Selasa, 7 Oktober 2025

Kebakaran di Lapas Tangerang

Kebakaran Lapas Tangerang, Amnesty Minta Orientasi Kebijakan Penanganan Kejahatan Ringan Diubah

Para tahanan dan terpidana, kata Usman, kerap ditempatkan dalam penjara yang sesak dan mengancam hidup dan kesehatan mereka.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Warta Kota/Henry Lopulalan
Para keluarga mendatangi Posko Ante Morten OPS DVI di RS Sukamto, Kramatjati, Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu, (8/9/2021). Para keluarga akan diambil sample DNA untuk pemeriksaan DNA serta foto dan ciri keluarga untuk mengenali 41 jenasah korban kebakaran di Lapas Tangerang. (WARTAKOTA/ 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan duka cita pada keluarga korban kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang yang menewaskan 41 orang dan melukai puluhan lainnya.

Ia mengatakan kejadian tersebut bukan kebakaran biasa, tapi juga masalah hak asasi manusia.

Kejadian serupa, kata dia, tidak boleh terjadi lagi.

Baca juga: Temuan dan Dugaan Sementara Polisi Terkait Kebakaran Lapas Tangerang yang Tewaskan 41 Narapidana

Menurutnya kejadian tersebut semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Para tahanan dan terpidana, kata Usman, kerap ditempatkan dalam penjara yang sesak dan mengancam hidup dan kesehatan mereka.

Mereka, kata Usman, juga manusia yang berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas kesehatan.

Ia mengatakan semua tahanan berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat.

Tempat penahanan, kata anggota Dewan Pakar Perhimpunan Advokat Indonesia RBA itu, harus menyediakan ruang, penerangan, udara, dan ventilasi yang memadai.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Pemerintah akan Bentuk Tim Terkait Kebakaran di Lapas Tangerang

Kapasitas penjara yang terbatas dengan jumlah penghuni yang berlebihan, kata Usman, adalah akar masalah serius dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Salah satu langkah yang dapat segera diambil pemerintah untuk menangani masalah ini adalah dengan mengubah orientasi politik kebijakan dalam menangani kejahatan ringan, termasuk yang terkait penggunaan narkotika," kata Usman dalam keterangannya pada Rabu (8/9/2021).

Pemerintah, kata dia, dapat membebaskan mereka yang seharusnya tidak pernah ditahan, termasuk tahanan hati nurani dan orang-orang yang ditahan atas dasar pasal-pasal karet dalam UU ITE.

Penahanan dan pemenjaraan orang hanya karena mengekspresikan pendapatnya secara damai, kata Usman, tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun.

Terlebih lagi, lanjut dia, dalam situasi di mana ada over kapasitas lapas yang membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa tahanan terutama di masa pandemi seperti saat ini.

Baca juga: Cerita Keluarga Soal Aktivitas Seorang Korban pada Malam Lapas Kelas I Tangerang Terbakar

Untuk itu ia menegaskan Pemerintah harus bertanggungjawab dan segera mengusut apa sebab kebakaran tersebut dan memastikan semua hak keluarga korban terpenuhi

“Sudah selayaknya Menkumham dan Dirjen Lapas mundur dari jabatan mereka. Ini masalah serius hak asasi manusia banyak orang, terutama mereka yang menjadi Korban dan juga yang kini masih berada dalam penjara yang sesak,” kata Usman.

Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia wetiap tahanan memiliki hak atas kondisi penahanan yang layak, sebagaimana dijamin dalam Pasal 10 Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia.”

Amnesty berpendapat over kapasitas juga menyebabkan tidak dapat dipenuhinya Aturan Minimum Standar tentang Penanganan Tahanan yang diadopsi oleh PBB, yang menyebutkan.

Aturan tersebut berbunyi, “Seluruh akomodasi yang disediakan untuk dipergunakan oleh tahanan, terutama seluruh akomodasi tidur, memenuhi seluruh persyaratan kesehatan dengan memperhitungkan secara semestinya kondisi iklim dan, terutama, kandungan udara dalam ruangan, luas lantai minimum, pencahayaan, penghangat ruangan, dan ventilasi.”

Amnesty berpendapat penting bagi pemerintah untuk mengkaji kembali perlunya melanjutkan masa penahanan demi menjaga kesehatan orang-orang yang berada dalam tahanan, staf penjara dan masyarakat secara umum.

Selain itu, Amnesty juga berpendapat pemerintah harus mempertimbangkan apakah tahanan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat, pembebasan lebih awal, atau dikenakan hukuman alternatif non-penahanan.

Mereka, menurut Amnesty, harus sepenuhnya mempertimbangkan keadaan individu dan risiko yang akan ditimbulkan pada kelompok tahanan tertentu.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved