan, penguatan hak ekonomi, dan penyelesaian sengketa yang efektif, pasal ini tidak hanya melindungi pencipta tetapi juga mendorong pertumbuhan industri kreatif Indonesia.

Namun, efektivitasnya bergantung pada kesadaran hukum masyarakat, penegakan hukum yang konsisten, serta kolaborasi antar-pemangku kepentingan.

Dengan edukasi yang terus digencarkan dan regulasi yang dinamis, hak cipta di Indonesia dapat menjadi motor penggerak inovasi sekaligus menjaga warisan budaya bangsa dalam kancah global.

(Tribunnews.com/Bobby)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved