Senin, 29 September 2025

KPK Tangkap Pejabat Basarnas

Jaksa KPK Keberatan Adik William Widarta Jadi Saksi Meringankan dalam Sidang Korupsi Truk Basarnas

Jaksa KPK keberatan adik kandung William Widarta, Albertus jadi saksi meringankan pada sidang korupsi truk Basarnas di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KORUPSI TRUK BASARNAS - Sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2/2025). Kuasa hukum terdakwa William Widarta hadirkan adik kandung terdakwa, Albertus jadi saksi meringankan ke persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan adik kandung William Widarta, Albertus jadi saksi meringankan pada sidang korupsi truk Basarnas

Meski begitu Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso di persidangan tetap mendengar keterangan Albertus dengan ketentuan tak disumpah.

Adapun hal itu terjadi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 untuk terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2/2025). 

Mulanya hakim Teguh dalam persidangan menayangkan identitas dari Albertus.

"Pekerjaan saudara wiraswasta, apa kalau boleh tahu?" tanya hakim Teguh di persidangan. 

Albertus lalu menerangkan dirinya bekerja di CV Delima Mandiri. 

Baca juga: Sidang Korupsi Truk Basarnas, Ahli Sebut Penyedia Barang Dilarang Bantu PPK Susun Dokumen Rencana

"Saudara kenal dengan Pak William?" tanya hakim Teguh kembali. 

Albertus lalu mengatakan dirinya merupakan adik kandung dari terdakwa William Widarta

Hakim Teguh menerangkan keluarga sedarah tidak bisa didengar keterangannya di persidangan. 

"Dari penuntut umum apakah setuju dengan saksi meringankan yang dihadirkan oleh terdakwa," tanya hakim Teguh.

Baca juga: Korupsi Truk Basarnas, Saksi Ungkap Kerja Sama Pengadaan Barang Berdasarkan Penawaran Fiktif

Kemudian Jaksa KPK mengatakan tak setuju Albertus bersaksi di persidangan. 

"Kami penuntut umum keberatan kalau Albertus  sebagai saksi. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa beliau merupakan saudara kandung dari terdakwa. Kami khawatir tentang keterangannya tidak akan menjamin objektivitasnya. Apalagi kemudian yang bersangkutan bekerja di CV Delima Mandiri," kata Jaksa KPK di persidangan.

Kuasa hukum William lalu tetap ingin keterangan Albertus didengar di persidangan. 

"Mohon izin Yang Mulia seperti kita ketahui bersama dalam aturannya itu kan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Penyidik juga sudah periksa," kata kuasa hukum William. 

Ia melanjutkan untuk perkara tindak pidana korupsi yang pihaknya ketahui penyidik KPK juga kerap meminta keterangan istri, anak, saudara kandung. 

"Jadi kalau memang tidak disumpah bagi kami tidak apa-apa. Tetapi untuk didengar keterangannya barangkali sebagai petunjuk kami mohon berkenan karena tergantung yang bersangkutan kita pahami seperti itu," terang kuasa hukum. 

Lalu hakim memperbolehkan Albertus bersaksi di persidangan tanpa disumpah. 

"Kalau saudara tetap berkeinginan berat untuk mendengar keterangan saksi ini. Yang jelas saksi karena penuntut umum keberatan maka kita dengar keterangannya tidak disumpah. Saudara juga tahu sendiri apa konsekuensinya saksi yang tidak disumpah," jelas hakim Teguh. 

"Baik kalau begitu silahkan saudara tanyakan apa yang akan diambil dari keterangan saksi yang saudara hadirkan," jelasnya. 

Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

Pada sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.

Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.

Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.

Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," katanya.

Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan