Kasus Grup Fantasi Sedarah, Pakar: Inses Dilakukan Usia Dewasa dan Sama-sama Suka Tak Bisa Dihukum
Reza Indragiri membeberkan analisisnya terkait kasus grup inses 'Fantasi Sedarah' di mana jika pelaku sesama berusia dewasa maka tak bisa dipidana.
TRIBUNNEWS.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menyoroti soal adanya grup di Facebook bernama 'Fantasi Sedarah' yang berisi terkait cerita hubungan seksual sedarah atau inses.
Reza mengatakan ada permasalahan hukum yang dialami aparat untuk menghukum para pelaku di dalam grup tersebut.
Pasalnya, tidak ada hukum yang secara spesifik untuk memidanakan pelaku inses.
Reza menuturkan, jika ada peristiwa semacam itu terjadi, maka bisa dijerat dengan beberapa kriteria.
"Sayangnya, Indonesia tidak memiliki hukum spesifik tentang inses. Tapi, para pelakunya bisa dijerat pidana jika memenuhi kriteria sebagai kekerasan seksual."
"Yaitu, pertama dilakukan terhadap anak-anak beruisia 0 hingga sebelum 18 tahun. Lalu, dilakukan dengan paksaan yang berarti bersifat nonkonsensual atau ada relasi kuasa yang asimetris."
"Selanjutnya, terjadi perzinaan, yaitu dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua pihak yang mana masing-masing sudah menikah," jelas Reza dalam keterangan tertulis pada Senin (19/5/2025).
Baca juga: Fantasi Sedarah, Pidananya di Mana?
Namun, Reza mengungkapkan ada celah hukum jika orang yang melakukan hubungan secara inses sama-sama sudah berusia dewasa.
Dia mengungkapkan mereka tidak bisa dipidana, bahkan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Sekarang bayangkan, apa yang terjadi jika mereka yang melakukan inses itu adalah seorang ibu dan anak laki-lakinya yang berumur 20 tahun (belum menikah) dan mereka setuju melakukan itu?"
"Pahitnya, mereka tidak bisa dipidana. UU kita, bahkan UU TPKS tidak bisa menjangkau mereka," kata dia.
Reza pun mengkritik pasal yang tertuang dalam UU TPKS karena dianggapnya tidak memiliki nilai moral.
Sehingga, dia mengatakan meski ada UU TPKS, masyarakat tetap tidak bisa terlindung sepenuhnya dari berbagai macam bentuk kekerasan seksual, termasuk inses.
"Saya sebut amoral karena pasal-pasal itu tidak menjiwai nilai-nilai moralitas, etik, dan kesakralan seks yang ada di masyarakat kita."
"Berbagai bentuk orientasi dan perilaku seksual tidak pula terjangkau, sehingga membuat masyarakat kita tidak terlindungi dari berbagai bentuk kebejatan dan perbuatan amoral itu," katanya.
Reza mengungkapkan perlu adanya revisi UU TPKS berkaca dari kasus inses semacam ini.
Selain itu, perlu adanya penambahan pasal dalam UU Perlindungan Anak agar seluruh pihak dari seluruh kalangan terlindung dari berbagai kekerasan seksual hingga perilaku seksual menyimpang.
Lebih lanjut, terkait adanya grup Facebook 'Fantasi Sedarah', Reza mengatakan bahwa itu memang sudah terbukti sebuah bentuk tindak pidana.
Adapun para pelaku bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Tinggal lagi seberapa jauh otoritas penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, akan memroses pidana anggota Facebook tersebut yang jumlahnya puluhan ribu itu," tuturnya.
Kapolri Tegas akan Usut Tuntas
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menegaskan akan menindak tegas oknum yang terlibat dalam penyebaran konten menyimpang tersebut, karena dinilai berdampak terhadap masyarakat luas.
“Ya, saya kira terhadap hal-hal yang berdampak, khususnya ini ancamannya terhadap masyarakat luas," ungkap Kapolri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025).
Jenderal bintang empat itu menegaskan pihaknya tidak akan membiarkan praktik-praktik penyimpangan seksual disebarkan secara terbuka.
Terlebih, hal tersebut disebarkan secara luas melalui platform media sosial yang bisa diakses publik.
"Polri tentunya akan melakukan pendalaman, penyelidikan, dan tentunya akan ditindak tegas. Itu bagian dari komitmen kami,” ujar Listyo.
Komdigi Sudah Putus Akses Grup Facebook 'Fantasi Sedarah'
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah melakukan pemutusan akses terhadap enam grup Facebook, termasuk grup komunitas tersebut.
Hal ini dilakukan Komdigi setelah menerima aduan masyarakat soal adanya grup Facebook, yang berisikan konten 'Fantasi Sedarah'.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar menyatakan langkah pemblokiran ini diambil sebagai upaya tegas negara dalam melindungi anak-anak dari konten digital yang berpotensi merusak perkembangan mental dan emosional mereka.
“Kami langsung berkoordinasi dengan Meta untuk melakukan pemblokiran atas grup komunitas tersebut," ujar Alexander, dalam keterangannya, Jumat (16/05/2025).
"Grup ini tergolong pada penyebaran paham yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat,” imbuhnya.
Alexander menegaskan konten dalam grup tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak.
“Grup itu memuat konten fantasi dewasa anggota komunitas terhadap keluarga kandung, khususnya kepada anak di bawah umur,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kementerian Komdigi mengapresiasi respons cepat dari Meta selaku penyedia platform yang langsung menindaklanjuti permintaan pemutusan akses.
Kolaborasi ini menjadi bukti penting bahwa perlindungan anak di ruang digital adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan penyelenggara sistem elektronik.
Tindakan pemutusan akses ini juga merupakan bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
“Sehingga peran platform digital dalam memoderasi konten di ruang digital menjadi sangat krusial dalam memberikan pelindungan,” kata Alexander.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Alfarizy Ajie Fadhillah)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.