Jadi Nama Jalan di DKI, Berikut Sepak Terjang Pak Tino Sidin Pejuang '45 dan Guru Cucu Soeharto
Salah satu nama Jalan Cikini VII di Keluharan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat dirubah menjadi Jalan Tino Sidin.
Sebetuknya, Pak Tino buka sekedar guru gambar, dia juga pejuang.
Pejuang '45 hingga Sukarelawan Ganyang Malaysia 1964
Panca juga membagikan semaja perjuangan Tino Sidin saat perang kemerdekaan 1945. Dimana, ia bercerita bahwa Tino Sidin perernah menurunkan bendera Jepang saat peristiwa Tebing Tinggi Berdarah pada 13 Desember 1945.
"Pak Tino Sidin ditugasi Pak Deblot Sundoro (pamong taman siswa di Tebing Tinggi) menurunkan bendera Jepang. Esok harinya kemudian Jepang ngamuk. Pak Deblot Sundoro dibunuh dan pemuda-pemuda Tebing banyak yang diciduk dan ditembaki. Sampai sekarang peristiwa tersebut masih di peringati tiap tahun," ungkap Panca.
Baca juga: Google Doodle Spesial Hari Guru Nasional 2020, Berikut Profil Tino Sidin, Pelukis Terkenal Indonesia
Lalu, pada tahun 1946, Tino Sidin ke Yogyakarta menumpang kapal Sri Sultan HB IX yang waktu itu ada kunjungan ke Medan/Prapat.
Kemudian Tino mondok di rumah Ki Darmosugito (sekarang hotel (imaran) dan menyusul sahabatnya yang datang lebih dulu ke Yogyakarta yaitu Nasjah Djamin dan Daoed Joesoef untuk bljr lukis di sanggar SIM (Seniman Indonesia Muda) pimpinan pelukis S.Soedjojono.
Tino, Daoed dan Nasjah Djsmin pun mendirikan ASRI (Angkatan Seni Rupa Indonesia)nMedan yaitu sanggar lukis anak muda di (Medan dan Binjai Sumut).
Mereka belajar lukis tidak lama karena terus ikut berperang masuk di Tentara Pelajar.
"Pak Tino ikut TP gerilya pimpinan Pak Martono yang saat Orde Baru pernah jadi menteri Transmigrasi. Saat agresi Belanda I tahun 1947 tepatnya 29 juli 1947. Saat jatuhnya Pesawat Dakota Pak Tino saat ngajar pramuka/pandu di depan pendopo Taman Siswa melihat pesawat jatuh, menolong korban-korban yang jatuh Adi Sucipto, Adi Sumarmo, Abdulrahman Saleh ke RS petronela / bethesda," tuturnya.
Peran Tino bersama rekannya juga terekam dalam ingatan Panca saat agresi militer Belanda II tahun 1948.
"Pak Tino dan Pak Nasjah ikut long march Siliwangi ke arah barat dan Pak Daoed ke Utara Salatiga. Mereka ketemu 1949 di Jakarta kemudian tinggal di markas taman siswa," ujarnya.
Lalu, tahun 1961 - 1964, Tino mendapat bea siswa pampasan perang Jepang belajar melukis di Akademi Seni Rupa Yogyakarta (sekarang ISI Yogya).
Tino juga dekat dengan Presiden Pertana RI Ir. Soekarno atau Bung Karno karena ilmu kebathinan/tenaga dalam..
Di tahun 1963-1967, Tino memback up spiritual keamaman Bung Karno. Bahkan tahun 1964, Tino melalui surat dari Sekneg ditugasi Bung Karno mengkoordinir ahli-ahli kebathinan mensukseskan tentara yang dikirim dalam peristiwa Ganyang Malaysia.
Di zaman orde baru, Tino aktif di kesenian mengajar acara Gemar menggambar di TVRI Yogja 1969-1978. Kemudian pindah ke TVRI Nadional Jakarta di tahun 1978 sd 1990.
Bahkan, Tino mengajar gambar cucu-cucu Presiden Soeharto. Hal itu dibagikan oleh Panca lewat foto-foto dokumentasi keluarga saat Tino berfoto dengan Presiden Soeharto dan Ibu Siti Hartinah atau Tien.
Tino lahir pada 25 November 1925 di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Ia wafat pada 29 Desember 1995 di Jakarta. (tribun network/yuda).