Dianggap Sudah Dilemahkan, Mengapa KPK Masih Bisa Lakukan OTT? Ini Jawaban Novel Baswedan
Novel Baswedan memberi tanggapan soal orang yang mempertanyakan anggapan KPK sudah dilemahkan dengan adanya undang-undang baru tetapi masih bisa OTT
TRIBUNNEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberi tanggapan soal sebagian orang yang mempertanyakan anggapan KPK sudah dilemahkan dengan adanya undang-undang baru tetapi masih bisa melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Diketahui, KPK melakukan OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo pada 25 November lalu.
Dalam OTT ini, KPK akhirnya menetapkan Wakil Ketua Umum Gerindra ini sebagai tersangka bersama dengan enam orang lainnya.
Adanya OTT oleh KPK ini menimbulkan pertanyaan apakah dugaan pelemahan KPK dengan adanya undang-undang baru tak terbukti.
Menjawab hal itu, Novel Baswedan mengatakan UU baru yakni UU No 19 Tahun 2019 jelas membuat pemberantasan koruspi oleh KPK semakin sulit.
"Terkait dengan kelemahan (KPK), ini menarik karena kita lihat karena kondisi UU yang sekarang membuat KPK lebih sulit bekerja atau kewenangannya justru di bawah penegak hukum lain," kata Novel saat diwawancarai Karni Ilyas sebagaimana dikutip dari Youtube Karni Ilyas Club, Selasa (1/12/2020).

Novel memberi contoh misalnya soal penyitaan.
Sebelum adanya UU baru, lanjut Novel, penyitaan bisa dilakukan oleh KPK tanpa harus meminta izin.
Hal ini juga bisa dilakukan oleh penegak hukum lain saat kondisi mendesak.
Baca juga: Novel Baswedan Ungkap Kapan Waktunya Mundur dari KPK
Kini, kata Novel, dengan adanya UU baru, KPK harus mendapatkan izin untuk melakukan penyitaan.
Sekalipun dalam kondisi mendesak, izin tersebut tetap harus diperlukan.
"Terkait penyitaan ini, UU baru membuat KPK lebih lemah karena ketika melakukan penyitaan itu harus dengan izin sekalipun keadaanya mendesak harus dengan izin. Hal ini yang menjadi kendala," ujar Novel.
Novel melanjutkan, hal ini juga berlaku untuk hal lain misalnya penggeledahan.
Dalam kondisi apapun, penggeledahan harus tetap izin.
Hal ini, lanjut Novel, menjadi hambatan dan kendala tersendiri karena membuat adanya peluang hilangnya barang bukti.
Karni Ilyas kemudian bertanya terkait sejumlah pegawai KPK yang mundur setelah adanya UU baru.
Novel mengatakan dirinya ikut merasakan kerisauan seperti yang dialami oleh sejumlah pegawai KPK yang mundur.
"Ya memang itu merisaukan sekali. Saya merasakannya. Adanya kami di KPK itu inginnya berjuang memberantas korupsi. Ketika keadaanya tidak ideal untuk bisa memberantas korupsi dengan baik tentu itu menjadi kerisauan tersendiri."
"Harapan kami tentunya untuk bisa berjuang tentu itu jalan mulia untuk kepentingan bangsa dan negara. Kalau sulit yang orang akan mempertimbangkan lagi," bebernya.
Baca juga: Bambang Widjojanto Puji Novel Baswedan Pimpin Penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo
Novel kemudian menyinggung pegawai KPK yang dalam waktu dekat akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Novel, perubahan status pegawai KPK menjadi ASN ini akan membahayakan independensi KPK.
Hal ini karena mulai dari rekrutmen hingga pembinaan karier pegawai dilakukan bukan oleh KPK sendiri tapi oleh lembaga lain.
Novel pun kemudian menyinggung anggapan adanya pelemahan tetapi nyatanya KPK masih bisa melakukan OTT.
"Sering kali dikatakan, sekarang kenapa masih bisa OTT? Kenapa masih bisa bekerja. Karena pelemahannya belum 100 persen bisa berjalan. Ini yang akan terlihat kedepan semakin sulit," ujar dia.
Soal OTT terhadap Edhy Prabowo
Selain memberi tanggapan tentang UU baru KPK, Novel juga menjawab pertanyaan dari Karni Ilyas seputar OTT KPK yang baru saja dilakukan yakni OTT terhadap Edhy Prabowo.
Di antaranya, Novel menjawab pertanyaan dari Karni mengapa Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin tidak ikut ditangkap oleh KPK saat dilakukan penangkapan terhadap Edhy Prabowo.
Padahal saat itu, Ngabalin merupakan satu rombongan dengan Edhy Prabowo yang pulang dari kunjungan di Amerika Serikat.
"Kenapa Ngabalin bisa lolos? Padahal ada dalam rombongan. Kalaupun dikeluarkan kena dulu harusnya kan," tanya Karni.
Menjawab hal itu, Novel mengatakan Ngabalin tidak ikut ditangkap karena dia bukan orang yang diduga sebagai pelaku.
Ngabalin, lanjut Novel, juga bukan orang yang perlu ditangkap untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Novel memastikan tidak ditangkapkapnya Ngabalin bukan karena ia merupakan seorang pejabat.
"Memang setiap proses upaya penangkapan atau tertangkap tangan, yang akan diamankan atau diperiksa, dilakukan penangkapan dalam hal OTT itu adalah orang yang diduga sebagai pelaku dengan syarat-syarat tertentu, orang yang diperlukan keterangannya sebagai saksi untuk menjelaskan peristiwa , hal hal itu pak Karni. Selain itu (terduga pelaku dan saksi,-Red) tentu tidak (ditangkap). Siapapun dia, bukan karena dia pejabat, bukan. Namun memang karena kepentingan diperlukan apa tidak," jelas Novel.
Baca juga: Tangkap Edhy Prabowo, Novel Baswedan Didorong ICW Jadi Kasatgas Buru Harun Masiku
Lebih jauh, Novel juga menjawab sejumlah pertanyaan dari Karni Ilyas terkait penangkapan KPK terhadap Edhy Prabowo.
Di antaranya, Novel menjawab tentang keberhasilan OTT KPK setelah sekian lama tidak ada OTT pasca- KPK dengan undang-undang baru.
Novel mengatakan, proses penangkapan Edhy Prabowo melalui proses panjang dan merupakan kerja tim, bukan dirinya semata.
"Saya sebagai penyidik, saya tentunya bagian dari operasi itu. Tentunya itu tim yang bekerja. Proses tentunya panjang dan banyak ada keterlibatan masyakat yang memberikan bantuan," jelas Novel.
Novel mengakui, adanya UU baru KPK membuat upaya pengungkapan kasus lebih berat dan lebih sulit.
"Tentunya dengan UU KPK yang baru, tugas untuk memberantas korupsi itu menjadi lebih sulit, lebih berat. Oleh karena itu kalau dilihat belakangan ini tidak terlalu banyak kegiatan pengungkapan kasus, itu kendalanya terkait itu. Kenapa kok belakangan ini ada (OTT)? Prosesnya panjang," beber dia.
Novel menyatakan dirinya tidak bisa berbicara lebih jauh karena saat ini proses hukum terhadap Edhy Prabowo masih berjalan dan ia merupakan bagian dari proses yang berjalan tersebut.
Karni Ilyas kemudian bertanya apakah pengungkapan kasus Edhy Prabowo terbilang mudah? Pasalnya modus yang dipakai seperti transfer rekening bisa dianggap ceroboh atau bodoh.
Terkait hal ini, Novel pun enggan membeberkan lebih detail.
"Banyak faktor di sana. Tentnya ada suatu proses yang dilakukan berkelanjutan, dengan cermat, tekun dan yang terpenting adalah, keberhasilan di KPK yang saya tahu itu berhubungan dengan kecepatan dan kekedapan. Semakin cepat proses yang dilakukan, semakin kedap operasinya maka keberhasilannya akan semakin tinggi," ujar Novel.
Baca juga: 5 Fakta Penangkapan Edhy Prabowo: Dipimpin Novel Baswedan, Respons Gerindra
Lebih jauh, Karni Ilyas kemudian menyinggung soal bagaimana penyidik KPK bisa mengetahui uang yang diambil melalui ATM Staf Khusus Edhy Prabowo dipergunakan oleh Edhy Prabowo.
Novel menyatakan ada banyak cara yang dilakukan.
Namun demikian, ia enggan membeberkan karena hal itu bagian dari rahasia penyidikan.
"Banyak cara yang bisa dilakukan pak Karni. Cuman ini proses sedang berjalan dan saya tidak mewakili KPK untuk berbicara terkait hal ini. Dua hal itu tentunya membuat saya tidak berbicara tentang hal itu," kata Novel.
Novel melanjutkan, dalam pengungkapan kasus, penyidik harus selalu kreatif.
"Tapi tentunya proses investigasi itu petugas-petugasnya harus kreatif dan itu membuat pola bisa dilakukan lebih cermat dan yang lebih penting lagi dalam setiap kejahatan selalu ada saja pihak-pihak yang bertolak belakang, sehingga pihak-pihak itu yang memberitahukan kepada kami," jelas dia.
(Tribunnews.com/Daryono)