Sumbang Devisa 159,6 Triliun, Benny Rhamdani Minta Negara Tambah Anggaran untuk BP2MI
Benny mengatakan, PMI seharusnya dibebaskan dari biaya-biaya yang harus dibayarkan sebelum mereka berangkat ke negara tujuannya.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) setiap tahunnya menyumbangkan devisa ke negara sebesar Rp 159,6 triliun.
Benny menuturkan, jumlah tersebut berdasarkan data tahunan dari Bank Indonesia (BI).
"Rp 159,6 triliun itu disumbangkan oleh mereka. Itu data BI. Bukan data asal hitung BP2MI. Data BI setiap tahunnya," kata Benny, kepada Tribunnews.com, Selasa (16/5/2023).
Baca juga: Keluhkan Anggaran Kecil, Kepala BP2MI Sebut Harus Sewa Ambulans untuk Jemput PMI Sakit
Oleh karena itu, Benny mengatakan, PMI seharusnya dibebaskan dari biaya-biaya yang harus dibayarkan sebelum mereka berangkat ke negara tujuannya.
Di antara persyaratan yang mengharuskan pekerja migran membayar, sebut Benny, yakni bayar paspor, visa, medical check up, tes psikologi, dan tiket pesawat.
"Makanya itu tadi. Saya ingin mereka yang berangkat setiap tahun kurang lebih 270 ribu (orang) dibebasin aja. Jangan mereka bayar paspor, bayar visa, medical check up, tes psikologi, termasuk tiket pesawat," ucap Benny.
Baca juga: PMI Asal Garut Dikabarkan Hilang Kontak di Riyadh Sejak 3 Bulan Terakhir, Diduga Alami Kekerasan
Sebab, dijelaskan Benny, mayoritas pekerja migran berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah.
Sehingga untuk mengusahakan bisa membayar sejumlah pengeluaran tersebut, kata Benny, para calon PMI itu harus menggadai harta benda mereka.
"Mereka kan miskin nih mayoritas, tidak punya kemampuan ekonomi. Untuk membayar biaya-biaya tadi akhirnya mereka menggadaikan sertifikat rumah, menggadaikan BPKB kendaraan orang tua, atau pinjam uang ke rentenir dengan risiko bunganya tinggi," kata Benny.
"Itu harus diakhiri. Karena itu bagian dari penindasan struktural yang akan dialami oleh para pekerja," sambungnya.
Lebih lanjut, Benny mengatakan, pemerintah cukup jika menyiapkan anggaran Rp 30 juta untuk 270 ribu pekerja migran per tahun.
"Ilustrasinya kalau misalkan mereka disiapkan Rp 30 juta oleh negara, 270 ribu per tahun kan hanya Rp 8,2 triliun," ucap Benny.
Menurutnya, anggaran Rp 8,2 triliun adalah jumlah yang kecil untuk dikeluarkan negara, karena melihat devisa yang diberikan para PMI ke negara jauh lebih besar per tahunnya.
Baca juga: Jenazah PMI yang Ditemukan Tewas di Taiwan Dikuburkan di Subang
"Nah Rp 8,2 triliun itu dikeluarkan oleh negara itu kecil, karena dikembalikan oleh mereka (PMI) Rp 159,6 triliun (devisa)," sambungnya.
Sebelumnya, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengungkapkan, setiap tahun punya utang sebesar Rp 2 miliar ke Rumah Sakit (RS) Polri.
Hal ini disampaikan Ketua BP2MI Benny Rhamdani, dalam sambutannya saat melepas 367 Pekerja Migran Indonesia (PMI) Skema G to G Korea Selatan, di Slipi, Jakarta Barat, Senin (15/5/2023).
Benny mengatakan, selama tiga tahun terakhir, ada sebanyak 94 ribu orang PMI dideportasi dari luar negeri.
"Mereka tidak sesuai prosedur, mereka ilegal, dan mereka dulu diberangkatkan oleh sindikat TPPO (tindak pidana perdagangan orang," kata Benny, dalam sambutannya, Senin ini.
Dijelaskan Benny, jumlah PMI yang sakit telah mencapai sebanyak 3.368 orang.
"Yang sakit sudah 3.368. Yang meninggal 1.921, rata-rata dua peti jenazah masuk ke tanah air kita melalui bandara pelabuhan," sambungnya.
Adapun katanya, kepulangan PMI yang sakit, dari luar negeri ke Indonesia itu ditangani oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Kemudian, lanjut Benny, setibanya di Indonesia langsung menjadi tanggung jawab BP2MI.
"Yang dideportasi ini kepulangan ke Indonesia ditangani oleh Kemenlu. Tiba di Indonesia menjadi tanggung jawab BP2MI sampai kembali ke kampung halaman," ucapnya.
Baca juga: Kepala BP2MI Pastikan 20 PMI yang Disekap di Myanmar Berangkat Secara Ilegal
Dalam proses melayani PMI itu, diakui Benny, BP2MI menyiapkan mulai dari tiket pesawat, tiket bus, dan pembiayaan rumah sakitnya.
"3.368 tiba di bandara, kita rujuk ke rumah sakit Polri. Dirawat hingga sembuh dengan biaya kami BP2MI. Setelah itu pulang ke kampung halaman dibiayai oleh kami juga," katanya.
Oleh karena itu, Benny mengungkapkan, setiap tahun BP2MI selalu punya utang sebesar Rp 2 miliar ke RS Polri.
"Sehingga setiap tahun kami berutang Rp 2 miliar ke RS Polri," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengeluhkan, anggaran dana yang didapatkan instansinya kecil.
Hal itu disampaikan Benny, dalam sambutannya saat melepas 367 PMI skema G to G Korea Selatan, di Slipi, Jakarta Barat, Senin (15/5/2023).
Momen itu berawal, ketika Benny menjelaskan mengenai hal yang dilakukan BP2MI untuk melayani pekerja migran Indonesia (PMI).
Benny mengatakan, banyak hal yang sebetulnya ingin ditanggung BP2MI dalam proses memberikan pelayanan itu.
Namun, kata Benny, hal itu sulit karena anggaran BP2MI dari pemerintah yang menurutnya kecil.
"Kita ingin menanggung banyak hal sebetuknya. Tapi anggarannya kecil," kata Benny, di Jakarta, Senin ini.
"Anggaran BP2MI itu Rp 300 miliar. Enggak pernah naik," sambungnya.
Dijelaskan Benny, 61 persen dari jumlah anggaran BP2MI dihabiskan untuk pegawai.
Sisa 39 persen, katanya, dialokasikan untuk program.
Karena jumlah tersebut, menurut Benny, tidak mencukupi. Alhasil, BP2MI pun harus mengemis ke beberapa instansi lain.
"61 persen habis untuk pegawai, karena kita punya kantor di 23 provinsi. Jadi hanya 39 biaya program. Akhirnya inilah lembaga yang ngemis-ngemis untuk program," ungkapnya.
"Ngemis ke Mandiri, dibantu apa. Nanti kita curhat ke Baznas, dibantu apa oleh Baznas," sambungnya.
Bahkan, Benny mengatakan, BP2MI harus menyewa ambulans untuk membawa PMI yang pulang dari luar negeri dalam kondisi sakit, dari bandara menuju ke rumah sakit.
"Bayangin, menanganu orang sakit pulang dari luar negeru, ambulansnya kita nyewa. Naudzubillah," katanya.
Hal itu diungkapkan Benny, membuatnya berpikir terkait keseriusan pemerintah dalam mengurus PMI.
"Makanya saya berpikir negara ini serius enggak sih ngurus PMI. Hanya untuk ambulans kita butuh di 23 provinsi, dan di pusat, Bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput peti jenazah, menjemput orang sakit untuk kita rujuk ke rumah sakit," lanjut Benny.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.