AHY Ungkap Pendapatan Per Kapita Indonesia Masih Jauh Dari Harapan Untuk Jadi Negara Maju
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti posisi ekonomi Indonesia yang masih tertinggal dan cenderung jauh dari negara-negara maju.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti posisi ekonomi Indonesia yang masih tertinggal dan cenderung jauh dari negara-negara maju.
Kata dia, hal itu didasarkan pada masih rendahnya pendapatan per kapita Indonesia jika dibandingkan dengan pendapatan negara maju.
Pernyataan itu disampaikan AHY saat memberikan sambutan di acara "Proklamasi Democracy Forum" yang digelar oleh DPP Partai Demokrat.
"Indonesia saat ini sebagai negara kategori middle income, karena pendapatan per kapita kita, kalian tahu berapa per hari ini? 4.800 sekian, masih kurang sedikit dari 5.000 USD,” kata AHY dalam paparannya di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI itu lantas menjelaskan bahwa untuk bisa naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi, Indonesia masih harus mengejar angka minimal 14.000 USD per kapita.
Baca juga: RI Bidik Pendapatan Per Kapita 30 Ribu Dolar AS Pada 2045, Produktivitas UMKM Bakal Digenjot
Angka tersebut jika dihitung hampir 3 kali lipat dengan pendapatan Indonesia saat ini.
Menurut AHY, hal ini bukan sekadar angka statistik, tapi mencerminkan sejauh mana kesejahteraan rakyat telah tercapai secara riil.
Sehingga menurut dia, Indonesia masih perlu bekerja ekstra keras untuk bisa mencapai angka minimal tersebut.
Baca juga: Menperin Ingin Gap Konsumsi Per Kapita Diisi Produk Lokal
"Padahal kalau kita ingin masuk menjadi kategori negara berpendapatan tinggi, berapa minimal? 14.000 USD, kurang lebih demikian. Berarti masih perlu kerja keras," katanya.
Meski demikian kata AHY, saat ini pemerintahan Presiden Prabowo berkomitmen mengejar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tersebut.
Adapun upayanya yakni dengan strategi hilirisasi, diversifikasi pasar, dan pembangunan infrastruktur strategis.
"Kita produsen nikel nomor satu di dunia, betul? Tapi kalau kita hanya bisa mengekstraksi, ambil dari dalam uang kita kemudian jual, nilainya hanya segitu. Bayangkan kalau kita bisa mengolahnya dan meningkatkan nilai dari komoditas tersebut berkali-kali lipat," kata AHY.
Atas kondisi itu, Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut menyatakan soal ketegasan Presiden Prabowo dalam mendorong program utamanya yakni Hilirisasi.
Indonesia diyakini AHY, akan bisa bergerak menjadi negara maju apabila program hilirisasi tersebut bisa maksimal dilakukan.
"Itulah kenapa Bapak Presiden Prabowo Subianto benar-benar serius ingin mensukseskan program hilirisasi, downstreaming. Jadi tidak terima kita kalau hanya diambil kemudian dijual. Yang untung negara-negara yang membeli dengan harga murah, mereka punya teknologinya," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.