Pengamat Yakin Jokowi Tak Berani Reshuffle Menteri dari NasDem, Ini Alasannya
Dedi Kurnia Syah menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak berani melakukan reshuffle terhadap menteri dari Partai NasDem.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak berani melakukan reshuffle terhadap menteri dari Partai NasDem.
Menurut Dedi, hal itu disebabkan pengaruh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang dianggap masih kuat.
"Jokowi tidak miliki keberanian lakukan reshuffle terhadap NasDem karena faktor pengaruh Surya Paloh yang kuat," kata Dedi kepada Tribunnews.com, Sabtu (12/11/2022).
Baca juga: Pengamat Prediksi Jokowi akan Reshuffle Menteri dari NasDem
Dedi menjelaskan Jokowi hanya mampu bersikap seolah tak menyetujui deklarasi Anies Baswedan.
"Jokowi hanya berani bersikap seperti itu," ungkap Dedi.
Ia menyarankan Partai NasDem agar konsisten mengawal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf hingga 2024.
Dedi mengungkapkan hal tersebut agar partai yang berdiri pada 11 November 2011 itu mendapat simpati publik.
"NasDem cukup konsisten berada di pemerintahan sampai Jokowi lakukan reshuffle. Hal ini agar simpati publik tetap ada di NasDem. Jika NasDem keluar maka ia dianggap tidak sejalan dengan Jokowi," ungkap dia.
Saat ini ada tiga menteri dari Partai NasDem.
Mereka adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate, dan Menteri Kehutanan-Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Lebih lanjut, Dedi juga menganggap Jokowi belum dewasa dalam berpolitik karena tak memberikan ucapan selamat di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-11 Partai NasDem.
Dedi mengatakan sikap Jokowi terhadap NasDem kelihatan berubah setelah Anies dideklarasikan sebagai calon presiden (capres) 2024.
"Jokowi menunjukkan ketidakdewasaan politik, cukup terlihat bagaimana perubahan sikap Jokowi pasca Nasdem usung Anies Baswedan," ucapnya.
Dedi menyebut sikap Jokowi yang demikian sangat memprihatinkan karena dianggap masih memiliki kepentingan politik praktis.