Kasus Pengadaan Tanah di Munjul
Bacakan Nota Pembelaan, Eks Dirut Sarana Jaya Minta Maaf ke Gubernur Anies Baswedan
Yoory Corneles Pinontoan, membacakan nota pembelaan alias pleidoi atas tuntutan jaksa kepada dirinya dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PSJ), Yoory Corneles Pinontoan, membacakan nota pembelaan alias pleidoi atas tuntutan jaksa kepada dirinya dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan tanah untuk hunian DP Rp0 di Munjul.
Dalam pleidoinya, Yoory melayangkan permintaan maaf kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, lantaran merasa gagal mewujudkan program hunian DP Rp0.
"Kepada gubernur DKI Jakarta, Bapak Anies Rasyid Baswedan PhD, yang telah memberikan kepercayaan yang begitu besar kepada saya untuk menjalankan program yang sangat mulia, yaitu penyediaan hunian murah dan terjangkau bagi masyarakat Jakarta. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya ya pak. Jika saya tidak mampu mengemban amanah yang bapak gubernur berikan," kata Yoory dalam pleidoinya yang dibacakan Kamis (17/2/2022) malam.
Sebagai informasi, dalam persidangan ini, Yoory tak dihadirkan langsung dalam ruang sidang lantaran terpapar Covid-19.
Dia mengikuti jalannya persidangan dari tahanan dengan sambungan video virtual.
Tak hanya kepada Gubernur Anies Baswedan, permintaan maaf Yoory juga ditujukan kepada seluruh pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan seluruh warga DKI Jakarta.
Dia mengaku perkara yang menjeratnya ini merupakan hasil dari adanya ketidakjujuran yang dilakukan sejumlah pihak.
Baca juga: 3 Petinggi PT Adonara Propertindo Dituntut 7 dan 5,5 Tahun Bui Terkait Kasus Korupsi Lahan di Munjul
Hal itu didapati kata dia berada di lingkungan PPSJ, para penyedia lahan, dan notaris yang mengurus legalitas surat tanah.
"Mencederai kepercayaan yang saya berikan dan juga memanfaatkan kedekatan hubungan dengan beberapa orang di Sarana Jaya, untuk menutupi informasi yang sebenarnya mengenai tanah Munjul, agar dapat dilaksanakan transaksi jual belinya," kata dia.
Di akhir pleidoinya, Yoory menyatakan harapannya agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat memutuskan dirinya bebas dari dakwaan dan tuntutan.
Meskipun nantinya dalam putusan Majelis Hakim menyatakan Yoory bersalah, dirinya meminta untuk dijatuhi hukuman yang adil dan serendah-rendahnya.
Baca juga: Namanya Muncul di Sidang Perkara Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul, Apa Kata Wakil Ketua DPRD DKI?
Karena dalam pengakuannya, di perkara ini tidak ada niat atau kesengajaan dari diri pribadinya untuk melakukan penyimpangan atau perbuatan melawan hukum.
Terlebih dalam hal ini, perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi perusahaan atau negara.
"Apabila menurut Majelis Yang Mulia saya tetap dianggap bersalah, hukumlah saya dengan seringan-ringannya, dengan penuh rasa keadilan untuk saya dan keluarga," tukas Yoory.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles Pinontoan dengan pidana 6 tahun 8 bulan penjara, dan pidana denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Yoory terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama - sama dan berlanjut dalam perkara pengadaan lahan program hunian Pemprov DKI, DP 0 Rupiah. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Ini Reaksi M Taufik Namanya Disebut dalam Sidang Perkara Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul
"Menyatakan terdakwa Yoory Corneles Pinontoan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diancam Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor," kata Jaksa Takdir Suhan membaca surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (10/2/2022).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yoory Corneles berupa pidana penjara selama 6 tahun dan 8 bulan dikurangi selama masa tahanan dan pidana denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," lanjutnya.
Adapun dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa menimbang hal memberatkan dan meringankan.
Hal - hal memberatkan tuntutan, Yoory dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Perbuatan Yoory mengakibatkan keuangan negara dan pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov DKI merugi.
Perbuatan Yoory dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap program Pemprov DKI. Mengingat yang bersangkutan merupakan Direktur Utama di salah satu BUMD DKI yang menjalankan program Pemprov DKI.
Baca juga: Dalam Sidang, Eks Dirut Sarana Jaya Luapkan Kekecewaan Soal Zonasi Pembangunan Hunian di Munjul
"Terdakwa adalah sebagai Dirut BUMD yang menjalankan program Pemprov DKI sehingga perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah khususnya Pemprov DKI Jakarta," kata Takdir.
Sementara hal - hal yang meringankan, Yoory mengakui dan menyesali perbuatan korupsinya, belum pernah dihukum, dan tidak menikmati hasil tindak pidana korupsinya.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa mengaku belum pernah dihukum, mengakui, dan menyesali perbuatannya, terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana," terang Takdir.