Kasus Pengadaan Tanah di Munjul
Perjalanan Kasus Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul Berujung Pemeriksaan Anies Baswedan oleh KPK
Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun Anggaran 2019 menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies pada hari ini, Selasa (21/9/2021), diperiksa sebagai saksi untuk mantan anak buahnya, eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Begitu menjadi tersangka dalam kasus ini, Anies langsung memecat Yoory.
"Ada 8 pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta. Pertanyaan menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta," ucap Anies usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Namun, Anies tidak memerinci lebih jauh delapan pertanyaan terkait program pengadaan rumah tersebut.
"Menyangkut subtansi biar KPK yang jelaskan, dari sisi kami tentang apa yang menjadi program," kata Anies.
Kepada tim penyidik KPK, Anies mengaku sudah menjelaskan dengan rinci apa yang dia tahu.
Baca juga: FAKTA Anies Baswedan Diperiksa KPK: Jawab 8 Pertanyaan hingga Kronologi Kasus
Dia berharap keterangannya membantu KPK menguak dugaan rasuah dalam kasus tersebut.
"Saya berharap penjelasan yang tadi disampaikan bisa bermanfaatkan bagi KPK untuk menegakan hukum, menghadirkan keadilan, dan memberantas korupsi," katanya.
Konstruksi Perkara Kasus Munjul
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu Yoory Corneles Pinontoan, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar, serta satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.
Kasus ini bermula pada 4 Maret 2019. Saat itu, Anja bersama-sama Tommy Adrian dan Rudi Hartono Iskandar menawarkan tanah yang berlokasi di Munjul seluas lebih kurang 4,2 hektare kepada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ).
Padahal, saat itu, tanah tersebut sepenuhnya masih milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Sebagai tindak lanjutnya, diadakan pertemuan antara Anja dan Tommy dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta, yang dalam pertemuan tersebut ada kesepakatan pembelian tanah oleh Anja, Tommy, dan Rudi yang berlokasi di daerah Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta dengan nilai Rp2,5 juta per meter atau total Rp104,8 miliar.
Baca juga: Diperiksa KPK, Anies Baswedan Sempat Pamer Keberhasilannya Tangani Pandemi di Jakarta
Pembelian tanah yang dilakukan oleh Anja bersama dengan Tommy dan atas sepengetahuan Rudi dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilaksanakan pada 25 Maret 2019, dan seketika langsung dilakukan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Anja dan Tommy dengan jumlah sekira Rp5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Pelaksanaan serah terima Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilakukan melalui notaris yang ditunjuk oleh Anja.
Kemudian, Anja, Tommy dan Rudi menawarkan tanah tersebut kepada Sarana Jaya dengan harga permeternya Rp7,5 juta atau total Rp315 miliar.
Selanjutnya, diduga terjadi proses negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp5,2 juta per meter dengan total Rp217 miliar.
Baca juga: Gubernur Anies Dukung Vaksinasi Pfizer Gratis Inisiasi DPD Golkar Jaksel
Kemudian pada 8 April 2019, dilakukan penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perumda Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur Sarana Jaya dengan pihak penjual yaitu Anja.
Masih pada waktu yang sama, juga dilakukan pembayaran sebesar 50% atau sekira sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI.
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Anja sekitar sejumlah Rp43,5 miliar.
Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta tersebut, KPK menduga Perumda Sarana Jaya melakukan empat perbuatan melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah; tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait; beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate; dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
KPK menyatakan, atas perbuatan para tersangka, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp152,5 miliar.
Berujung Pemeriksaan Anies Baswedan
Sarana Jaya dikenal sebagai perusahaan properti berbentuk BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang bergerak di bidang penyediaan tanah, pembangunan perumahan, bangunan umum, kawasan industri, serta sarana-prasarana.
Sarana Jaya yang merupakan BUMD mendapat penyertaan modal dari Pemprov DKI. Dalam lampiran daftar Penyertaan Modal Daerah (PMD) dan investasi daerah lainnya tahun anggaran 2021 DKI Jakarta, Sarana Jaya mendapat PMD Rp1.163.806.000.000 pada 2021.
Kemudian Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan adanya temuan dua dokumen anggaran terkait Sarana Jaya.
Dokumen pertama menyebut total anggaran yang diterima Sarana Jaya berjumlah Rp1,8 triliun dan dokumen lainnya sebesar Rp 800 miliar.
Baca juga: KPK Gelar Rapat Terkait Rencana Pemanggilan Anies Sebagai Saksi dalam Kasus Korupsi Tanah Munjul
"Jadi tentu itu akan didalami termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya diterima BUMD Sarana Jaya. Karena cukup besar yang kami terima info karena cukup besar angkanya sesuai dengan APBD itu ada SK Nomor 405 itu besarannya Rp 1,8 triliun," kata Firli, Senin (2/8/2021).
"Terus ada lagi SK 1684 itu APBP Rp 800 miliar, nah itu semua didalami," tambahnya.
Dalam lampiran VIII Perda DKI Nomor 8 Tahun 2018, Sarana Jaya tercatat mendapat PMD Rp1,8 triliun pada 2019. Pada tahun itu terjadi pembelian lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, oleh Sarana Jaya yang kemudian diusut KPK karena diduga terjadi korupsi.
Pemeriksaan Anies Baswedan dalam perkara ini dilakukan karena jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Firli menyatakan keterangan Anies diperlukan lantaran dirinya yang memahami penyusunan APBD DKI, yang diduga digunakan dalam kasus korupsi pengadaan lahan tersebut.
"Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga koleganya di DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," kata Firli, Senin (12/7/2021).