Pilkada Solo
Pengamat Kritik Keputusan Abstain DPD PKS di Pilkada Solo
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin menilai sikap abstain PKS kurang tepat bagi pendidikan politik masyarakat.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD PKS Solo Sugeng Riyanto mengatakan pihaknya mengambil sikap abstain pada Pilkada Kota Solo sebagai bentuk perlawanan PKS terhadap dinamika politik di Kota Bengawan.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin menilai sikap abstain PKS kurang tepat bagi pendidikan politik masyarakat.
"Tak bagus mengkampanyekan Golput. Itu bukan merupakan pendidikan politik yang baik untuk rakyat," ujar Ujang, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (1/9/2020).
Ketika tak bisa mengusung calonnya sendiri, Ujang mengatakan akan lebih baik PKS melakukan perlawanan dengan mendukung lawan dari paslon Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso.
Baca: DPD PKS Solo Ambil Sikap Golput di Pilkada Solo, Mardani: Saya Belum Dapat Konfirmasi
Hanya saja, persoalannya memang tidak simpel karena paslon Bagyo Wahyono dan FX Supardjo (Bajo) juga bukanlah bagian dari skenario PKS.
"Di Pilkada Solo, PKS memang gamang. Memajukan calon sendiri tak bisa dan mendukung Bajo juga tak mau. Jika tak bisa mengusung calon dalam Pilkada, jangan pula mengkampanyekan golput," kata Ujang.
Baca: Isu Pasangan Boneka di Pilkada Solo, PKS: Kita Lihat Gagasan dan Kualitas Kerjanya Saat Kampanye
Sebelumnya diberitakan, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD PKS Solo, Sugeng Riyanto mengungkapkan, sikap abstain pada Pilkada Kota Solo merupakan bentuk perlawanan PKS terhadap dinamika politik di Kota Bengawan.
Dia menjelaskan, sikap abstain itu muncul bukan tanpa alasan dan telah melewati proses yang sangat panjang.
Mulai dari penjaringan para kader dan konstituen di tingkat DPD PKS Kota Solo kemudian diteruskan ke tingkat DPW Jateng hingga DPP Pusat.
"PKS sudah sejak awal mencium gelagat tentang akan bangkitnya politik dinasti di Solo. Kedua juga secara vulgar dalam hal ini, kami menangkap ada pembelajaran politik tidak etis. Pada saat Presiden di Istana, memanggil Pak Purnomo. Apapun beliau itu presiden aktif, dan Pak Purnomo kandidat yang tersingkir (mendapatkan rekomendasi partai)," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Sabtu (29/8/2020).
Dia menjelaskan, sebelum muncul pernyataan sikap abstain itu, PKS sudah berusaha optimal dengan menjalin komunikasi mulai dari level kota hingga pusat guna membentuk kolalisi baru.
"Kami sebagai Parpol dengan melihat fenomena itu, kami ingin melawannya secara prosedural. Namun sampai hari ini celah untuk membangun koalisi makin menyempit. Hingga menghantarkan kami untuk realistis dengan bersikap abstain. Tidak memilih satu di antara dua kandidat," terangnya.
Sugeng menilai, sikap abstain pada Pilkada Solo menjadi sebuah pembelajaran demokrasi.
"Sikap abstain itu bagian dari perlawanan warga penduduk Kota Solo dalam hal ini teman-teman yang terwadahi dalam PKS. Perlawanan atas demokrasi yang sudah menujukan arah yang melenceng, dan politik dinasti. Perlawanan kami dengan cara abstain," ucap Sugeng.