Harga Beras Masih Tinggi, Jokowi Berharap Harga Turun dalam 2 sampai 3 Minggu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) blusukan ke Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023). Jokowi berbicara soal harga beras yang masih tinggi.
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) blusukan ke Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).
Pada momen itu, Jokowi menyinggung soal harga beras yang masih tinggi.
Tak seperti harga bawang merah dan bawang putih yang sudah turun, harga beras masih cenderung tinggi.
Guna mengatasi hal itu, pemerintah sudah melakukan operasi pasar dan mulai menggelontorkan cadangan beras pemerintah.
Baca juga: Dirut PLN Paparkan Konsep Transisi Energi Menuju COP28 ke Presiden Jokowi
Jokowi berharap dalam dua atau tiga minggu ke depan, harga beras akan mulai normal dan stabil.
"Harga kayak bawang merah turun, bawang putih turun, hanya satu memang masih [tinggi], beras," kata Jokowi dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Beras kita sudah lakukan operasi pasar, menggelontorkan ke retail, menggolontorkan ke Cipinang, dan mungkin kita harapkan dalam dua minggu, tiga minggu ini akan turun, meskipun juga sudah turun sedikit," tuturnya.
Jokowi melanjutkan bahwa pemerintah memiliki stok beras 1,6 juta ton dan tambahan 400 ribu ton sedang dalam perjalanan.
Namun, guna memastikan stok beras benar-benar ada, pemerintah akan menambah stok 1 juta ton lagi.
"Kita harapkan turun dan kembali normal karena stoknya kita ada 1,6 juta ton," sambung Jokowi.

"Dalam perjalanan masih ada 400 ribu ton, artinya ada stok 2 juta ton, itu pun nanti akan kita tambah lagi 1 juta, untuk memastikan stok itu ada," terangnya.
Mantan Wali Kota Solo itu kemudian mengutarakan penyebab harga beras melonjak tinggi.
Faktor pertama ialah El Nino atau kekeringan. Faktor kedua karena banyak negara sudah menghentikan ekspor beras.
"Penyebab harga beras naik karena kekeringan, El Nino dan juga banyak negara, 19 negara, sudah men-stop ekspor beras," kata Jokowi.
Peringatan
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, memberi peringatan kepada pemerintah perihal kenaikan harga beras.
Ia meminta pemerintah tidak abai dan serius menangani hal ini, jangan sampai kasus kelangkaan minyak goreng pada 2022 terjadi lagi.
Yeka menyebut kasus kelangkaan minyak goreng yang lalu diawali oleh kekeliruan dalam menentukan akar permasalahan.
Seharusnya, saat itu pada 2020 pemerintah sudah melakukan mitigasi. Sayangnya, mereka abai.
Ketika tekanan publik sudah tinggi diikuti dengan harga yang telah naik, pemerintah akhirnya panik.
"Kalau pemerintah panik ya kasusnya yang terjadi di minyak goreng itulah yang akan kita alami (di beras)," kata Yeka dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Ia mengatakan, saat itu intervensi yang pemerintah lakukan hanya berujung pada minyak goreng yang semakin langka. Padahal, banyak regulasi yang telah dilakukan.
Yeka pun berharap dalam menghadapi kenaikan harga beras ini, semua tindakan pemerintah jangan sampai berdampak pada semakin langka dan mahalnya beras.
Oleh karena itu, ia meminta adanya kejujuran dalam menganalisis soal beras ini dan disampaikan ke publik.
Ia juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum agar mengedepankan asas ultimum remedium dalam pengawasan tata niaga beras, yang mana pidana merupakan upaya terakhir.
"Penegakan hukum melalui pidana dikhawatirkan dapat membuat pasokan beras semakin langka di pasar," ujar Yeka.
(Tribunnews.com/Deni/Endrapta Pramudhiaz)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.