Sabtu, 4 Oktober 2025

Kasus Korupsi Pengadaan EDC

Rincian Gratifikasi yang Diterima Tersangka Korupsi EDC: Catur Budi Harto Dapat Sepeda Mewah & Kuda

KPK mencatat adanya pemberian gratifikasi dari vendor kepada pejabat dan pihak terkait, ada yang mendapat sepeda mewah.

Penulis: Nuryanti
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
KORUPSI MESIN EDC - Petugas KPK menunjukkan barang bukti uang hasil sitaan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) pada bank BUMN tahun 2020–2024, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/7/2025). KPK mencatat adanya pemberian gratifikasi dari vendor kepada pejabat dan pihak terkait, ada yang mendapat sepeda mewah. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) yang ditaksir merugikan negara Rp744.540.374.314 (Rp744 miliar).

Modus korupsi dalam pengadaan mesin EDC di bank pelat merah ini tidak terjadi secara tiba-tiba.

KPK mengungkapkan, praktik curang ini sudah dirancang sejak tahap perencanaan pada tahun 2019, bahkan sebelum proses lelang dimulai.

KPK lantas mengungkap sejumlah dugaan kecurangan agar PT Bringin Inti Teknologi dan PT Pasifik Cipta Solusi menjadi vendor pemenang pengadaan mesin EDC bank BUMN tahun 2020-2024.

Kedua perusahaan itu membawa dua merek EDC, yakni Verifone dan Sunmi.

KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, mereka yaitu:

1. Wakil Direktur Utama bank BUMN tahun 2019-2024, Catur Budi Harto (CBH); 

2. Mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi bank BUMN yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk, Indra Utoyo (IU); 

3. SEVP Manajemen Aktiva dan pengadaan bank BUMN, Dedi Sunardi (DS);

4. Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi tahun 2020-2024, Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK); 

5. Pemilik sekaligus Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), Elvizar (EL).

Baca juga: Sosok Dedi Sunardi, Eks SEVP Bank BUMN Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Mesin EDC

"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android tahun 2020-2024 yang dilakukan secara melawan hukum oleh CBH, IU, DS, bersama-sama dengan EL dan RSK yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314 yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Rincian Gratifikasi

KPK mencatat adanya pemberian gratifikasi dari vendor kepada pejabat dan pihak terkait, seperti berikut:

1. Catur Budi Harto: menerima sepeda mewah dan dua ekor kuda senilai Rp525 juta dari Elvizar (PT PCS);

2. Dedi Sunardi: menerima sepeda Cannondale senilai Rp60 juta;

3. Rudy Suprayudi Kartadidjaja: menerima total Rp19,72 miliar dari Verifone Indonesia selama 2020-2024.

“Kami temukan bahwa spesifikasi teknis disesuaikan dengan kemampuan vendor tertentu. Ini jelas persekongkolan,” ungkap Asep.

Sementara itu, KPK menyebut Indra Utoyo, yang saat itu menjabat Direktur Digital dan TI bank pelat merah, menjadi pihak yang menandatangani seluruh dokumen strategis berikut:

1. Izin prinsip penggunaan anggaran pengadaan EDC (2020-2021);

2. Izin pelaksanaan pengadaan (2020);

3. Putusan hasil pengadaan (2020-2021).

Indra Utoyo juga mendorong agar pengadaan beralih dari sistem konvensional menjadi EDC full Android, dan memerintahkan dua bawahannya, Danar Widyantoro dan Fajar Ujian, agar dua merek - Sunmi dan Verifone - diuji lebih dulu melalui proses Proof of Concept (POC).

Namun, hanya dua vendor itu yang diuji, sementara merek lain seperti Nira, Pax, dan Ingenico tak diberi kesempatan.

Proses POC juga tidak diumumkan secara terbuka, sehingga menyalahi prinsip keterbukaan dan persaingan sehat.

“Proses POC hanya dilakukan untuk dua merek tertentu, padahal ada vendor lain. Ini menyalahi prinsip keterbukaan,” tegas Asep Guntur.

Baca juga: Sosok Indra Utoyo, Dirut Allo Bank Jadi Tersangka Kasus Korupsi Mesin EDC Rp744 M

ILUSTRASI GEDUNG KPK - Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
ILUSTRASI GEDUNG KPK - Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (31/1/2025). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kemudian, pada 4 November 2020, tiga pemenang pengadaan diumumkan sebagai berikut:

1. PT Bringin Inti Teknologi

2. PT Pasifik Cipta Solusi

3. PT Prima Vista Solusi

Dalam pelaksanaannya, PT BRI IT dan PT PCS justru mensubkontrakkan seluruh pekerjaan ke pihak ketiga tanpa izin bank pelat merah.

Kini kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Dugaan perhitungan kerugian negara dilakukan dengan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan BRI langsung kepada principal. Bahwa dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC FMS atau skema sewa (2021–2024) adalah Rp503.475.105.185, dan dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC Android atau beli putus (2020–2024) adalah Rp241.065.269.129, sehingga total dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC Android tahun 2020–2024, baik beli putus maupun FMS atau sewa sebesar Rp744.540.374.314," kata Asep.

Hingga saat ini, belum ada penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap para tersangka.

(Tribunnews.com/Nuryanti/Abdul Qodir/Ilham Rian Pratama)

Berita lain terkait Kasus Korupsi Pengadaan EDC

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved