Senin, 6 Oktober 2025

Pemilu 2024

Jokpro 2024: Banyak Tokoh Politik Mulai Sadar Polarisasi Ekstrem Mengancam Kehidupan Berbangsa

Politisi Partai NasDem Saan Mustopa menyampaikan kekhawatirannya terhadap bahaya laten polarisasi ekstrem di Pilpres 2024.

KOMPAS
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai NasDem Saan Mustopa menyampaikan kekhawatirannya terhadap bahaya laten polarisasi ekstrem di Pilpres 2024.

Lalu, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap bahaya laten polarisasi ekstrem.

Antoni menyampaikan bahwa dengan adanya 3 pasang kandidat di Pilpres 2024 bisa mengurangi polarisasi yang terjadi pada pemilu 2019. Dimana, implikasinya masih terasa saat ini lebih bisa diantisipasi dan dimitigasi.

Menanggapi itu, Sekjen Jokpro 2024 Timothy Ivan Triyono mengaku senang dan gembira bahwa sudah mulai banyak politisi yang menyadari bahwa polarisasi ekstrem bahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Baca juga: Peneliti LIPI Nilai Airlangga sebagai Capres Netral di Tengah Polarisasi Pilpres 2024

Namun, Timothy menyebut, pernyataan Antoni yang menyampaikan bahwa dengan adanya tiga pasangan calon itu akan meredam polarisasi, menurutnya, PSI masih sangat naif

Karena, dengan adanya 3 pasangan itu justru sulit untuk mencari pemenang pemilu dan pilpres.

"Karena kan berdasarkan pertaturan perundang-undangan, pemenang pilpres itu harus memperoleh suara 50 persen plus satu. Sedangkan kalau calonnya tiga, empat, lima, atau bahkan calonnya sepuluh pasti sangat sulit bagi pasangan calon memperoleh 50 persen plus satu," kata Timothy seperti dikutip dari kanal Youtube Jokpro yang bertajuk Opini Jokpro, Selasa (10/5/2022).

Timothy menambahkan, apabila suara 50 persen plus satu itu tidak bisa tercapai dan tidak bisa dipenuhi oleh salah satu pasangan calon maka akan terjadi putaran kedua.

Nah, pada saat putaran kedua, pasti akan terjadi lagi head to head, satu lawan satu.

Dan apabila terjadi head to head maka polarisasi itu akan terjadi sehingga banyaknya pasangan calon yang berkontestasi dalam pemilihan presiden itu tidak akan efektif untuk meredam polarisasi.

Baca juga: Prabowo Subianto Bisa Jadi Jalan Tengah Redam Polarisasi di Pilpres 2024

"Jadi sangat naif bila kita beranggapan jika pretidential threshold nol persen, semakin banyak pasangan calon yang maju yang bisa berkontestasi dalam pilpres maka polarisasi otomatis akan hilang akan teredam, tidak! Justru itu akan memperpanjang proses pemilihan presiden akan menghabiskan banyak anggaran kan harus ada putaran kedua dan masyarakat terpolarnya akan semakin lama begitu, tidak efektif," jelasnya.

Ia pun tak sepakat dengan usulan agar menghimbau para elit tak mengunakan isu politik identitas dalam Pilpres.

Menurutnya, sangat naif usulan ini karena partai politik dan elit politik ini pasti butuh memenangkan pasangan calonnya.

"Seandainya memang politik identitas dan isu primordialisme ini bisa menjadi komoditas politik yang sangat empuk guna memenangkan pasangan calonnya, maka kita tidak akan bisa melarang, kita tidak akan bisa mencegah elit politik menggunakan isu itu sebagai senjata mereka untuk menjatuhkan lawan," paparnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved