Virus Corona
Menkes Ungkap Kesalahan Cara Testing Covid-19 di Indonesia hingga Ragukan Data Vaksinasi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bicara soal kesalahan Indonesia dalam melakukan testing Covid-19 hingga tak percaya data Kemenkes.
Ia berharap dapat kerja sama dari semua pihak guna mewujudkan testing yang benar secara epidemiologi.
Baca juga: Pesan Menkes Pada Orang Kaya, Ingat Empati Terhadap Rakyat Kecil, Sabar Tunggu Vaksin Covid-19
"Hal hal yang gitu-gitu yang mesti diberesin. Sebagian ada di tempat saya urusan testing tracingnya, walaupun saya mesti minta bantuan Kang Emil (Gubernur Jawa Barat)."
"Karena sekarang kan puskesmas tidak di bawah saya padahal saya harus pakai itu puskesmas."
"Gubernur bisa bilang, bukan di bawah saya juga itu, di bawah bupati wali kota. Kan jadi tambah complicated ini dengan UU Otonomi Daerah," ujarnya.
Menkes Tak Percaya Data Kemenkes untuk Vaksinasi
Selain tentang testing Covid-19, Menkes juga menyoroti distribusi dan penyiapan strategi vaksinasi.
Adapun, distribusi dari vaksin Covid-19 ini erat kaitannya dengan data jumlah sarana kesehatan yang menyanggupi untuk melakukan vaksinasi.
Namun, ia mengaku tidak percaya pada data yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Menurutnya, sudah banyak pihak yang tertipu dengan data dari Kemenkes terkait distribusi vaksin.
Baca juga: Menkes: Indonesia Beruntung Amankan 600 Juta Vaksin Covid-19
Budi mencontohkan pernah diberi data jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) oleh Kemenkes.
"Saya nggak mau ketipu kedua kali. Ini dibilang secara agregat cukup jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) untuk menyuntik (vaksin, red).
"RS pemerintah saja, tidak usah melibatkan pemda, dengan RS swasta cukup, ternyata nggak cukup," kata Budi.
Budi kemudian menelusuri data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.

Dia mengungkapkan, ada sekitar 60 persen kapasitas di seluruh kabupaten/kota yang ternyata tidak cukup untuk menyuntik vaksin Covid-19.
"Kalau cuma di Bandung yang RS dan puskesmas penuh, nyuntik tetap bisa. Tapi, yang di Puncak Jaya, Kalteng, Kalsel dan lainnya, bisa baru 3.000 hari atau 8 tahun baru selesai (vaksinasi)."