Sabtu, 4 Oktober 2025

Terkait Temuan Dugaan Korupsi Dana Pesantren, HNW Desak ICW Bergerak Bersama Kemenag

HNW menyayangkan adanya temuan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana pesantren.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid saat ditemui awak media di Gedung DPR RI Nusantara V, Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyayangkan adanya temuan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana pesantren.

Politikus senior dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta agar ICW bisa bergerak bersama Kementerian Agama (Kemenag) guna mengungkap secara terang temuan tersebut.

"Intinya ya saya sangat menyesalkan terjadinya hal itu, saya berharap agar pihak ICW bisa segera front menyampaikan kepada Kementerian Agama," kata HNW saat ditemui awak media di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (31/5/2022).

Harapan tersebut diutarakan HNW agar Kemenag bisa menindaklanjuti adanya temuan tindak rasuah dalam lembaga pendidikan.

"Agar supaya minta Kementerian Agama betul-betul menindaklanjuti nya secara amanah secara profesional," ucap HNW.

Baca juga: KPK Minta ICW Laporkan Temuan Terkait Pemotongan Dana Bantuan Pesantren

Kendati demikian, dalam upaya mengungkap dugaan rasuah tersebut, ICW diminta untuk menyerahkan data-data yang valid ke Kemang agar penyelidikan bisa dilakukan secara serius.

"Jadi sekali lagi saya berharap agar ICW bisa segera lebih rinci dengan data-data nya ya kepada Kementerian Agama dan lembaga hukum dan kementerian Agama dapat menindaklanjuti nya dengan serius," kata HNW.

Diberitakan sebelumnya, ICW menemukan ada oknum partai politik yang memotong dana BOP untuk pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Labuhanbatu dan Padang Lawas, Sumatera Utara (Sumut).

Diketahui, selama pandemi Covid-19, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan kebijakan program BOP untuk ponpes.

Baca juga: ICW Minta Dewas KPK Telusuri Menjamurnya Spanduk Dukungan Capres Firli Bahuri

"Disinyalir ada orang yang mengaku dari partai tertentu yang melakukan pemotongan sebesar 30 persen dengan dalih sebagai sumbangan untuk pembangunan masjid," kata Koordinator Divisi Hukum ICW Lalola Ester dalam keterangannya, Jumat (27/5/2022).

Lalola mengungkapkan, oknum partai ini dibantu tim sukses Pileg 2019 untuk mengkoordinir beberapa pondok pesantren di Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Padang Lawas.

"Berdasarkan penjelasan informan didapatkan informasi bahwa oknum tersebut memang sudah sering mengkoordinir hibah bantuan pondok pesantren," katanya.

Selain itu, kasus pemotongan dana BOP pun ditemukan di wilayah Sumut lainnya, yakni di pondok pesantren yang beralamat di Desa Mesjid Lama Talawi Batu Bara yang mengaku dikenakan pemotongan sebesar Rp10 juta.

Baca juga: Kata KPK, Kajian ICW terkait Kerugian Keuangan Negara Salah Kaprah

Lalola mengatakan, temuan mengenai adanya potongan biaya yang dikenakan kepada pondok pesantren terjadi hampir di seluruh wilayah pemantauan.

Besaran potongan maupun modusnya pun beragam.

"Misalnya di Provinsi Aceh, potongan ada yang dikenakan sebesar satu juta rupiah saja, dan pihak pengurus mengaku hanya sebagai ucapan terima kasih karena membantu, hingga ada yang dikenakan potongan sebesar 50 persen dari nilai bantuan yang didapat," katanya.

Menurut informasi yang dihimpun di lapangan, ungkap Lalola, kebanyakan sudah terjadi kesepakatan atau perjanjian antara pihak ketiga dengan pengurus pondok pesantren.

"Potongan sebesar Rp1 juta dialami salah satu pondok pesantren yang terletak di Kabupaten Bireuen, Aceh, dimana mereka mendapat nilai bantuan sebesar Rp40 juta, namun sebesar Rp 1 juta diakui oleh pihak pimpinan pondok pesantren sebagai bentuk terima kasih kepada pihak yang telah membantu pencairan dana BOP Pesantren," ujar Lalola.

Sedangkan potongan sebesar 50 persen dialami oleh tiga pondok pesantren di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara, Desa Paya, dan Desa Matang. Ketiganya mengalami pemotongan yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai fasilitator.

"Fasilitator ini memberi informasi mengenai program BOP kepada pihak pesantren yang kemudian memperkenalkan mereka kepada kepada oknum mahasiswa yang akan mengurus proses pencairan dana BOP," ujar Lalola.

Kata Lalola, modus pemotongan dilakukan dengan melakukan kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak pesantren bahwa bantuan ini akan dikenakan potongan sebesar 50 persen.

Setelah perjanjian disepakati para oknum dan pihak pesantren mendatangi bank untuk mencairkan dana BOP, kemudian potongan sebesar 50 persen diberikan kepada oknum tersebut.

Lalola menjelaskan, pihak ketiga diketahui tidak hanya membantu mengurus pencairan dana bantuan BOP, tetapi juga membantu proses laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOP.

"Artinya ada kemungkinan laporan penggunaan dana BOP yang disampaikan pondok pesantren merupakan laporan fiktif karena ada penggunaan dana yang tidak sesuai dengan aturan Juknis, yaitu mengenai peruntukan penggunaan dana BOP," jelasnya.

Selain itu, di Jawa Timur, lanjut Lalola, berdasarkan dokumen dan informasi yang didapatkan melalui proses wawancara, didapati ada praktek pemotongan dana BOP yang diberikan kepada lima lembaga pendidikan keagamaan islam di Kabupaten Pamekasan.

Misalnya di salah satu lembaga pendidikan keagamaan di daerah tersebut, berdasarkan observasi lapangan, terdapat praktek dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai staf Dirjen Kemenag.

"Modusnya adalah meminta data-data berupa informasi soal lembaga pendidikan tersebut untuk keperluan administrasi pencairan bantuan. Namun, dana BOP yang seharusnya menjadi hak mereka, ternyata telah dicairkan oleh pihak lain," katanya.

"Setelah narasumber mencoba untuk mengurus dan mengembalikan hak lembaganya, menurut informasi dana bantuan dapat dicairkan akan tetapi dipotong 30 persen," imbuhnya.

Selain itu, pemotongan dan rekayasa dokumen juga terjadi di daerah Tlanakan yang dilakukan seorang yang mengaku sebagai perwakilan dari partai politik tertentu.

Modusnya adalah mengumpulkan sejumlah nama musala untuk diajukan ke Kemenag pusat terkait dana bantuan Covid-19.

Baca juga: KontraS dan ICW Desak Mendagri Batalkan Penempatan Anggota TNI-Polri Aktif Sebagai Pj Kepala Daerah

"Semua persyaratan dikerjakan oleh orang tersebut, mulai dari pembuatan rekening, pengajuan izin operasional lembaga ke Kemenag Kabupaten Pamekasan. Pihak penerima hanya tinggal menunggu waktunya pencairan," sebut Lalola.

Ketika sudah pencairan, lanjut Lalola, pengurus pesantren dibebankan tarif imbalan antara Rp1 juta hingga Rp4 juta untuk masing-masing lembaga.

"Kemudian dana BOP untuk pondok pesantren daerah Larangan dipotong sebesar 30 persen. Pelaku pemotongan mengaku sebagai staf ahli DPR," katanya.

Lalola mengatakan, praktek pemotongan juga terjadi pada saat melakukan penelusuran lapangan, diketahui di Provinsi Jawa Tengah.

Praktek tersebut ditemukan di Kabupaten Pekalongan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah setempat.

"Pengelola lembaga pendidikan di Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Mustajirin, kepada media massa menyatakan, dana BOP yang dia cairkan sebesar Rp10 juta dipotong sebesar Rp3 juta oleh koordinator kecamatan. Bantuan itu dicairkan pada tahap I Juli 2020 lalu," katanya.

Kata Lalola, kasus tersebut sudah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Kajen.

Namun, kejaksaan hanya mendapati pemotongan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Pekalongan sebesar Rp500 ribu.

"Dengan demikian, bukan tidak mungkin potongan uang itu dibagi secara berjenjang mulai dari pengurus FKDT tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten," kata dia.

Kemenag diketahui mengalokasikan dana Rp2,599 triliun dalam bentuk BOP yang ditujukan kepada 21.173 pesantren, 62.154 Madrasah Diniyah Takmiliyah, 112.008 lembaga pendidikan Alquran, dan 14.115 unit lembaga keagamaan islam.

Jumlah bantuan yang diterima masing-masing pesantren sesuai dengan kategori, yakni kategori kecil (jumlah santri 50-500 orang) mendapat Rp25 juta, kategori sedang (jumlah santri 500-1.500 orang) mendapat Rp40 juta, dan kategori besar (lebih dari 1.500 orang) mendapat Rp50 juta.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved