Minggu, 5 Oktober 2025

MK Tolak Gugatan Soal Inkonstitusionalitas Tata Cara Perubahan UU MK

MK menolak gugatan tentang gugatan uji formil dan materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Glery Lazuardi/Tribunnews.com
Ilustrasi sidang MK - MK menolak gugatan yang dilayangkan oleh Dosen Fakultas Hukum UII, Allan Fatchan Gani Wardhana tentang gugatan uji formil dan materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com , Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan perkara nomor 90/PUU-XVIII/2020, tentang gugatan uji formil dan materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, pada Senin (20/6/2022).

Dalam putusannya, MK menolak gugatan yang dilayangkan oleh Dosen Fakultas Hukum UII, Allan Fatchan Gani Wardhana tersebut.

Selain itu Pemohon juga dinilai tak punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian materiil, dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

"Mengadili, dalam pegujian formil, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dalam pengujian materiil, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Konsitusi, Anwar Usman membaca amar putusan, Senin.

Baca juga: Sidang Perdana Pengujian UU Pemilu di MK, PSI Persoalkan Perbedaan Verifikasi Parpol

Baca juga: Kementerian dan Lembaga Harus Tuntaskan Perbaikan UU Cipta Kerja Juli 2022

Adapun Pemohon dalam perkara ini menggugat persoalan inkonstitusionalitas tentang tata cara perubahan UU 7/2020.

Di mana Pemohon mendalilkan bahwa proses pembentukan UU 7/2020 telah melanggar asas pembentukan undang-undang yaitu asas keterbukaan. Sehingga UU tersebut dipandang dibentuk tanpa partisipasi publik dan proses pembahasannya dilakukan tertutup dengan waktu sangat terbatas

Terhadap dalil tersebut, MK mengatakan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, RUU Perubahan Kedua UU Nomor 24 Tahun 2003 telah masuk dalam daftar Prolegnas tahun 2015-2019.

Menurut Mahkamah, tata cara perubahan UU tersebut yang telah mendasarkan pada daftar kumulatif terbuka sebagai tindak lanjut beberapa putusan MK, maka tata cara perubahan UU 7/2020 tak lagi relevan untuk dipersoalkan.

"Penting bagi Mahkamah untuk menegasakan bahwa usulan RUU jika masuk dalam daftar kumulatif terbuka sesungguhnya dapat dibentuk kapan saja dan tidak terbatas jumlahnya sepanjang memenuhi kriteria yang terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) UU 12/2011," terang Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Baca juga: Buruh Ancam Mogok Nasional Jika DPR Tak Cabut RUU PPP

Di samping itu kata Enny, perubahan UU lewat daftar kumulatif terbuka punya sifat khusus yang tak dapat sepenuhnya disamakan dengan usulan perubahan UU yang sifatnya normal.

MK juga menegaskan bahwa perubahan UU MK adalah dalam rangka menindaklanjuti putusan MK, sehingga tak relevan lagi bila proses pembahasan RUU tersebut masih dipersyaratkan pembahasan, termasuk soal syarat partisipasi publik yang ketat.

"Hal ini dimaksudkan agar esensi perubahan tersebut sepenuhnya mengadopsi substansi putusan MK," terang Enny. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved