Seleksi Kepegawaian di KPK
Yudi Purnomo: Biasanya Datang Pagi Karena OTT Tangkap Koruptor, Kini Beresin Meja Kerja
56 pegawai KPK berharap Presiden Jokowi mengeluarkan keputusan bijak demi upaya untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bakal diberhentikan sudah bersiap-siap meninggalkan kantor lembaga antirasuah di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Mereka sudah membereskan ruangan dan meja kerja.
"Biasanya datang pagi karena OTT nangkap koruptor, kini datang beresin meja kerja," ucap salah satu perwakilan pegawai KPK yang diberhentikan, Yudi Purnomo Harahap, Kamis(16/9).
Yudi juga mengaku merasa terharu menjelang pemberhentian dirinya dan pegawai KPK lain.
Karena itu dia mengaku tidak akan hadir ke gedung KPK.
"Enggak sanggup lihat air mata berjatuhan atas suka-duka kenangan memberantas korupsi belasan tahun ini, dari semalam WA dan telepon dari mereka silih berganti," ucap Yudi.
Baca juga: KPK: Hampir 90 Persen Korupsi Menyangkut Pengadaan Barang dan Jasa
Kendati demikian lanjut Yudi, 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan menyatakan tetap akan melakukan perlawanan secara hukum.
Sebab menurut mereka, pemecatan ini adalah upaya untuk melemahkan pemberantasan korupsi.
"Oleh karena itu, walaupun sampai sekarang kami belum mendapatkan SK (Surat Keputusan) pemberhentian, tapi setelah nanti mendapatkan kami akan melakukan perlawanan hukum," kata Yudi.
Ketua Wadah Pegawai Pegawai KPK itu berpendapat upaya melemahkan pemberantasan korupsi tak boleh dibiarkan.
Sebab, 57 orang yang dipecat merupakan para pejuang antikorupsi, seperti penyidik, penyelidik, dan pegawai lainnya yang sudah belasan tahun memberantas korupsi.
Baca juga: Dukung KPK Pecat 56 Pegawai Tak Lolos TWK, Begini Cuitan Fahri Hamzah di Media Sosial
Pemecatan pun, lanjut Yudi, bertentangan dengan apa yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Namun pada kenyataannya malah diberhentikan dengan alasan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan), padahal arahan presiden pada Mei yang lalu sudah jelas bahwa 75 orang pegawai KPK ini tidak boleh diberhentikan," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Yudi, sebenarnya yang bisa menghentikan pemecatan ini hanyalah Presiden Jokowi selaku kepala pemerintahan maupun selaku pembina kepegawaian tertinggi di Indonesia.
Sebanyak 56 pegawai KPK berharap Presiden Jokowi mengeluarkan keputusan bijak demi upaya untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi.
"Bahwa pemberantasan korupsi harus tetap berlanjut, harus tetap berjalan, apapun yang terjadi demi menyelamatkan uang rakyat yang telah dikorupsi," katanya.

Terima Kasih
Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri pun mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan andil 57 pegawai KPK tersebut.
"Terima kasih kepada insan KPK yang telah memberikan dedikasi andil dalam rangka membangun dan memperkuat pemberantasan korupsi,” ujar Firli.
“Gedung KPK yang ada 16 lantai tidak akan pernah berdiri tanpa jasa satu butir pasir," ucap dia.
Firli menyatakan, KPK akan tetap terus bersemangat mempertahankan perjuangan untuk pemberantasan korupsi.
Ia pun mengajak semua pihak untuk terus bersatu mewujudkan Indonesia yang bebas dari tindak pidana korupsi.
"Mari kita tatap masa depan Indonesia yang sejahtera, cerdas, maju, adil, dan makmur. Dan tentunya Indonesia kita bisa wujudkan apabila Indonesia bebas dan bersih dari korupsi," tutur Firli.

Diberitakan, KPK memutuskan untuk memberhentikan 57 pegawai yang tidak lolos TWK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, 57 pegawai KPK yang tidak lolos TWK akan diberhentikan per 30 September 2021.
Rinciannya, 50 pegawai KPK dipecat karena tidak mendapat kesempatan untuk ikut bela negara karena tak lolos TWK.
Sebanyak enam pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat, dan diberi kesempatan mengikuti bela negara serta pelatihan, namun tidak mengikutinya.
Satu pegawai berhenti karena sudah memasuki masa pensiun. "Akan diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021," kata Alex.

Mereka yang termasuk daftar itu pun, bukan pegawai sembarangan.
Mulai dari pejabat struktural hingga penyelidik dan penyidik top KPK yang sedang menangani kasus korupsi besar.
Sebut saja, Giri Suprapdiono, Novel Baswedan, Yudi Purnomo Harahap, Harun Al Rasyid, dsb. Pemberhentian ini dianggap lebih cepat dari rencana awal yakni pada 1 November 2021.
KPK beralasan, hal ini merupakan kesepakatan berdasarkan rapat pada 13 September 2021.
"Jadi, bukan percepatan, tetapi memang dalam durasi yang dimandatkan oleh undang-undang," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
KPK menegaskan, pemberhentian ini sudah sesuai prosedur, yakni berdasarkan PP 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK pasal 18 dan 19 ayat (3) huruf d.(Tribun Network/ham/kps/wly)