Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo Sebut Pencegahan ke Luar Negeri Sangat Prematur
Bambang Trihatmodjo tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai pribadi dalam posisinya sebagai Ketua Konsorsium SEA Games 1997.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang penetapan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games XIX-1997, Bambang Trihatmodjo sangat premature dan kebablasan.
Pasalnya, keputusan itu dibuat tanpa memiliki dasar hukum yang kuat.
Demikian ditegaskan Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Hardjuno Wiwoho, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Hardjuno mengatakan hal itu sebagai bagian dari Tim Kuasa Hukum bersama Busyro Muqoddas dan Prisma Wardhana Sasmita.
“Yang menjadi subyek KMP itu adalah PT Tata Insani Mukti. Ini yang keliru dipahami. Konsorsium secara perdata bukan subyek hukum sehingga tidak bisa dimintai pertangungjawabannya. Jadi, yang dimintai pertanggungjawabannya itu ya PT sebagai subyek hukumnya,” ujar Hardjuno Wiwoho.
Menurutnya, Bambang Trihatmodjo tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai pribadi dalam posisinya sebagai Ketua Konsorsium SEA Games 1997.
Mestinya, yang dimintai pertanggungjawab itu PT Tata Insani Mukti.
“Kalau ada masalah antara Setneg dan Konsorsium, dimana Pak Bambang sebagai Ketua Konsorsium maka PT TIM yang dimintai tanggungjawab,” terangnya.
Karena itu terang Hardjuno, membebani tanggungjawab hukum kepada Bambang Trihatmodjo sangat tidak adil.
Apalagi, sebagai Ketua KMP SEA Games-2017, Bambang Trihatmodjo sudah mengamanatkan segala sesuatu terkait penyelenggaraan SEA Games kepada Ketua Pelaksana Harian yaitu Bambang Riyadi Soegomo.
Hal itu tertuang lewat surat maupun dokumen yang ada.
“Berdasarkan MoU dengan KONI tanggal 14 Oktober 1996, yang ditanda tangani oleh Ketua Umum KONI Bapak Wismoyo Arismunandar dengan Dirut PT TIM Bapak Bambang Riyadi Soegomo yang ditunjuk oleh Pak Bambang Trihatmodjo sebagai Ketua Pelaksana Harian KMP,” terangnya.
Dia menjelaskan, yang dimaksudkan dengan Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games itu PT Tata Insani Mukti.
Sebagai Komisaris jelasnya, Bambang Trihatmodjo sudah melakukan tugas dan kewenangannya sabagai Komisaris dengan itikad baik dan bertanggungjawab.
Bahkan setelah selesai penyelenggaraanpun, sudah dibuat Laporan Pertangggungjawaban yang sudah diaudit pada tahun 1997 secara resmi oleh Akuntan publik KPMG Hanadi Sudjendro & Rekan tanggal penugasan 10 November 1997 dan dilaksanakan Audit tersebut pada tanggal 1 Desember 1997 - 28 Februari 1998.
Baca: Kronologi Utang Bambang Trihatmodjo, Sejak 1997, Dicekal ke Luar Negeri, Kini Gugat Sri Mulyani
Diakuinya, sebagai komisaris ada tanggung renteng tanggungjawab.
Tetapi didalam pasal 108 dan dan 104 UU PT, sepanjang sebagai komisaris sudah beritikad baik dan menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik maka dibebaskan dari tanggung jawab.
“Jangan sampai kesannya, semua penyelenggaraan SEA Games ada ditangan Bambang Trihatmodjo sebagai penanggungjawab. Yang pasti, Ketua Konsorsium sudah memberikan kuasa kepada Ketua harian Untuk menyelenggarakan even SEA Games ini,” terangnya.
Hardjuno mengaku heran munculnya masalah dana talangan SEA Games 1997 saat ini.
Pasalnya, ada periode 1998-2006, tidak ada masalah. Bahkan PT.TIM sebagai pelaksana Konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997 sudah kooperatif memberikan laporan, sebagaimana sea games ini adalah acara yang merupakan kepentingan Negara Indonesia.
Apalagi, ada itikad baik dari PT Tata Insani Mukti untuk menyelesaikan tanggungjawabnya.
“Kenapa pada 2017, baru ada persoalan ini. Kalaupun itu dianggap sebagai utang negara, kenapa baru tahun 2019, keputusan Menkeu itu muncul atas surat dari Setneg di tahun 2017,” jelasnya.
Sebenarnya terang Hardjuno, sejak tahun 1998 sampai 2006, PT TIM selaku mitra penyelenggara SEA Games sudah melaporkaan semua kegiatannya kepada Setneg, KONI dan Kemenpora waktu itu.
Saat itu, ada permintaan agar dikonversi menjadi tanggungjawab negara terhadap SEA Games. Namun tidak ada tanggapan dari tahun 2006.
“Kenapa baru tahun 2017 muncul, adanya dana talangan ini. Ini menjadi tanya tanya besar,” tuturnya.
Perlu diketahui, pelaksanaan SEA Games 1997 sebenarnya jatah Brunei Darussalam sebagai tuan rumah event dua tahunan tersebut.
Namun Brunei keberatan lantaran belum siap menjadi tuan rumah.
Karena itu, hak penyelenggaraan SEA Games 1997 diserahkan kepada Indonesia dulu.
Berdasarkan perhitungan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, biaya perhelatan SEA Games 1997 ini mencapai Rp 70 Miliar.
Diluar rencana semula, konsorsium dibebani tambahan untuk persiapan kontinen Indonesia Pelatnas sebesar Rp 32 Miliar.
Namun dalam perjalanannya, biaya penyelenggaran SEA Games membengkak menjadi Rp 156 Miliar.
“Negara harusnya dapat melihat berapa pengeluaran yang telah dikeluarkan konsorsium dengan mencari sponsor sendiri. Harusnya mereka diberi apresiasi,” ujarnya.
Semestinya, tegas Hardjuno, pemerintah Indonesia berterima kasih kepada Bambang Trihatmodjo lantaran sukses menggelar pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara pada 1997.
Karenanya, putra Presiden Soeharto ini layak diberi penghargaan atas jasanya menyelamatkan wajah Indonesia di level Asia.
“Semestinya Pemerintah memaklumi. Ingat, biaya penyelenggaran even akbar olahraga se Asia Tenggara tidak didanai negara. Justru pihak swasta yang terlibat menyelamatkan wajah bangsa ini. Seharusnya penyelenggara SEA Games ini mendapat penghargaan dari pemerintah, bukan malah diobok-obok seperti saat ini,” pungkasnya.
Proses pencegahan
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, pengusaha Bambang Trihatmodjo menggugat Menteri Keuangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Bambang merupakan putra Mantan Presiden RI Soeharto (Pak Harto) yang berkuasa 32 tahun di Era Orde Baru.
Isi gugatan tersebut terkait dengan pencegahan dirinya untuk keluar negeri.
Kebijakan mengenai pencekalan dirinya untuk keluar negeri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 Tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Sdr Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Terkait hal itu Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata menyatakan, keputusan Menkeu tersebut diambil agar yang bersangkutan mematuhi kewajiban untuk mengembalikan utang kepada pemerintah.
Menurut Isa, langkah pencegahan ke luar negeri diambil setelah sebelumnya Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang diketuai oleh Menteri Keuangan telah melakukan panggilan untuk memberi peringatan.
Namun, pihak yang bertanggung jawab tidak merespon hal tersebut.
"Dalam menjalankan tugas, panitia papsti sudah memanggil, memperingatkan yang bertanggung jawab untuk melunasi utang. Kalau tidak diperhatikan, maka panitia diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan action yang lebih," jelas Isa ketika memberikan penjelasan dalam video conference, Jumat (18/9/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
"Misal mencegah yang bersangkutan ke luar negeri, kemudian memblokir rekening yang bersangkutan. Itu bsia dilakukan dengan prosedur meminta ke otoritas yang berwenang," jelas dia.
Isa pun menjelaskan, permintaan pencegahan Bambang Trihatmodjo untuk ke luar negeri telah diajukan oleh PUPN kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
PUPN sendiri tidak hanya terdiri dari pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, namun juga kejaksaan, kepolisian, dan pemerintah daerah.
Isa menjelaskan, pelimpahan masalah piutang diberikan kepada PUPN ketika Kementerian atau Lembaga (K/L) tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Namun demikian, Isa enggan menjelaskan mengenai detil masalah piutang yang terjadi pada Bambang Trihatmodjo.
"Saya berikan satu hal bahwa permasalahan utang piutang, info detailnya termasuk info yang dikecualikan dari pemberitahuan info ke publik. Kami jaga betul nggak bisa menjelaskan detail. Tapi itu aturannya demikian. Kita jaga semua," jelas dia.
Untuk diketahui, Melansir website PTUN Jakarta, perkara gugatan Bambang ke Menkeu teregister dengan nomor 179/G/2020/PTUN.JKT. Gugatan itu didaftarkan pada Selasa (15/9/2020) lalu.
Rencananya agenda pemeriksaan persiapan akan dilakukan pada Rabu 23 September 2020.
Pada perkara tersebut tertulis pihak penggugat atas nama Bambang Trihatmodjo, sedangkan tergugat Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Sementara pada detail perkara, Bambang meminta keputusan Menkeu membatalkan pencekalan terhadap dirinya.
Adapun isi gugatan tersebut antara lain mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya dan menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 Tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Sdr Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Selain itu, di dalam gugatan tersebut juga meminta agar PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Keuangan tersebut, serta menghukum tergugat, yakni Menteri Keuangan dengan membayar biaya perkara.(Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com)