Pilkada Serentak 2020
Muhammadiyah Desak KPU Tunda Pilkada Serentak 2020: Keselamatan Masyarakat Jauh Lebih Utama
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
TRIBUNNEWS.COM - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di tengah pandemi.
Muhammadiyah menilai kesehatan dan keselamatan masyarakat lebih utama.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Pernyataan pers PP Muhammadiyah tersebut tertuang dalam surat bernomor 20/PER/I.0/H/2020 tentang penanganan pandemi Covid-19.
Abdul Mu’ti menyebut pandemi Covid-19 sudah menimbulkan banyak masalah di semua bidang.
Selain itu kondisi ini menimbulkan masalah kemanusiaan yang serius dengan jumlah korban terus meningkat termasuk dari para tenaga kesehatan.
“PP Muhammadiyah sangat prihatin dan khawatir dengan keadaan tersebut,” ungkapnya melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (22/9/2020).

Baca: Pandangan Epidemiolog Soal Pro Kontra Penundaan Pilkada Serentak 2020
Muhammadiyah menilai pemerintah pusat dan daerah sudah bekerja keras menangani pandemi Covid-19.
Akan tetapi belum ada hasil yang maksimal.
“Selain karena kompleksitas masalah, kerja dan kinerja pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbaiki terutama terkait dengan koordinasi antar instansi dan komunikasi publik."
"Lemahnya koordinasi dan komunikasi menimbulkan kegaduhan politik dan kontra produktif,” imbuhnya.
Berikut poin-poin utama pernyataan PP Muhammadiyah yang disampaikan Abdul Mu’ti :
1. Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi secara menyeluruh penanganan Covid-19 dan jika diperlukan dapat mengambil alih dan memimpin langsung agar lebih efektif, terarah dan maksimal.
2. Meminta kepada para elite politik baik dari jajaran partai politik maupun masyarakat agar tidak memanfaatkan Pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok.
3. Meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat agar menunda pembahasan rancangan undang-undang berpotensi menimbulkan kegaduhan termasuk RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja.
DPR hendaknya lebih fokus pada pelaksanaan fungsi pengawasan agar penggunaan dana penanganan Pandemi Covid-19 dipergunakan dengan baik, benar dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat khususnya rakyat kecil yang paling terdampak oleh Pandemi Covid-19.
Baca: IDI: 117 Dokter Telah Gugur Saat Menangani Pasien Covid-19
4. Terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020, PP Muhammadiyah menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan Kementrian Dalam Negeri, DPR dan instansi terkait agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa.
Bahkan, ditengah Pandemi Covid-19 dan demi keselamatan serta menjamin pelaksanaan yang berkualitas KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan.
Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pilkada yang berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19.
5. Menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih disiplin mematuhi protokol kesehatan terhadap Covid-19 yang ditetapkan pemerintah serta membangun budaya hidup sehat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, tempat ibadah, instansi kerja dan sebagainya.
Baca: Dukung Pilkada 9 Desember, Pimpinan DPR Minta Cakada Wajib Menjadi Influencer Protokol Kesehatan
Seluruh masyarakat hendaknya menjaga persatuan dan kerukunan dengan tidak memproduksi dan menyebarkan informasi hoaks dan provokatif melalui media apapun khususnya media sosial.
6. Kepada seluruh umat beragama, khususnya umat Islam agar senantiasa memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Pandemi Covid-19 segera berakhir.
Para tokoh agama perlu terus memandu umat agar menjaga persatuan dan tempat ibadah sehingga tidak menjadi tempat kluster Covid-19.
Pandangan Ahli Epidemiologi
Sementara itu pakar epidemologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dr Windu Purnomo, menilai ada dua opsi yang bisa diambil pemerintah.
Opsi pertama, pemerintah menunda penyelenggaraan Pilkada.
"Masih ada peluang Pilkada bisa ditunda, lewat Perppu atau instrumen hukum lain," ungkap Windu saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/9/2020).
Opsi kedua, KPU harus merombak aturan dalam proses Pilkada.
"Kalau belum ada keputusan ditunda, peraturan KPU harus dirombak, mengubah seluruh peraturan, yang tatap muka diganti daring," ungkapnya.
"Begitu ada pertemuan tatap muka maka sangat riskan, sebaiknya KPU memperbaiki, merevisi peraturan nggakpapa mumpung belum mulai," lanjutnya.
Baca: Rapat Komisi II DPR Soal Pilkada Diawali Doa untuk Ketua dan Komisioner KPU yang Kena Covid
Selain pertemuan tatap muka diganti virtual, Windu juga meminta agar KPU dan pemerintah membuat sistem pemungutan tidak hanya di TPS.
"Kalau bisa ya jangan coblosan, bisa lewat pos atau bisa e-voting," ungkapnya.
Windu menyebut Pilkada merupakan kegiatan demokrasi.
"Tapi demokrasi dan hak asasi berupa kesehatan adalah dua sisi di satu mata uang, negara harus memenuhi hak ini."
"Jangan sampai karena pemilu, orang jadi mati karena hak atas kesehatan tak dilindungi," ungkapnya.
Windu juga mendorong agar pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk duduk bersama mengambil keputusan terbaik.
"Panggil semua pakar untuk duduk bersama stakeholder yang ada," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)