Virus Corona
Kemenkes Bantah Kabar Temuan Covid-19 Varian Omicron di Bekasi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah varian Omicron telah terdeteksi di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah varian Omicron telah terdeteksi di Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hasil itu didapat dari pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) yang terus dilakukan pemerintah secara intensif.
"Informasi ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang mengatakan adanya pasien yang terpapar varian baru Omicron," ujar Nadia saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (8/12/2021).
"Kami terus mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan jangan sampai lengah dalam menjalankan protokol kesehatan yang ketat," ucap Nadia.
Sebagai antisipasi, pemerintah terus memaksimalkan tes deteksi virus SARS-COV2 menyebab Covid-19 atau Whole Genome Sequencing (WGS).
Setiap bulan sebanyak 1.500-1.800 sampel dites sebagai upaya deteksi varian baru.
Untuk diketahui, lebih dari 40 negara telah mengindentifikasi varian Omicron di negara mereka, setelah pada 26 November 2021 lalu, WHO menetapkan varian yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan sebagai varian of concern atau varian yang diwaspadai.
Nadia menekankan pentingnya masyarakat dalam menjaga prokes 3M, vaksinasi, membatasi mobilitas, dan penguatan 3T.
"Hal ini penting dilakukan. Dengan Presidensi G20 2022 kita tunjukan bagaimana Indonesia bisa bekerja dengan baik. Kalau bisa, Indonesia menjadi negara pertama yang keluar dari situasi oandemi. Ini butuh kerja sama semua pihak, termasuk masyarakat," kata Nadia beberapa waktu lalu.
Dinkes DKI Tegaskan Varian Omicron Belum Ditemukan di Jakarta
Pemprov DKI menyatakan kabar di media sosial mengenai temuan 4 kasus virus Corona varian Omicron adalah informasi tidak benar alias hoaks.
Berdasarkan hasil klarifikasi Litbangkes Kementerian Kesehatan pada Rabu (8/12/2021) hingga sekarang virus varian baru tersebut belum ditemukan di ibu kota.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti mengatakan mereka secara aktif melakukan Whole Genome Sequencing (WGS) setiap harinya untuk mendeteksi varian virus corona.
"Setidaknya sudah 2.500 spesimen diperiksa dan 40 persen di antaranya adalah variant of concern dan sejauh ini tidak ditemukan varian Omicron," kata Widyastuti dalam keterangannya, dikutip Kamis (9/12/2021).
Adapun Dinkes DKI secara periodik mendapat hasil pemeriksaan WGS, dan sampai sekarang belum ditemukan varian Omicron.
Dinkes DKI sendiri mengapresiasi pemerintah pusat yang memperpanjang masa karantina pelaku perjalanan luar negeri selama 10 dan 14 hari, dengan tujuan untuk mencegah penyebaran varian Omicron.
"Penguatan surveilans WGS dan 3T terus ditingkatkan, selain upaya 6M dan vaksinasi yang optimal," jelasnya.
4 hal yang perlu diketahui soal Omicron
Apa Itu Varian Omicron?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamai varian baru virus corona B.1.1529 sebagai "Omicron".
Pengumuman itu dikelurakan pada hari Jumat di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa varian itu sangat menular dan dapat mengurangi kemanjuran vaksin.
Varian yang diturunkan dari garis keturunan B.1.1 ini "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "sangat tidak biasa" dalam jumlah mutasinya.
B.1.1529 memiliki 32 mutasi yang terletak di protein lonjakannya, termasuk E484A, K417N dan N440K, yang bisa membantu virus lolos dari deteksi antibodi.
Mutasi lain, N501Y, tampaknya meningkatkan kemampuan virus untuk masuk ke sel kita, membuatnya lebih mudah menular.
Dari Mana Asalnya?
Varian Omicron ini pertama kali terdeteksi di Botswana pada 11 November, di mana tiga kasus kini telah dicatat.
Sementara itu di Afrika Selatan, di mana kasus pertama ditemukan pada 14 November, 22 kasus telah dicatat, menurut Institut Nasional untuk Penyakit Menular.
Lebih banyak kasus diperkirakan akan dikonfirmasi di negara itu ketika hasil pengurutan keluar.
Kasus tambahan telah diidentifikasi di Hong Kong, yang melibatkan seorang pelancong berusia 36 tahun.
Ia sempat tinggal di Afrika Selatan dari 23 Oktober hingga 11 November, lalu dites positif tiga hari kemudian saat menjalani karantina sekembalinya ke rumah.
Pada hari Jumat (26/11/2021), Eropa mencatat kasus pertama yang dikonfirmasi setelah infeksi dilaporkan di Belgia.
Ahli virologi Marc Van Ranst mentweet bahwa varian tersebut telah terdeteksi pada seorang pelancong yang kembali dari Mesir awal bulan November.
Para ilmuwan mengatakan bahwa varian tersebut memiliki lebih banyak perubahan pada protein lonjakannya daripada yang lain yang telah mereka lihat.
Ada dugaan bahwa penyakit itu mungkin muncul dari orang dengan gangguan kekebalan yang menyimpan virus untuk jangka waktu yang lama, mungkin seseorang dengan HIV/AIDS yang tidak terdiagnosis.
Apakah Kebal Vaksin?
Protein lonjakan yang melapisi bagian luar virus corona memungkinkannya menempel dan masuk ke sel manusia.
Vaksin melatih tubuh untuk mengenali lonjakan ini dan menetralkannya, sehingga mencegah infeksi sel.
Ke-32 mutasi yang terdeteksi dalam protein lonjakan varian baru akan mengubah bentuk struktur ini, sehingga menimbulkan masalah bagi respons imun yang diinduksi oleh vaksin.
Mutasi ini dapat membuat protein lonjakan kurang dikenali oleh antibodi kita.
Akibatnya, mereka tidak akan seefektif menetralkan virus, yang kemudian dapat melewati pertahanan kekebalan dan menyebabkan infeksi.
Haruskah Kita Khawatir?
Para ilmuwan memiliki pendapat yang beragam tentang apakah kita harus khawatir tentang varian terbaru ini atau tidak.
Dr Tom Peacock, seorang ahli virologi di Imperial College London, memperingatkan bahwa varian itu bisa menjadi "perhatian nyata" karena terdapat 32 mutasi pada protein lonjakannya.
Namun, Profesor Francois Balloux, direktur Institut Genetika di University College London, mengatakan bahwa saat ini "tidak ada alasan untuk terlalu khawatir."
Melalui Twitter, Dr Peacock menulis bahwa varian "sangat, sangat harus dipantau karena profil lonjakan yang mengerikan" yang dapat berarti bahwa varian itu lebih menular daripada varian lain yang sudah ada.
Tetapi Dr Peacock mengatakan bahwa dia "berharap" variannya akan berubah menjadi salah satu dari "kluster aneh" saja dan tidak akan menular seperti yang ditakuti.
Sementara itu, Prof Balloux mengatakan bahwa "sulit untuk memprediksi seberapa menularnya varian ini sekarang."
Ia menjelaskan: "Untuk saat ini, varian itu harus dipantau dan dianalisis dengan cermat, tetapi tidak ada alasan untuk terlalu khawatir, kecuali jika frekuensinya mulai meningkat dalam waktu dekat."(*)