Jumat, 3 Oktober 2025

Korupsi Bansos Covid di Kemensos

Juliari Batubara Sebut Kesaksian Dirjen Linjamsos Tak Miliki Kekuatan Bukti

Maqdir Ismail, menyebut kesaksian Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Pepen Nazaruddin tak memiliki bukti yang kuat.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus korupsi bansos se-Jabodetabek tahun 2020, Juliari Batubara mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (28/4/2021). Agenda sidang dengan terdakwa mantan Menteri Sosial tersebut adalah mendengarkan keterangan saksi. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail, menyebut kesaksian Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Pepen Nazaruddin tak memiliki bukti yang kuat.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Senin (10/5/2021) kemarin, Pepen menyatakan soal adanya perintah dari Juliari untuk memotong Rp10 ribu perpaket bantuan sosial (bansos) sembako. 

"Dalam keterangannya sebagai saksi, Pepen Nazaruddin, menyatakan bahwa secara sekilas Adi Wahyono menyatakan mendapat arahan dari Menteri Sosial meminta fee sebesar Rp10 ribu untuk setiap paket," kata Maqdir lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (11/5/2021).

Maqdir menyebut kesaksian Pepen kemarin tak memiliki kecukupan alat bukti lantaran merupakan kesaksian tidak langsung dan berdiri sendiri. 

Dalam sidang, Pepen menyatakan mendengar adanya perintah Juliari itu dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono.

"Keterangan ini bukan hanya berdiri sendiri, tetapi juga keterangan yang bersifat de auditu keterangan saksi de auditu tidak mempunyai kekuatan sebagai alat bukti saksi," ujar Maqdir.

Menurut Maqdir, kesaksian yang bersifat de auditu atau kesaksian karena mendengar keterangan dari pihak lain tak bisa diterima sebagai alat bukti. 

Apalagi, dalam kesaksiannya juga Pepen menyebut tak pernah mengonfirmasi langsung kepada Juliari soal adanya perintah memotong Rp10 ribu perpaket bansos.

Baca juga: Dimarahi Hakim, Dirjen Linjamsos Sebut Juliari Perintahkan Potong Rp10 Ribu Perpaket Bansos

"Selain itu, mengenai kebenaran arahan ini, dikatakan pula bahwa dia (Pepen) tidak pernah meminta konfirmasi kepada Menteri mengenai kebenaran cerita yang disampaikan secara sekilas oleh Adi Wahyono tersebut," ujar Maqdir.

Tak hanya itu, dalam kesaksiannya juga Pepen menyebut jika dirinya bukan pihak yang bertanggung jawab atas pengadaan bansos sembako untuk wilayah Jabodetabek ini, melainkan tanggung jawab ada pada Mensos Juliari.

Menurut Maqdir, justru Pepen lah yang berfungsi sebagai penanggung jawab dalam pengadaan bansos ini.

"Berdasarkan fakta surat keputusan Dirjen Nomor:10/3/BS.01.02/4/2020, tanggal 30 April 2020, yang dia (Pepen) tanda tangani, dia adalah penanggung jawab dari pelaksanaan kegiatan," jelas Maqdir.

Di sisi lain, Maqdir meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan gratifikasi oleh Pepen, yakni sepeda Brompton dan pembelian cicin senilai Rp50 juta dari Adi Wahyono.

"Hal yang perlu juga dicatat dan ditindaklanjuti adanya penerimaan gratifikasi oleh Pepen Nazaruddin berupa sepeda Brompton dan pembayan cincin dengan akik seharga Rp50 juta oleh Adi Wahyono yang tidak dilaporkan kepada KPK," ujar Maqdir.

Diberitakan sebelumnya, Pepen Nazaruddin menyebut adanya perintah dari Juliari Batubara soal pemotongan Rp10 ribu perpaket bansos. 

Pepen menyebut demikian saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Juliari dalam perkara dugaan suap pengadaan bansos penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Pengadilan Tipikor, Senin (10/5/2021) kemarin.

Awalnya Pepen masih menutupi soal adanya perintah Juliari untuk memotong Rp10 ribu perpaket bansos. 

Pepen hanya menyebut yang melakukan pemotongan Rp10 ribu adalah Adi Wahyono selaku KPA dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Hakim kemudian bertanya apakah pemotongan Rp10 ribu merupakan inisiatif KPA dan PPK atau ada perintah dari pihak lain.

Pepen menyebut pemotongan Rp10 ribu merupakan inisiatif kedua orang tersebut.

"Setahu saya inisiatif mereka," ucap Pepen di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/5/2021).

Mendengar jawaban Pepen, hakim terdengar kesal. Sebab menueut hakim, keterangan Pepen berbeda dengan keterangan sebelumnya.

"Tolong keterangan saudara jangan bergeser. Ini saya catat waktu hari Rabu yang lalu, saudara bisa ditahan nanti setelah ini, kalau saudara ketahuan bohong. Saya akan perintahkan saudara ditahan selanjutnya diproses. Saya yakin, ini jangan main-main gitu," kata hakim.

"Saya ingatkan saudara apakah saudara mengetahui siapa yang memerintahkan melakukan pemotongan Rp10 ribu perpaket?" tanya hakim.

Mendengar ancaman hakim, Pepen mengakui mengetahui adanya perintah pemotongan Rp10 ribu. Menurut Pepen, perintah itu datang langsung dari Juliari Peter Batubara.

"Mengetahui, Bapak Juliari," kata Pepen.

Pepen mengetahui adanya perintah pemotongan Rp10 ribu oleh Juliari berdasarkan cerita dari Adi Wahyono.

"Dari KPA (Adi). KPA diakhir-akhir menyampaikan ada perintah untuk pemotongan seperti itu," kata Pepen.

Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap senilai Rp32,4 miliar dalam proyek pengadaan bansos Covid-19 se-Jabodetabek. Suap itu diterima melalui dua anak buahnya.

Berdasarkan dakwaan, Juliari menerima suap melalui eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,280 miliar dari pihak swasta bernama Harry Van Sidabukke.

Kemudian, Juliari juga menerina uang dari senilai Rp1,950 miliar dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja.

Terakhir, dalam dakwaan juga disebutkan jika Juliari menerima uang senilai Rp29.252.000.000 atau Rp29,2 miliar dari beberapa penyedia barang pada proyek bansos.

Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved