Soal Spektrum Frekuensi, DPR: Aneh Jika Ada Perusahaan yang Tidak Ingin Berinvestasi 5G
Keengganan kelompok tertentu untuk berinvestasi 5G akan memberi dampak kerugian bagi masyarakat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI telah memutuskan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio diperbolehkan untuk penerapan teknologi baru.
Dalam rapat Panitia Kerja UU Cipta Kerja disebutkan bahwa teknologi baru tersebut adalah teknologi seluler generasi ke-5 yang dikenal dengan nama 5G.
Namun, sejumlah operator seluler mengusulkan agar aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G.
Pasalnya menurut mereka, masa depan 5G di Indonesia masih tidak jelas.
Dengan adanya operator seluler yang menginginkan aktivitas berbagi spektrum frekuensi juga diperbolehkan untuk teknologi 4G, ada dugaan upaya menggeser makna dari substansi yang telah ditetapkan DPR di UU Cipta Kerja.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya mengatakan, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih membutuhkan peraturan-peraturan pelaksanaan yang lebih detil sebagai terjemahan praktis yang resmi.
Cita-cita, nilai-nilai, dan maksud yang dikehendaki dari UU ini akan terlihat jelas nanti di dalam Peraturan Pemerintah sebagai dasar pelaksanaan.
Baca juga: Pengamat UI: Butuh Waktu untuk Buktikan Manfaat UU Cipta Kerja Bisa Serap Banyak Tenaga Kerja
Willy mengatakan, Peraturan Pemerintah yang menjadi aturan pelaksanaan pun tidak luput dari pengawasan dan koordinasi dengan DPR.
"UU Cipta Kerja ini memiliki mekanisme resmi pengawasan dan koordinasi oleh DPR yang secara jelas disebutkan di dalam pasal-pasalnya.
Hal ini untuk memastikan bahwa apa yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja dapat terlaksana sebagaimana niat awalnya (original intent)," ujarnya.
Politisi Nasdem itu menuturkan, investasi dalam penerapan teknologi baru dalam rangka pemanfaatan frekuensi ini memang menjadi hal yang didiskusikan di dalam rapat panja UU Cipta Kerja.
Tujuan akhir dari investasi yang dimaksud adalah alih teknologi selain tentunya pembukaan lapangan kerja dan tujuan investasi itu sendiri.
"Perlu diingat juga bahwa teknologi yang digunakan saat ini dalam pemanfaatan dan pengembangan jalur 3G dan 4G bukanlah teknologi yang telah siap mengisi kondisi paska Analog Switch Off yang akan berlangsung 2 tahun ke depan.
Kemudian juga pemanfaatan kanal frekuensi digital 700 MHz oleh sistem 5G," terang Anggota Komisi I DPR ini.
"Ini semua tentu butuh investasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Ini yang akan membuat perusahaan teknologi komunikasi kita akan makin maju.
Aneh jika ada perusahaan dalam negeri yang justru ingin kondisi status quo yang justru tidak menguntungkan mereka.
Baca juga: Huawei Gugat Pemerintah Swedia, Produknya Dilarang untuk Jaringan 5G
Jika tidak berinvestasi 5G, mereka ini justru akan tergilas oleh zamannya," imbuhnya.
Willy yang mengetok palu kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G saat rapat Badan Legislasi dengan Pemerintah beberapa waktu lalu.
Willy menegaskan, UU Cipta Kerja ini dibuat untuk menjawab tantangan masyarakat kita ke depan bukan hanya untuk menguntungkan satu pihak tertentu.
UU ini diniatkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat pengguna teknologi komunikasi.
"Keengganan kelompok tertentu untuk berinvestasi 5G akan memberi dampak kerugian bagi masyarakat," katanya.