Gelar Pahlawan Nasional
Mensos Respons Penolakan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Kebaikannya Juga Harus Diingat
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menanggapi soal adanya penolakan Presiden ke-2 RI, Soeharto yang diusulkan mendapat gelar pahlawan Nasional.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menanggapi soal adanya penolakan Presiden ke-2 RI, Soeharto yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional.
Gus Ipul mengaku pihaknya akan menampung semua pihak yang merasa keberatan dan menolak usulan tersebut.
"Ya semuanya kita dengar ya. Pasti kita dengar usulan-usulan keberatan, pasti kita dengar. Tetapi pedoman kita adalah normatifnya," kata Gus Ipul kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Meski begitu, Gus Ipul meminta agar setiap pihak untuk bisa melihat jasa-jasa hingga prestasi dari orang yang diusulkan menjadi pahlawan nasional.
"Kemudian juga kita timbang tentang kebaikannya. Kebaikannya juga harus diingat. Pak Bung Karno juga sudah jadi pahlawan nasional. Jadi kita ingat kebaikan-kebaikannya," ungkapnya.
Baca juga: Menteri Sosial Gus Ipul Pastikan Soeharto Hingga Gus Dur Berpeluang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Di sisi lain, Gus Ipul mengatakan usulan tersebut lahir dari masyarakat yang diajukan ke pemerintah Kabupaten/Kota hingga Provinsi.
Dari sana, tim Kementerian Sosial yang berisikan sejarawan hingga akademisi akan mengkaji usulan tersebut.
Setelahnya, usulan itu akan dikirimkan ke Dewan Gelar hingga akhirnya ditentukan Presiden RI, Prabowo Subianto terkait sosok yang akan mendapat gelar pahlawan nasional menjelang Hari Pahlawan pada 10 November mendatang.
"Kita akan mengusulkan ke Dewan Gelar itu beberapa nama, selebihnya itu diserahkan kepada Presiden. Memilih boleh berapapun karena itu adalah kewenangan Presiden," jelasnya.
Baca juga: Amnesty International Menolak Usulan Menjadikan Soeharto Pahlawan Nasional
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan usulan Soeharto jadi pahlawan nasional cederai amanat reformasi.
Diketahui, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan tidak ada masalah usulan Kementerian Sosial memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.
“Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru," kata Usman Hamid, Rabu, (23/4/2025).
Usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, kata Usman Hamid mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.
"Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang. Oleh karena itu, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu," sambungnya.
Kemudian dikatakan Usman Hamid bahwa Soeharto berperan dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur.
"Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.