Jumat, 3 Oktober 2025

KLHK Dorong Produsen Bertanggungjawab terhadap Sampah Plastik Produk Mereka

Sampah plastik ini merupakan persoalan yang sangat serius. Karenanya, KLHK menginginkan agar tidak ada persoalan baru lagi dengan sampah plastik ini.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Shutterstock
Ilustrasi sampah plastik (Shutterstock) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang memiliki hirarki tertinggi untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia.

Hal itu disebabkan kemasannya yang bisa dipakai berulang kali, sehingga bisa mengurangi pemakaian kemasan AMDK sekali pakai yang berpotensi menambah pencemaran terhadap lingkungan.

Saat ini Indonesia juga sudah memiliki peraturan terkait 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan 3R melalui Bank Sampah yang menjadi dasar pelaksanaan Bank Sampah di Indonesia.

Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, mengatakan baik Reduce, Reuse, dan Recycle, itu memiliki hirarkinya masing-masing.

Baca juga: Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi Berbasis Masyarakat di Cilegon

Baca juga: Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua di Dunia

“Reduce itu bagi orang-orang lingkungan, orang-orang persampahan, adalah paling tinggi hirarkinya. Jadi, kalau dia bisa mereduce itu sudah paling tinggi levelnya.

Kemudian di bawah itu reuse, jadi dipakai berulang kali. Terakhir baru recycle,” ujarnya dalam webinar media Efektivitas Permen KLHK 75/2019 Dalam Mengirangi Sampah Plastik Sekali Pakai belum lama ini.

Dalam kaitannya dengan produk AMDK, menurut Novrizal, secara filosofis galon guna ulang itu memiliki hirarki yang lebih tinggi dari kemasan AMDK yang sekali pakai.

“Kita tahu bahwa galon guna ulang itu reuse, berulang kali dipakai. Artinya, secara hirarki kan galon itu bisa kita take back,” tukasnya.

Kata Novrizal, sampah plastik ini merupakan persoalan yang sangat serius. Karenanya, KLHK menginginkan agar tidak ada persoalan baru lagi dengan sampah plastik ini.

Caranya adalah memastikan sampah-sampah plastik itu tidak ditemukan lagi di tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

“Karenanya, kita ingin mendorong produsen untuk menunjukkan komitmennya dalam menjalankan EPR atau tanggung jawab mereka terhadap sampah plastik yang diakibatkan oleh produk-produk mereka, sesuai UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,” katanya.

Dia mencontohkan untuk kemasan plastik sekali pakai yang digunakan para konsumen, di mana begitu selesai digunakan kemasan itu langsung dibuang ke tempat sampah.

“Tidak bisa dibayangkan berapa banyak sampah plastik sekali pakai ini yang dibuang ke TPA-TPA. Nah, kondisi seperti itulah yang mendorong kita meminta para produsen itu untuk mengurangi produksi kemasan yang menggunakan plastik sekali pakai,” ucapnya.

Baca juga: Dorong KLHK Buka Peta Jalan Atasi Sampah Plastik Sekali Pakai ke Publik

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, mengungkapkan bahwa volume AMDK itu 70 persennya berasal dari galon guna ulang.

Setiap tahun galon guna ulang itu menghemat penggunaan plastik sangat luar biasa.

Dia mengasumsikan volume AMDK yang diwadahi galon guna ulang itu selama setahun pada 2020 mencapai 20 miliar liter.

“Berat satu galon guna ulang kosong sekitar 0,770 g, kalau dikalikan 1 miliar galon berarti kita perlu 770 ribu ton plastik setiap tahun.

Itu setara dengan 38.500 kontainer kalau diasumsikan 1 kontainer memuat 20 ton. Jumlah plastik ini setara dengan sekitar 40 miliar botol plastik kecil AMDK. Tapi, itu tidak terjadi dengan kita menggunakan kemasan galon guna ulang,” tuturnya.

Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, bahkan menyayangkan masih adanya produsen AMDK yang mengeluarkan produk-produk baru kemasan sekali pakai ini di masyarakat.

Menurutnya, produsen seperti ini sama sekali tidak mendukung pengurangan sampah plastik di Indonesia.

Ia khawatir, jika masyarakan nantinya beralih dan menjadi terbiasa dengan kemasan sekali pakai ini, guna ulang yang ramah lingkungan malah ditinggalkan.

“Saya membayangkan betapa tingginya potensi sampah di Indonesia.

Belum ada produk baru AMDK sekali pakai ini saja kita sudah menghasilkan sampah yang tinggi, utamanya masyarakat Jakarta yang sudah mulai bermunculan berita bahwa TPA kita sudah mulai overload. Demikian juga dengan kota-kota lain. Apalagi ditambah sampah dari produk-produk baru si produsen itu,” kata Atha.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved