DPR Sahkan RUU MK Jadi Undang-Undang, Ini Kata Pengamat
Feri Amsari mengatakan pengesahan UU MK tersebut sangatlah sarat dengan benturan kepentingan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI mengesahkan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Undang-Undang, Selasa (1/9).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan pengesahan UU MK tersebut sangatlah sarat dengan benturan kepentingan.
"Bagi saya dalam batas penalaran yang wajar pengesahan UU MK sangat sarat dengan benturan kepentingan," ujar Feri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (3/9/2020).
Baca: Serahkan DIM RUU MK ke Komisi III DPR RI, Yasonna Harap Pembahasan Dilakukan Hati-hati
Feri menilai pembentuk UU tersebut yakni DPR dan pemerintah adalah pihak yang berperkara dalam perselisihan hasil pemilu 2019.
Bahkan, dalam pengujian UU KPK dan lain-lain, DPR dan Pemerintah adalah pihak. Sehingga Feri melihat perpanjangan masa jabatan hakim seolah-olah seperti 'sogok' bagi Hakim Konstitusi terkait pengujian UU yang kontroversial.
"Mestinya jika memperhatikan prinsip bangalore, etika hakim konstitusi dan UU 28 tahun 1999, hakim konstitusi harus menolak. Sampai hari ini hakim konstitusi bahagia dengan hadiah ini. Menyedihkan," kata dia.
Menurut Feri, dalam UU 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN diatur penyelenggara negara tidak boleh menerima sesuatu yang berpotensi memiliki benturan kepentingan. Termasuk juga dilarang dalam UU Tipikor.
Oleh karenanya, ketika perpanjangan masa jabatan itu bisa dibuktikan berkaitan dengan pemberian janji dan semacamnya, yang bersangkutan dapat dipidanakan.
"Jadi kalau bisa dibuktikan bahwa perpanjangan masa jabatan itu berkaitan dengan pemberian janji atau lainnya berkaitan dengan jabatan dan kewenangan mereka, maka hal itu bisa menjadi pidana," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, DPR RI mengesahkan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Undang-Undang.
Pengesahan itu dilakukan melalui rapat paripurna DPR RI pada Selasa (1/9/2020) yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Awalnya, Dasco mempersilakan Ketua Panja RUU MK Komisi III Adies Kadir untuk menyampaikan laporan pembahasam RUU tersebut.
"Adapun Panja RUU MK ini terdiri dari 27 orang dari anggota Komisi III DPR RI yang bertugas membahas berbagai hal secara sistematis terhadap materi dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU MK," kata Adies.
"Panja melakukan pembahasan dimulai tanggal 25 sampai 28 Agustus 2020. Panja selanjutnya membentuk timus dan timsin untuk melakukan perumusan dan sinkronisasi seluruh materi substansi yang ditugaskan oleh Panja," lanjutnya.
Selanjutnya, Dasco meminta persetujuan kepada anggota dewan yang hadir untuk mengesahkan RUU MK ini menjadi Undang-Undang.
"Apakah pembicaraan Tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dapat disahkan menjadi Undang-Undang?," tanya Dasco.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly yang mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap RUU tersebut dapat disetujui bersama untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Yasonna juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran Komisi III DPR yang telah membahas RUU MK bersama pemerintah.
"Kita semua berharap RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dapat disetujui bersama dalam rapat paripurna DPR RI sehingga menjadi landasan yuridis mengenai syarat untuk menjadi hakim konstitusi syarat dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian hakim MK yang lebih baik," kata Yasonna.
Adapun, substansi yang menjadi pembahasan dalam RUU MK antara lain:
A. Kedudukan susunan dan wewenang mahkamah Konstitusi
B. Pengangkatan dan pemberhentian halim konstitusi dan perubahan masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi
C. Perubahan mengenai usia minimal syarat dan tata cara seleksi hakim konsititusi
D. Penambahan ketentuan baru mengenai unsur majelis kehormatan mahkamah konstitusi, serta;
E. Pengaturan mengenai ketentuan peralihan agar jaminan kepastian hukum yang adil bagi hakim konstitusi yang saat ini masih mengemban amanah sebagai negarawan, menjaga konstitusi tetal terjamin secara konstitusional.