Jumat, 3 Oktober 2025

Niat Puasa Qadha Ramadhan dan Ketentuannya: Apakah Harus Didahulukan dari Puasa Syawal?

Inilah bacaan niat puasa Qadha Ramadhan, lengkap dengan penjelasan ketentuan apakah harus didahulukan dari puasa Syawal.

Penulis: Nuryanti
Freepik
ILUSTRASI PUASA - Ilustrasi ini diambil dari Freepik pada Jumat (31/1/2025) untuk menampilkan ilustrasi puasa Qadha Ramadhan dan puasa Syawal. Inilah bacaan niat puasa Qadha Ramadhan, lengkap dengan penjelasan ketentuan apakah harus didahulukan dari puasa Syawal. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut bacaan niat puasa Qadha Ramadhan dan ketentuan apakah harus didahulukan dari puasa Syawal.

Qadha puasa Ramadhan adalah mengganti puasa yang seharusnya dilakukan pada bulan Ramadhan, tapi tidak dapat dilakukan karena uzur tertentu seperti sakit atau perjalanan jauh.

Qadha puasa Ramadhan wajib hukumnya bagi yang meninggalkan.

Puasa Qadha dikerjakan sejumlah hari yang ditinggalkan.

Ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya sebagai berikut:

“Beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Sementara itu, puasa Syawal selama enam hari pada bulan Syawal, hukumnya adalah sunnah.

Pahala puasa Syawal setara dengan puasa selama setahun.

Puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan atau berseling hari, yang penting masih di bulan Syawal.

Niat Puasa Qadha

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.

Artinya:

"Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."

Baca juga: Puasa Qadha Ramadhan dan Syawal: Bolehkah Digabungkan?

Bacaan doa buka puasa:

اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

Allaahumma lakasumtu wabika aamantu wa'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin.

Artinya :

Ya Allah karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah dan dengan rezeki-Mu aku berbuka (puasa), dengan rahmat-Mu, Ya Allah Tuhan Maha Pengasih.

Bisa juga dengan bacaan doa buka puasa seperti berikut:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu, wa tsabatal ajru, insyaallah.

Artinya:

"Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah, serta pahala telah tetap, insya Allah."

Niat Puasa Syawal

Inilah bacaan niat puasa Syawal yang dianjurkan untuk dilafalkan:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya:

“Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

Tidak seperti puasa Ramadhan, niat puasa Syawal bisa dilakukan saat siang hari selama belum makan atau minum.

Berikut niat puasa Syawal yang dilakukan pada siang hari:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya:

“Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT."

Mana yang Harus Didahulukan, Puasa Syawal atau Qadha Ramadhan?

Simak penjelasan dari para ulama sebagaimana dilansir laman bali.kemenag.go.id:

"Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena ada udzur, misalnya karena sakit atau karena haid, maka boleh langsung berpuasa enam hari di bulan Syawal."

"Adapun bagi orang yang sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan, padahal tidak ada udzur, maka haram baginya berpuasa enam hari di bulan Syawal sebelum mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkannya."

Lalu, disebutkan dalam kitab Hasyiatul Jamal'ala Syarh Al-Minhaj:

"Jika seseorang sengaja tidak melakukan puasa Ramadhan, maka haram baginya melakukan puasa enam hari bulan Syawal, selain (mengganti) puasa Ramadhan. Hal ini karena dia wajib mengganti puasa Ramadhan dengan segera."

Selanjutnya, dikutip dari laman sumsel.kemenag.go.id, sebaiknya orang yang memiliki utang puasa Ramadhan membayarnya di bulan Syawal.

Sehingga, mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan utangnya tersebut.

Kemudian, dilanjutkan dengan enam hari puasa di bulan Syawal yang berarti dia telah melakukan amal perbuatan yang tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya.

Allah SWT berfirman: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS Al-Hijr: 99).

Dengan demikian, utang puasa Ramadhan dibayar terlebih dahulu sebelum menunaikan puasa Syawal.

Setelah mengganti puasa Ramadan, bisa dilanjutkan dengan melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal.

Ketentuan Puasa Qadha

Dilansir kepri.kemenag.go.id, menurut istilah dalam ilmu fiqih, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam.

Mengenai wajib tidaknya atau qadha puasa Ramadhan dilakukan secara berurutan, ada dua pendapat, yaitu:

1. Menyatakan bahwa jika hari puasa yang ditinggalkannya berurutan, maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan.

2. Menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, lantaran tidak ada satupun dalil yang menyatakan qadha puasa harus berurutan.

Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan.

Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki.

Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.

Lantas, sampai kapan batas Qadha puasa Ramadhan?

Dikutip dari bali.kemenag.go.id, terdapat dua pendapat ulama mengenai waktu batas akhir qadha puasa Ramadhan.

Kedua pendapat ini dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.

Pertama, menurut ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah, batas akhir qadha puasa Ramadhan adalah hingga datang puasa Ramadhan berikutnya.

Kedua, menurut ulama Hanafiyah, tidak ada batas akhir qadha puasa Ramadhan.

Qadha puasa Ramadhan boleh dilakukan kapan saja, baik setelah tahun puasa Ramadhan yang ditinggalkan atau tahun-tahun berikutnya.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved