Selasa, 7 Oktober 2025

Polisi Terlibat Narkoba

Teddy Minahasa Divonis Penjara Seumur Hidup, Psikolog Forensik Nilai Polri Harus Beri Penjelasan

Vonis itu dibacakan Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa (9/5/2023).

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews/JEPRIMA
Mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa menghampiri tim kuasa hukumnya usai menjalani sidang kasus narkoba dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023). Teddy Minahasa divonis penjara seumur hidup dalam kasus narkoba. Hakim menyatakan Teddy terbukti menukar sabu barang bukti kasus narkoba dengan tawas. Teddy dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Vonis itu tidak sama dengan tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Teddy dengan pidana mati. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, menanggapi vonis penjara seumur hidup terhadap Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa, dalam kasus peredaran narkoba.

Vonis itu dibacakan Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa (9/5/2023).

"Narkoba memang masalah serius. Pengedar, jangankan seumur hidup, saya setuju hukuman mati. Apalagi jika pelakunya adalah aparat penegak hukum," ujar Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya.

Dia  menghormati putusan hakim namun melihat ada sejumlah loopholes dalam putusan hakim, terutama amat-sangat mengandalkan keterangan saksi.

"Saksi yang sekaligus merupakan terdakwa yakni DP," kata Reza.

Baca juga: Teddy Minahasa Divonis Bui Seumur Hidup, Hotman Paris Sebut Putusan Hakim Mengambang

DP Dimaksud adalah eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara.

Dalam persidangan sebelumnya Dody mengaku disuruh  atasannya Teddy Minahasa mengganti barang bukti narkoba dengan tawas.

Kasus narkoba ini bermula ketika Polres Bukittinggi mengungkap kasus narkoba jenis sabu itu pada Mei 2022.

Total ada 41,4 kilogram sabu yang disita Polres Bukittinggi dalam saat itu.

Namun Polres Bukittinggi kemudian memusnahkan barang bukti sabu itu. Dari total 41,4 kilogram sabu yang disita, hanya 35 kilogram sabu yang dimusnahkan.

"Jelas dengan status ganda tersebut, DP akan mengedepankan keterangan yang menguntungkan dirinya," ujar Reza.

"Sebagaimana saya katakan beberapa waktu lalu, keterangan saksi adalah barang yang paling potensial merusak proses pengungkapan kebenaran dan proses persidangan," katanya menambahkan.

Karena itu, menurut Reza, jika Teddy Minahasa mengajukan banding maka dia  berharap putusan hakim pengadilan tinggi nantinya akan lebih bersandar pada pembuktian.

"Sebagaimana sorotan saya terhadap coretan tangan JPU di naskah tuntutannya, hakim mengamini tuntutan jaksa bahwa TM tidak menyuruh melakukan," katanya.

Menurut Reza Teddy Minahasa  dinilai hakim turut serta bersama Dody Prawiranegara.

"Dengan posisi setara, karena TM dihukum seumur hidup, maka boleh jadi DP juga akan dihukum seumur hidup jika divonis bersalah," katanya.

Perlu penjelasan dari Polri

Reza mengatakan saat ini perlu adanya penjelasan dari Polri soal tawas yang katanya dipakai sebagai pengganti sabu.

"Itu sekarang di mana?" ujar Reza.

Dikatakan bahwa sabu di Jakarta otentik dengan sabu di Bukittinggi?

"Kalau beda berarti bukan hasil penyisihan. Lantas dari mana sabu itu?" katanya.

Dia juga menyinggung soal Dody yang katanya menjalani pemeriksaan urine?

"Apa hasilnya, positif atau negatif?" tanya Reza.

Termasuk soal perkataan Direktur dan Wakil Direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya bahwa mereka sebatas melaksanakan pimpinan.

"Dari sisi pidana, bukankah itu mengarah ke wrongful conviction atau kriminalisasi terhadap TM? Dari sisi organisasi kepolisian, itu patut dikhawatirkan sebagai perang bintang yang destruktif (dysfunctional)," ujar Reza.

Dia mengatakan bahwa ada riset di kepolisian.

Dimana respondennya adalah ratusan anggota polisi.

"Responden sebut bahwa sub-sub grup di internal kepolisian sudah mencapai level berbahaya sehingga patut dilarang.  Itu menjadi pengakuan bahwa klik-klik di institusi kepolisian memang ada. Tinggal lagi perlu dibedakan mana perang bintang yang fungsional dan mana yang disfungsional," katanya.

Dikatakan bahwa rivalitas fungsional membuat organisasi menjadi dinamis progresif dan personel menjadi berpola pikir transformatif.

"Sedangkan perang bintang yang disfungsional akan membuat organisasi statis bahkan regresif dan personel polisi menjadi agresif bahkan kanibal. Aksi saling sabotase menjadi salah satu bentuknya," ujar Reza.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved