Kasus Djoko Tjandra
Kejagung Periksa Andi Irfan Jaya Terkait Sejumlah Fakta Baru Skandal Suap Djoko Tjandra-Pinangki
Kejaksaan Agung RI kembali memeriksa mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya terkait kasus kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI kembali memeriksa mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya terkait kasus kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono mengatakan Andi Irfan Jaya diperiksa dalam statusnya sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Djoko Tjandra.
"Pihak yang diperiksa kembali sebagai saksi Andi Irfan Jaya selaku orang yang diduga kerjasama atau berhubungan langsung dengan oknum Jaksa PSM dalam merencanakan meminta fatwa agar terpidana Djoko Soegiarto Tjandra tidak dieksekusi dalam perkara tindak pidana korupsi sebelumnya yaitu perkara Cassie Bank Bali," kata Hari dalam keterangannya, Jumat (18/9/2020).
Baca: Polri Kembali Limpahkan Berkas Penyidikan Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra ke Kejagung RI
Dia mengungkapkan pemeriksaan dilakukan karena ada perkembangan fakta hukum yang harus diklarifikasi kepada Andi Irfan Jaya.
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan guna melengkapi kekurangan bahan keterangan karena terdapat perkembangan fakta-fakta hukum yang harus diklarifikasi dan ditanyakan kepada saksi yang juga berstatus sebagai tersangka dalam perkara tersebut di atas," jelasnya.
Lebih lanjut, Hari mengungkapkan alasan pemeriksaan Andi Irfan Jaya dilakukan di Rutan KPK.
Hal itu untuk pencegahan penularan penyebaran Covid-19.
Baca: Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra Bersepakat Beri Uang Rp 148 Milliar Untuk Pejabat Kejagung dan MA
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan di rutan KPK dengan pertimbangan untuk efektifitas dan dalam rangka upaya untuk pencegahan penularan Covid-19 karena yang bersangkutan sedang ditahan di Rutan KPK," katanya.
Pemeriksaan dilakukan di dalam Rutan KPK dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Di antaranya dengan memperhatikan jarak aman antara tersangka dengan penyidik yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
Selain itu, saksi atau tersangka wajib untuk mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Baca: Bayar DP Rp 7 M, Sebulan Fatwa MA Tak Ada Kejelasan, Djoko Tjandra Sebut Jaksa Pinangki Gagal
Untuk diketahui, Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (17/9/2020).
Jaksa Pinangki didakwa telah merancang action plan terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi sebagai terpidana kasus korupsi cassie bank Bali. Dia melakukan hal tersebut bersama-sama dengan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya.
Tak hanya Andi Irfan Jaya, Jaksa Pinangki juga bersama-sama dengan Anita Kolopaking melobi Djoko Tjandra agar menggunakan jasanya dengan sejumlah proposal imbalan USD 1 juta atau setara Rp 14,8 milliar.
Diketahui, proposal action plan itu dipaparkan oleh Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking saat menemui Djoko Tjandra di Kantornya yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia pada November 2019 lalu.
Ketiganya bersama Djoko Tjandra juga sempat bersepakat untuk memberikan uang sejumlah USD 10 Juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung. Hal itu untuk keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Dalam dakwaanya, Djoko Tjandra disebut baru sempat mengirimkan uang kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar sebagai uang muka biaya jasa pengurusan awal. Uang itu diberikan melalui almarhum adik ipar Djoko Tjandra, Herriyadi kepada Andi Irfan Jaya.
Selanjutnya, Andi Irfan Jaya meneruskan uang itu kepada Jaksa Pinangki. Namun di tengah jalan, Djoko Tjandra memutuskan membatalkan untuk menggunakan jasa Jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki dijerat dengan pasal berlapis.
Di antaranya, pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, pasal 15 Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Subsidiair pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.