Selasa, 30 September 2025

Revisi UU Penyiaran

Anggota Komisi I DPR: Ada yang Ngajak Supaya Pers Dikontrol Seperti Dulu

Hanya saja, Farhan tidak secara tegas menyebut pihak yang dimaksud. Dirinya hanya membenarkan terkait stigma peran jurnalis akan terbatasi.

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem M. Farhan saat menemui massa aksi yang tergabung dari aliansi jurnalis dan serikat pekerja media di Depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem M. Farhan mengungkap kalau ada pihak yang memang pengin membuat media dan pers dikontrol seperti dahulu kala atau setidaknya di zaman sebelum reformasi.

Pernyataan itu disampaikan Farhan saat dirinya menemui massa aksi jurnalis dan pekerja media yang melakukan aksi penolakan Revisi Undang-Undnag (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Baca juga: Anggota Komisi I DPR Dukung Aksi Jurnalis yang Tolak Revisi UU Penyiaran: Menjaga Semangat Demokrasi

Hanya saja, Farhan tidak secara tegas menyebut pihak yang dimaksud. Dirinya hanya membenarkan terkait stigma dengan adanya Revisi UU Penyiaran ini maka peran jurnalis akan terbatasi.

"Tetapi jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Gak salah itu," kata Farhan kepada massa aksi jurnalis di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Kata dia, sejatinya saat mengeluarkan ide untuk melakukan revisi UU Penyiaran itu, memang seluruh masukan terjadi di internal Komisi I DPR RI.

Baca juga: Datangi Gedung DPR RI, Aliansi Jurnalis Gelar Aksi dan Orasi Tolak Revisi UU Penyiaran

Sebagai informasi, Revisi UU Penyiaran ini merupakan inisiatif dari Komisi I DPR RI dengan melihat makin meluasnya sumber informasi dan pemberitaan dari media.

"Secara teknis begitu pintu revisi dibuka maka apapun bisa masuk bisa keluar, gitu loh. Itu proses yang wajar terjadi dalam legislasi, jadi hampir tidak ada yang namanya revisi terbatas itu hampir gak ada," kata dia.

Sehingga menurut Farhan, wajar jika dalam pembahasan setiap revisi UU itu ada beberapa pasal yang bertentangan, termasuk Revisi UU Penyiaran ini.

Sebab kata dia, setiap masukan dari para fraksi pasti berbeda termasuk adanya sikap dari fraksi yang memasukan aturan kontroversial.

"Kalau saya anggota DPR satu-satunya saya berhentiin semuanya (pembahasan itu), tapi ada 580 (anggota DPR) orang yang mewakili 580 kepentingan masing-masing punya kepentingan, dan dalam alam demokrasi semua kepentingan harus ditampung, diakomodir jadi saya berada dalam kepentingan dimana memastikan kebebasan pers kebebasan berpendapat melalui media saya kepentingannya itu," tukas dia.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem M. Farhan menemui puluhan massa aksi yang tergabung dalam aliansi jurnalis serta organisasi pekerja media dalam aksi menolak Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, di depan Gedung DPR RI, Senin (27/5/2024).

Dengan mengenakan kemeja berwarna putih dan celana panjang berwarna cokelat, Farhan tiba di kerumunan massa aksi sekitar pukul 11.15 WIB atau sesaat sebelum massa aksi membubarkan diri.

Dalam kesempatan ini, Farhan menyatakan kalau upaya yang dilakukan para pekerja media tersebut tepat guna menjamin demokrasi berjalan dengan baik.

"Ini merupakan salah satu upaya kita untuk tetap menjaga semangat demokrasi dimana salah satu pilar utamanya adalah kebebasan berpendapat," kata Farhan kepada massa aksi yang hadir di depan DPR RI, Senin.

Lebih lanjut, Farhan menjelaskan soal munculnya pembahasan Revisi UU yang menjadi inisiatif dari Komisi I DPR RI ini.

Kata dia, hal mendasarnya yakni terkait berubahnya landscape pemberitaan dan produk jurnalistik belakangan ini.

Baca juga: Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran di Depan Gedung DPR RI, Aliansi Jurnalis Serentak Lepas ID Pers

Termasuk kata Farhan, mulai maraknya konten digital di beberapa ranah media sosial yang seharusnya juga mendapatkan kontrol.

"Tentu sekarang terjadi perubahan landscape media yang luar biasa, akibatnya memang kita melakukan berbagai macam perubahan, secara teknis perubahan atau revisi UU penyiaran harus dilakukan karena sudah ada perubahannya di cluster penyiaran UU ciptaker, jadi induk UU nya harus diubah," ujar dia.

Kendati demikian, dalam perubahan atau revisi terhadap UU itu pasti berdampak pada beberapa poin pasal.

Farhan menyebut kalau itu merupakan suatu konsekuensi dari adanya inisiatif melakukan revisi UU.

Hanya saja, perihal dengan Revisi UU Penyiaran ini masih terus dilakukan pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum tentu akan disahkan dalam waktu dekat.

"Prosesnya sekarang masih ada di badan legislasi, badan legislasi akan menentukan apakah akan boleh dibahas diperiode yang sekarang yang akan berakhir bulan agustus atau dilanjutkan diperiode DPR RI mendatang," tutur dia.

Terpenting kata Farhan, sejauh ini dirinya menjadi salah satu pihak yang juga menolak adanya beberapa pasal bermasalah yang berpotensi membuat jurnalis tumpul di dalam Revisi UU Penyiaran itu.

"Bahwa ternyata salah satu yang dimasukkan mengancam kebebasan pers saya termasuk yang setuju agar pasal-pasal tersebut tidak dimasukkan ke dalam revisi UU Penyiaran," tukas dia.

Perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Muhamad Iqbal menyatakan, setidaknya ada poin tuntutan yang akan disampaikan dalam aksi tersebut.

Secara garis besar, massa aksi tersebut akan menyuarakan penolakan terhadap draft di pasal Revisi UU Penyiaran yang dinilai tak berpihak pada kebebasan pers.

"Aksi ini merupakan upaya kita bersama untuk menyuarakan penolakan terhadap regulasi yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," kata Iqbal kepada Tribunnews, Minggu (26/5/2024).

Selanjutnya kata dia, massa aksi juga akan menuntut pembatalan beberapa pasal yang dinilai bermasalah dalam beleid tersebut.

"Serta untuk menuntut pembatalan pasal-pasal bermasalah dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran," ujar dia.

Sebagai informasi, draft Revisi UU tentang Penyiaran yang dinilai menuai kontroversi  salah satunya berada dalam Pasal 50 B ayat 2 huruf (c).

Poin tersebut menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan