Berawal Kelopak Mata Turun, Ini Kisah Tata yang Mengalami Autoimun Langka
Di usianya yang relatif muda, Anissa Kharisma R divonis mengidap penyakit langka Miastenia Gravis (MG).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketika kelopak matanya mulai turun, Anissa Kharisma R atau yang akrab disapa Tata seorang perempuan muda tak pernah menyangka bahwa perubahan kecil itu, menjadi pintu masuk ke dunia yang sama sekali baru.
Di usianya yang masih terbilang muda divonis mengidap penyakit langka Miastenia Gravis (MG).
Ia hanya ingin tampak lebih segar, lebih “simetris,” sebagaimana harapan khas perempuan muda terhadap penampilan.
Baca juga: Makanan yang Perlu Dikonsumsi Pasien Autoimun
Namun langkahnya ke dokter mata membuka perjalanan panjang penuh keteguhan, edukasi, dan pengabdian pada sesama.
“Namanya masih muda, ibu, bapak, saya pingin dong ya kelopak matanya cantik ya. Akhirnya saya ke dokter mata,” kisah Tata dalam acara Health Talk bersama Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI) dan Menarini di Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2025).
Ketika tes Elektromiografi dilakukan dan Neostigmin diberikan, hasilnya membuat semua pertanyaan terjawab.
Dari sana, diagnosis Miastenia Gravis ditegakkan. Salah satu yang langsung dilakukan Tata adalah mencari informasi.
Ia menyadari betul bahwa MG bukan penyakit yang banyak diketahui orang, bahkan oleh sebagian tenaga medis.
Tata menjelajahi media sosial dan akhirnya menemukan komunitas YMGI yang kelak menjadi jangkar emosionalnya.
“Saya sangat bersyukur bisa ketemu dengan bapak, ibu di grup, kita saling sharing. Yang akhirnya membuat saya nggak takut lagi untuk cek lebih lanjut," kisahnya.
Komunitas tidak hanya memberi dukungan moral, tetapi juga membuka akses informasi tentang prosedur medis dan jenis pengobatan yang bisa dijalani.
Tata menjalani CT Scan thorax dan ditemukan adanya pembesaran kelenjar timus (hiperplasia), kondisi yang umum pada pasien MG.
Ia kemudian menjalani timectomy, yaitu operasi pengangkatan kelenjar timus yang menurutnya menjadi titik balik.
Awalnya, seperti banyak pasien lain, Tata diliputi rasa takut.
Ia mengaku sempat mencari video prosedur operasi di YouTube yang justru membuatnya menangis dan takut.
Namun, ketika ia mendengar kisah dari para penyintas lain yang telah menjalani timectomy, ia menemukan keberanian itu.
“Kita bisa lihat Pak Imam di sini hari ini cerah, glowing Pak Imam loh ya, sudah timectomy. Dan ada teman-teman yang di sini yang timectomy juga," ceritanya.
Operasi tersebut membawa dampak besar, seperti gejala seperti kelemahan kaki dan tangan berkurang drastis.
Meski penyakit ini belum bisa disembuhkan, kualitas hidupnya meningkat.
Ia tetap harus menjalani pengobatan jangka panjang, termasuk konsumsi Pyridostigmin yang disebutnya sebagai “obat nyawa”, serta terapi metilprednisolon.
Namun pengobatan juga membawa efek samping.
Hormon menjadi tidak stabil, berat badan naik, menstruasi terganggu, dan muncul jerawat hormonal.
Ketika semua itu terjadi, Tata tidak diam. Ia aktif berdiskusi dengan dokter hingga akhirnya beralih ke Mikofenolat Sodium sebagai terapi lanjutan.
MG Bukan Akhir, Tapi Awal Kontribusi
Kini, Tata tidak hanya bertahan. Ia aktif menginspirasi.
Selain bekerja penuh waktu, Tata menjadi moderator dalam berbagai acara YMGI, aktif mengedukasi lewat media sosial, dan mengajak penyintas lain untuk tetap berdaya dan bahagia.
“Kalau aku sih ke teman-teman suka gini, aku sakit bukan jelek, jadi aku tetap make up gitu,” imbuhnya.
Baginya, Miastenia Gravis bukan alasan untuk berhenti berkarya atau kehilangan makna hidup.
Ia mendorong penyintas lain untuk tetap mengejar hobi dan passion, meski dengan ritme yang disesuaikan.
Olahraga ringan, bekerja dengan batasan yang sehat, dan menjaga mood menjadi bagian penting dari perjalanan hidup dengan MG.
Ia menutup kisahnya dengan penuh harapan dan keteguhan.
“Saya selalu berharap biar teman-teman bisa melakukan pengobatan dengan baik dan kita remisi bareng-bareng ya. Amin," tutupnya.
Cerita Tata adalah cermin dari banyak orang yang hidup dalam senyap dengan penyakit langka.
Ia membuktikan bahwa ketidaksempurnaan fisik bukan akhir dari kehidupan yang bermakna.
Justru dari kelemahan itulah muncul kekuatan. Kekuatan untuk memahami, menyemangati, dan menyembuhkan secara kolektif.
Di tengah masyarakat yang masih asing dengan penyakit seperti Miastenia Gravis, kisah seperti ini menjadi penting.
Bukan hanya sebagai pengingat bahwa kesehatan bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele, tetapi juga bahwa empati dan solidaritas adalah bagian tak terpisahkan dari proses penyembuhan.
Diagnosis dan Pemeriksaan Miastenia Gravis Tidak Cukup Satu Kali |
![]() |
---|
Waspadai Autoimun Langka Myasthenia Gravis, Dari Gejala Ringan hingga Bisa Sebabkan Kematian |
![]() |
---|
Bukan Lelah Biasa, Ketahui Penyakit Autoimun Langka Myasthenia Gravis |
![]() |
---|
Cerita Dokter Spesialis Saraf Penyintas Myasthenia Gravis: Bukan Sial, Tapi Special Edition |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.