Pasar Mangga Dua dan Barang Bajakan
Pasar Mangga Dua: Kritik AS dan Isu Sentra Penjualan Barang Palsu
Pasar Mangga Dua Jakarta dikritik Amerika Serikat (AS). AS menyebut Mangga Dua jadi sentra penjualan barang-barang palsu.
Penulis:
garudea prabawati
Editor:
Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM – Pasar Mangga Dua di Jakarta menjadi sorotan dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Dalam laporan tersebut, AS mengkritik keberadaan pasar ini karena dianggap sebagai sentra penjualan barang palsu.
Laporan USTR menyebutkan, Pasar Mangga Dua menjual berbagai barang bajakan, mulai dari tas, pakaian, hingga barang-barang berbahan kulit.
"Mangga Dua menjadi pasar yang terkenal dengan berbagai barang palsu," bunyi laporan tersebut yang dikutip dari ustr.gov.
Sementara itu, salah satu poin kritik AS yang utama adalah soal kurangnya tindakan penegakan hukum terhadap barang palsu.
USTR mencatat, hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali tindakan penegakan hukum terhadap barang palsu.
Meskipun terdapat surat edaran peringatan kepada pedagang, hal ini dinilai tidak efektif.
Dalam laporan USTR, stakeholder yang terlibat mengungkapkan, surat teguran yang diedarkan kepada para penjual di Pasar Mangga Dua tidak efektif.
"Mereka juga sudah menyuarakan kekhawatiran terkait kurangnya ancaman tuntutan pidana," lanjut laporan tersebut.
USTR mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan hukum yang tegas dan luas, tidak hanya di Pasar Mangga Dua tetapi juga pasar lainnya. "Tindakan oleh Satgas Penegakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) sangat diperlukan," tegas laporan itu.
Dampak Terhadap Hubungan Dagang
Dugaan penjualan barang palsu di Pasar Mangga Dua berpotensi menghambat kerjasama hubungan dagang antara AS dan Indonesia.
USTR juga mendorong Indonesia untuk menyediakan sistem perlindungan yang efektif terhadap penggunaan komersial yang tidak adil.
Laporan USTR juga mengungkapkan kekhawatiran terkait perubahan Undang-Undang Paten tahun 2016 melalui Undang-Undang Cipta Kerja.
Perubahan ini dianggap dapat memengaruhi persyaratan yang harus dipenuhi melalui impor atau pemberian lisensi.
Dengan kritik ini, AS berharap Indonesia dapat meningkatkan penegakan hukum terkait hak kekayaan intelektual demi memperbaiki hubungan dagang yang lebih baik antara kedua negara.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.