Degradasi Alam Tidak Hanya Berdampak Terhadap Agribisnis dan Produksi Pangan
Fenomena tersebut pun dinilainya memperlihatkan gentingnya transformasi di sektor pangan dan pertanian, ke arah yang lebih berkelanjutan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia bekerja dalam sektor pangan, mulai dari lini produksi, distribusi hingga layanan sistem pertanian dan pangan.
Jumlah tenaga kerja yang bergerak dalam bidang pangan dan pertanian di Indonesia mencapai lebih dari 29 persen.
Jumlah tersebut pun didominasi oleh tenaga kerja informal, yakni sebesar 88 persen.
Baca juga: Kebijakan Impor Pangan Tidak Populer, Anggia Erma Rini: Harus Dievaluasi
Merujuk hal tersebut, Direktur Center for Transdisciplinary and Sustainable Science (CTSS) IPB University, Prof Damayanti Buchori menyampaikan degradasi alam tidak hanya berdampak terhadap agribisnis dan produksi pangan.
Dampak langsung katanya juga berpengaruh langsung terhadap para pekerja, komunitas lokal, kesehatan masyarakat bahkan ekonomi secara keseluruhan.
Fenomena tersebut pun dinilainya memperlihatkan gentingnya transformasi di sektor pangan dan pertanian, ke arah yang lebih berkelanjutan.
Sayangnya, transformasi sistem pangan ke arah berkelanjutan bukanlah hal yang mudah.
Walaupun, lanjutnya, bukan tidak mungkin dilakukan.
Baca juga: PPKM Mikro Diperpanjang, Bagaimana Nasib Para Pekerja Lapangan?
“Sustainability (keberlanjutan) bukanlah one size-fits all, kita perlu mempertimbangkan setiap konteks lokal terutama untuk mengubah sistem pangan kita,” kata Prof Damayanti Buchori dalam diskusi yang digelar Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan Capitals Coalition pada 16-18 Maret 2021.
Acara ini mempertemukan perwakilan dari sektor swasta dan publik, akademisi serta masyarakat untuk memberikan masukan ke dalam draf Pedoman Operasional TEEBAgriFood.
Tujuannya agar pedoman lebih relevan dengan konteks Indonesia.
Pedoman ini dibuat berdasarkan sintesis dari pengetahuan ilmiah dan praktis mutakhir, yang memberikan acuan yang jelas dengan menyediakan para pelaku bisnis, khususnya di bidang pangan dan pertanian, alat yang dibutuhkan untuk menilai dampak dan ketergantungan mereka pada modal alam, manusia dan sosial.
Tujuan keseluruhannya adalah untuk menginformasikan bisnis dengan lebih baik sehingga mereka dapat membuat keputusan dan tindakan yang dapat memberikan manfaat untuk seluruh sistem.
Sementara itu, inisiatif TEEBAgriFood sendiri secara global diselenggarakan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP), sementara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertindak sebagai pemrakarsa dan pemimpin dari sisi pemerintah untuk TEEBAgriFood di Indonesia.
Proyek TEEBAgriFood untuk bisnis berfokus pada tujuh negara mitra di seluruh dunia: Brasil, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, dan Thailand dan akan berjalan hingga akhir tahun 2022.
Pada hari pertama diskusi, selain CTSS IPB, hadir pula Anang Noegroho, Direktur Pangan dan Pertanian, Kementrian PPN (BAPPENAS); Dr. Rony Megawanto, Direktur Program KEHATI.
Selain itu, Dr. Ageng Herianto, Representatif FAO Indonesia; Henriette Faergemann, European External Action Services ; serta Salman Hussain, Coordinator for The Economics of Ecosystems and Biodiversity (TEEB), UNEP.
Bersamaan, Presiden Direktur PT East West Seed Indonesia (Cap Panah Merah), Glenn Pardede mengatakan, kunci sukses bisnis pertanian adalah memastikan petani kecil mendapatkan keuntungan dan mata pencaharian yang lebih baik.
"Melalui pemeliharaan ekosistem yang sehat dan mata pencaharian yang lebih baik bagi masyarakat, keuntungan dengan sendirinya akan diperoleh perusahaan ”.
Hal ini berkaitan dengan data dari TEEB yang memperkirakan bahwa 75% masyarakat pedesaan di Indonesia mengandalkan pendapatan mereka dari hasil bumi atapun jasa yang dihasilkan oleh ekosistem sekitarnya.
Oleh karena itu, degradasi ekosistem tidak hanya akan berdampak buruk pada bisnis terkait, namun kemungkinan akan mengancam kekayaan masa depan di Indonesia.
Sementara itu, Konsultan Utama Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan (ERM) Arryati Ramadhani, menjelaskan analisis dampak kegiatan usaha terhadap alam dan masyarakat perlu dilakukan sedini mungkin, holistik, dan berkesinambungan, tidak hanya pada tahap awal aktivitas.
Pada hari kedua diskusi yang dihadiri perwakilan bisnis dan pemerintah itu, Agung Baskoro, Corporate Responsibility and Sustainability Division Lead, Cargill Indonesia; serta Muhammad Saifulloh, Depusti Asisten bidang Pangan, Kementerian Koordinator Perekonomian; juga turut hadir sebagai panelis.
Masih dalam rangka menggenjot transformasi sistem pangan dan pertanian ini, sebuah pelatihan gratis untuk penilaian dampak dan ketergantungan sektor bisnis terhadap alam dan manusia juga akan digelar mulai pada tanggal 2 Juni 2021 mendatang.
Dalam pelatihan tersebut akan dibahas contoh praktik dalam pengambilan keputusan bisnis berdasarkan penilaian dampak dan ketergantungan pada alam dan manusia.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Manusia dan Alam Sebagai Kunci Transformasi Sistem Pangan